#PeP1 - I'm Karla Quenncy
"Sebuah momen pertemuan yang buruk, bukan berarti orang itu juga buruk, kan?"
- Author -
🎼
"Tolong semua anak baru berkumpul di tengah lapangan. Hitungan ketiga semua harus sudah sampai!" teriak seorang lelaki yang mengenakan kemeja berwarna biru dongker dengan bet sekolah di bagian sakunya. "Satu ... dua ... tiga!"
Semua murid berkumpul di tengah lapangan, kecuali gadis dengan rambut pendek sebahu yang masih cuek duduk di pinggir lapangan. Seorang kakak kelas yang lain melihat dan menghampirinya.
"Kamu ngga bisa dengar ya? Semua anak baru diminta kumpul di lapangan, bukan malah mejeng di sini," ucapnya.
Gadis itu hanya meliriknya sesaat kemudian matanya kembali beralih ke layar ponsel yang ada di genggaman tangannya. Merasa dirinya diabaikan, kakak kelas itu pun pergi menuju teman-temannya yang sudah berada di tengah lapangan.
Karla Quenncy. Nama itu tertulis jelas di kemeja putih SMP gadis yang lebih memilih untuk berdiam diri di pinggir lapangan. Hari ini tepat hari kedua masa orientasi sekolah (MOS) di SMAN 188 Jakarta. Sejak hari pertama, Karla memang terlihat tidak memiliki semangat untuk melanjutkan sekolahnya.
Empat puluh lima menit berlalu. Murid-murid berdiri dan berpencar setelah ketua OSIS memberikan aba-aba. Tak mengerti dengan apa yang mereka lakukan, Karla pun juga tak mau berusaha untuk mencari tahu. Tingkahnya menarik perhatian seorang kakak kelas cewek yang sedang berdiri di dekatnya. "Sil, lihat anak itu. Dia diam terus dari tadi." Bisikan itu terdengar samar-samar.
"Anak baru, lo ngapain masih diam di sini? Bukannya ketua OSIS udah ngasih tugas?" ucap gadis yang dipanggil Silvi oleh sahabatnya itu.
Lagi, Karla bersikap tak acuh dengan perkataan yang baru saja ia dengar. Merasa geram, Silvi pun menegurnya kembali. "Lo bukan patung dan bisa dengar gue kan? Lo belum kenal gue siapa? Gue bisa lakuin apapun yang gue mau di sini. Jangan sampai gue bikin lo malu di hari-hari awal lo masuk."
Karla pun menengadahkan kepalanya dan melihat wajah gadis yang dari tadi mengajaknya berbicara. "Ya jelas saya belum kenal Anda. Sorry to say, saya baru masuk di sekolah ini dua hari, itu juga cuma MOS."
Silvi mengepalkan tangan dan menggertakan giginya tepat di depan wajah Karla. Ia memang sama sekali tidak menyukai orang yang menjawab pertanyaannya dengan ejekan atau hal semacamnya. Merasa tidak dihargai, Silvi pun menunjukkan kekesalannya. Ia memberikan hukuman bagi Karla yang memang sengaja untuk mempermalukan Karla.
"Anak baru ... hmm ... siapa nama lo? Karla?" ujar Silvi sambil membaca bet nama yang terpampang di kemeja Karla, "pertama, gue ini Silvi Lansena, keponakan dari kepala sekolah SMAN 188 Jakarta. Kedua, gue paling ngga suka sama anak baru yang tingkahnya udah sok kayak lo gini. Jadi, gue bisa melakukan apapun yang gue mau kalau lo bersikap macam-macam dengan gue. Sekarang, gue mau lo lari memutari lapangan sambil nyanyi. Balasan buat lo yang udah menganggap remeh tugas dari OSIS sekaligus mempermalukan gue."
Karla menaikkan salah satu alisnya dan menatap Silvi dengan heran. Ia terheran-heran karena ternyata ia masih bisa menemukan cewek dengan penuh drama layaknya di sinetron-sinetron yang suka ditonton oleh mamanya itu di sekolah yang saat ini ia jadikan sebagai tempat menimba ilmu. Silvi masih berdiri di sampingnya dan dengan suaranya yang lantang, ia pun berteriak, "Cepat!"
Tidak ingin mendengar ratu drama itu mengucapkan kata-kata yang hanya bisa membuat Karla kegelian mendengarnya, ia pun akhirnya berdiri dari kursi yang sudah didudukinya selama berjam-jam dan mulai memasangkan headset ke kedua telinganya. Lagu milik Tulus yang berjudul "Manusia Kuat" mulai terdengar mengalir hingga sampai ke telinganya. Perlahan, Karla mengikuti setiap alunan nada yang dinyanyikan oleh Tulus. Ia hanya berlari mengitari lapangan tanpa memedulikan suara tawa yang ia dengar sepanjang melewati murid-murid lain yang sedang berdiri di pinggir lapangan.
"Nah, gitu dong. Kayak gitu kan gue juga jadi puas lihatnya," ledek Silvi dengan senyumnya yang melebar. Karla sampai di hadapannya dengan napas terengah-engah.
"Sil!" teriak seorang lelaki dari arah belakangnya. Melihat ada kakak kelas yang akan mendekatinya lagi, Karla sudah menyiapkan telinganya untuk mendengarkan berbagai drama yang akan disampaikan oleh mereka. "Sebagai kakak kelas sekaligus pengurus OSIS, harusnya lo ngasih contoh yang baik dan bukan memerintah bak ratu. Lo urus di tempat lain aja, awasi murid-murid baru yang lainnya."
Lelaki itu tersenyum ke arah Karla. Tanpa ia mengucapkan satu kata pun, Karla berusaha membaca kalimat yang tersirat dari senyum lelaki itu. "Tanpa lo datang, gue akan bisa menghadapi si ratu drama itu kok. Makasih. Itu kan yang mau lo dengar?" ucap Karla cuek.
"Karla!" Teriakan itu berhasil membuat Karla menengok ke arah kirinya, begitu pula dengan lelaki yang saat itu sedang ada di hadapannya. "Aku lihat kamu lari-lari tadi, kamu ngga apa-apa? Berubah dong, Kar. Coba ikuti apa yang disuruh itu ngga susah kok."
"I'm okay, Mon. Kalau cuma lari doang mah gampang," balasnya pada seseorang yang ia panggil Monic. Monica Santlea, satu-satunya sahabat sejak SMP yang juga memasuki SMA yang sama dengan Karla. Berbeda dengan Karla, Monic adalah gadis yang mudah bergaul dan seringkali bersikap genit dengan siapa pun yang menarik perhatiannya. Ia pun tak jarang menggunakan beberapa alat make up meskipun hanya pergi ke sekolah. "Itu siapa, Kar, di depan kamu?" bisik Monic.
Karla hanya menggelengkan kepalanya. "Aku mana pernah merhatiin waktu anak-anak OSIS memperkenalkan dirinya, Mon. Aku ngga tahu nama dia siapa, yang jelas ya dia anak OSIS."
"Yo!" Seseorang yang menepuk pundak lelaki itu berhasil membuatnya menoleh. "Gue nyariin lo dari tadi ternyata lo di sini. Dicari tuh sama Bu Danti katanya lo disuruh bantu rekap biodata murid baru. Tunggu ... lo lagi tebar pesona sama anak baru? Eh, gue tahu, lo kan yang tadi lari sambil nyanyi dengan suara fals kan? Parah, lo kocak abis."
Kenapa sih semua orang di sekolah ini aneh semua? Karla hanya menghela napasnya, berharap hari itu segera terlewati. Baru saja ia bertemu dengan lelaki yang berlagak seperti pahlawan kesiangan, sekarang ia dihadapkan dengan temannya yang punya hobi meledek.
"Iya, Yon. Kemarin Bu Danti udah sempat bilang tapi gue lupa ke kantornya," katanya pada Leon, sahabatnya.
Rio Zakaria. Seorang wakil ketua OSIS yang terkadang juga merangkap jabatan sebagai ketua OSIS karena sang ketua sedang menjalankan pendidikan tambahan di kota lain. Leon Janeto, sahabat Rio dari sejak pertama kali masuk sekolah. Seorang pemain basket yang punya hobi sampingan yaitu meledek orang lain.
"Rio, coba lihat temannya si cewek fals ini." Tubuh Leon mendekat ke arah Monic. "Lo mau belajar di sekolah atau fashion show? Tebal banget tuh make up."
Tak hanya Leon, Rio dan Karla pun akhirnya melirik ke arah Monic. Melihat polesan make up di wajahnya dan memang benar kalau itu terlalu berlebihan untuk anak sekolah. Sebagai wakil ketua OSIS, Rio memutuskan untuk mengambil tindakan. "Gue ngga ngerti sama anak zaman sekarang, wajah kok dibuat jadi alas lukis begini. Gue mau lo hapus make up itu dan tulis di satu lembar kertas kalau lo ngga akan dandan berlebihan lagi di sekolah."
Monic terlihat kesal dan kecewa, sedangkan Karla yang ada di sampingnya tidak berbuat apa-apa karena ia juga setuju dengan keputusan yang diambil oleh Rio. "Tapi setelah itu, aku dapat tanda tangan ya, Kak?" tanya Monic yang disambut dengan anggukan Rio.
"Sementara sahabat lo dihukum, lo mau minta tanda tangan gue juga ngga? Sebelum gue pergi nih, jarang-jarang loh gue menawarkan tanda tangan gue yang langka ini." Rio menaik-naikkan alisnya, menanti jawaban yang keluar dari mulut Karla. "Gampang kok, lo cukup bilang 'Kak Rio yang ganteng, minta tanda tangannya dong'. Gitu aja dan langsung gue kasih."
Leon yang mendengarnya langsung tertawa geli. Ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh Karla justru sangat tidak diduga. Jika gadis lain akan langsung mengucapkan hal itu dengan mudahnya, Karla malah berpikir panjang untuk mengucapkan kalimat itu untuk orang seperti Rio. "Ngga ada yang pernah muji lo ganteng ya? Sampai-sampai lo harus mengemis gitu."
Satu kalimat singkat namun membuat Rio dan Leon ternganga. Dalam sejarah hidup Rio, baru satu gadis yang berani mengucapkan hal itu. Dia adalah Karla.
🌂🌂🌂
Hai, selamat datang di cerita pertama yang akan kuupdate setiap hari. Semoga kisah Karla dan teman-temannya ini bisa menarik hati untuk dibaca terus-menerus ya❤
Thank you untuk anak-anak SUJU 2 yang udah berjuang bersama ❤❤ theeldest findiii__ Mahardhika_Ika faridusman84 batiaratama Dakota_koya pemipem Dhaaa_ Jerukland _mimohae Krisnamd rankle MiaRoseLiiii Hanchiro tines117 Fuhrervee cacings dear_trii Rhannisa_ iotario_ overthinker- dumbest024 adhymlk29 slv_shnff ItaSuke0
Thank you juga untuk Kak Ra yang mau bimbing akuuu rachmahwahyu dan semua kakak di Gen 1 NisaAtfiatmico AndiAR22 WindaZizty oktaehyun glbyvyn Icha_cutex primamutiara_ serta admin kece yang bantu sejak awal pendaftaran spoudyoo FairyGodmother3 destiianaa bawelia- nurul_cahaya
FOLLOW IG @vaniandona.story UNTUK DAPAT INFO TERBARU SEPUTAR PENERBITAN😻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top