WELCOME PRINCESS SYARIF

"Ada apa, Bang?" tanya Ali saat menjawab telepon dari Farauq.

"Li, cepet ke sini bantuin gue bawa Alya ke rumah sakit," ujar Farauq dari ujung telepon dengan nada gugup dan cemas.

"Memangnya kenapa Kaiya, Bang?" tanya Ali malas, dengan suara parau khas orang bangun tidur.

"Udah lo ke sini aja! Jangan banyak tanya!"

Sambungan terputus.

Ali melihat jam yang bertengger di dinding menunjukan pukul 2 dini hari. Dia menatap istrinya yang masih tertidur lelap tanpa sehelai benang pun yang menutupi badannya. Ali tersenyum menatap istrinya yang belakangan ini sulit mengendalikan keinginannya untuk bercinta dengannya. Mungkin karena pengaruh hormon dan usia kandungannya yang sudah menginjak bulan ke 9. Ali menarik selimut dan menutupi badan istrinya. Ia mengecup kening Prilly perlahan agar tidak membangunkannya. Saat Ali beranjak dari tempat tidur, tangannya terasa ada yang menahannya.

"Mau ke mana Daddy?" tanya Prilly dengan mata masih terpejam.

"Mau ke rumah sebelah. Tadi Bang Farauq telepon, minta bantuan buat antar ke rumah sakit," jawab Ali sambil meraih boxer yang tergeletak di lantai.

"Apa Kaiya sudah kontraksi, Honey?" tanya Prilly bangun dari tidurnya dan bersandar di kepala ranjang.

"Mungkin saja Sayang," jawab Ali sudah lengkap memakai pakaiannya.

"Aku ikut, Honey." Prilly beranjak dari ranjang dan memakai pakaiannya.

Sudah satu setengah bulan mereka pulang dari jepang. Perusahaan Ali pun saat ini sudah berjalan normal. Mereka pun lantas pergi ke rumah Farauq.

"Bang...," teriak Ali saat masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi.

"Li, cepet bukain pintu mobil," ujar Farauq yang terlihat membopong Alya dari lantai atas.

Ali segera berlari keluar dan membukakan pintu mobil. Dengan cepat Farauq masuk masih dengan Alya yang berada di gendongannya. Prilly menyusul Ali duduk di jok samping kemudi. Ali segera melajukan mobil dengan cepat tinggi, karena jalanan lengang dan sepi.

Sesampainya di rumah sakit, Farauq segera membawa Alya ke ruang bersalin. Setelah menunggu beberapa jam, dengan wajah yang tegang bercampur cemas dan khawatir Farauq menemani Alya menjalani persalinan. Prilly yang memerhatikan perjuangan Alya, ada perasaan takut dan was-was di hatinya. Dia tidak sadar meremas tangan Ali hingga terasa sakit.

"Awww... awww... Sayang. Sakit tangan aku jangan kamu remas dong," rintih Ali mengingatkan Prilly.

"Eh maaf Honey. Aku tegang. Apa sesakit itu ya ... Honey?" tanya Prilly dengan raut wajah ketakutan.

"Ya nggak tahu aku, Sayang. Aku kan nggak pernah rasain melahirkan," jawab Ali bukannya menenangkan justru membuat Prilly semakin dirasuki rasa cemas.

"Honey aku takut," rajuk Prilly bersandar pada dada Ali

"Takut kenapa, Sayang?" Ali mengelus pipi Prilly lembut.

"Aku takut melahirkan!" ujar Prilly dengan air mata yang mulai menggantung di pelupuk matanya.

Ali menghela napasnya panjang.

"Kamu nggak usah takut ya? Aku pasti akan jagain dan nemenin kamu. Kita kan bikinnya bareng-bareng, jadi kita juga berjuang bareng-bareng." Ali berusaha menenangkan hati Prilly. Ia mengelus kepala Prilly yang bersandar nyaman di dada bidangnya.

"Kamu sudah telepon Mama dan Papa belum, Honey?" tanya Prilly mengingatkan Ali.

Ali menepuk dahinya. "Oh iya. Saking paniknya sampai lupa. Aku telepon mereka dulu ya, Sayang."

Ali segera mengabari orang tuanya dan orang tua Farauq, bahwa Alya sedang menjalani persalinan.

Sudah dua jam Prilly dan Ali menunggu di depan ruang bersalin. Rasa cemas dan rasa bahagia menjadi satu. Cemas mengkhawatirkan keadaan Alya dan bayinya, bahagia akan menyambut anggota keluarga baru.

"Honey, kok lama banget sih?" Prilly merasa tidak tenang.

"Kamu tenang ya, Sayang? Jangan sampai kamu stres. Pikirkan jagoan kita ini," peringatan Ali pada Prilly dengan mengelus perutnya.

"Mama dan Papa kenapa belum datang?"

"Mereka dalam perjalanan dari Kalimantan, Sayang. Kalau orang tua Bang Farauq juga menunggu penerbangan ke Indonesia. Kamu cape?" perhatian Ali membuat Prilly lebih tenang.

"Nggak kok. Aku nggak sabar mau lihat bayinya Bang Farauq dan Kaiya. Pasti lucu Honey," ujar Prilly.

Ali hanya tersenyum manis dan mengusap kepala Prilly lembut.

Sudah empat jam berlalu, akhirnya terdengar tangisan bayi dari dalam ruang bersalin. Farauq keluar dengan keadaan yang sudah acak-acakan. Membuat Ali dan Prilly yang tadinya duduk, berdiri seketika.

"Gimana Bang keadaan Kaiya dan bayinya?" tanya Ali tidak sabar.

"Mereka baik-baik saja, Li. Bayinya sehat. Alya juga baru dibersihkan," jelas Farauq lemas.

"Terus kenapa Bang Farauq lesu? Bukannya seneng?" tanya Prilly melihat Farauq lesu dan menunduk sedari tadi.

Farauq mengangkat kepalanya menatap Ali dan Prilly yang berdiri melongo di hadapannya.

"Lo lihat wajah gue dan ini lihat lengan gue. Singa melahirkan itu lebih garang ternyata, Li! Siap-siap aja lo, Li," jelas Farauq sambil memamerkan bekas cakaran dari Alya.

Ali dan Prilly pun tertawa seketika membuat Farauq semakin kesal.

"Eh Bang! Sudah risiko. Jangan mau enaknya aja lo. Gue kayaknya juga harus bersiap mental nih, buat nunggu singa ini," ujar Ali sambil menarik Prilly mengapit kepalanya di bawah ketiaknya.

"Bapak Farauq," panggil seorang suster dari ruang persalinan.

"Iya Sus, saya," Farauq menghampiri suster itu.

"Silakah mengadani bayinya dulu. Beyinya sudah selesai dibersihkan."

"Baik Sus." Suster itu kembali masuk ke ruang persalinan.

"Gue masuk dulu ya, Li," pamit Farauq. Ali hanya mengangguk dan menepuk bahu Farauq.

Farauq masuk ke dalam sedangkan Ali dan Prilly kembali duduk menunggu sampai Alya siap dijenguk.

Kini Alya telah dipindahkan ke ruang perawatan.

"Aaaaahhhh... selamat ya Kak, nggak nyangka lo duluan yang lahiran," teriak Prilly saat memasuki ruang inap VVIP yang ditempati Alya.

"Iya. Makasih ya, Pril? Lo persiapkan diri. Mungkin nggak lama lagi lo nyusul," ujar Alya melepas pelukan Prilly dan mengelus perutnya.

Suara pintu terbuka semua yang ada di ruang itu menoleh. Terlihat suster mendorong box baby.

"Bu Alya, bayinya diberi ASI dulu ya?" perintah suster itu meletakan bayi Alya di pangkuannya.

Segera suster itu menuntun Alya untuk memberikan ASI. Prilly memerhatikan arahan suster itu dengan serius. Ali dan Farauq memerhatikan mereka dari sofa yang ada di ruang itu.

"Nah, begitu ya Bu Alya jika memberi ASI. Usahakan memberi ASI eksklusif biar ketahanan tubuh anak kuat," pesan suster itu.

"Iya, terima kasih ya, Sus," ucap Alya.

"Hay, princess Mommy," sapa Alya berusaha berkomunikasi dengan bayinya yang berjenis kelamin perempuan itu.

"Aaahhh... senengnya. Aku jadi nggak sabar pengen cepet lahirin jagoanku ini," pekik Prilly berbinar dan bahagia melihat Alya yang sedang menyusui beyinya.

Ali dan Farauq hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya melihat ketidak sabaran Prilly. Ali beranjak dari duduknya lalu berjalan menghampiri Prilly.

"Sayang, kita pulang yuk! Kamu juga harus istirahat. Sudah terang. Semalam juga kurang tidur kan kamu?" ajak Ali.

Prilly mengangguk lantas berpamitan pada Alya dan bayinya.

"Kak gue pulang dulu ya? Hay princess keluarga Syarif. Auty dan uncle pulang dulu ya?" Prilly mencium kening dan pipi bayi Alya. Dan beralih mencium kedua sisi pipi Alya.

"Kak, gue pulang dulu ya?" pamit Ali lalu mencium pipi Alya.

"Iya hati-hati. Makasih ya sudah mau nungguin gue lahiran," ucap Alya.

"Iya. Tapi besok kalo istri gue lahiran gantian ya?" balas Ali dan menarik pinggang Prilly.

"Nggak janji, sudah punya buntut," jawab Alya dipahami Ali dan Prilly.

"Bang, gue udah telepon Mama dan Papa. Mereka masih dalam perjalanan dan orang tua lo juga udah gue kabari," ujar Ali pada Farauq yang sekarang berdiri di samping ranjang rawat Alya.

"Iya. Makasih ya Li. Lo bawa mobil gue aja."

"Nggak usah Bang, kita naik taksi saja. Entar biar Bi Inah dan Pak Joko gue suruh antar pakaian lo dan Kaiya ke sini. Sekalian pakaian bayi lo," tolak Ali menepuk bahu Farauq.

"Ya sudah, kalian hati-hati. Makasih ya?" ucap Farauq.

Ali dan Prilly pun berlalu dari ruang perawatan dan kembali ke rumah mereka.

***

"Honey, mau sarapan apa?" tanya Prilly sesaat mereka sampai di rumah.

"Roti bakar aja Sayang dan susu hangat ya?" jawab Ali dan menarik kursi yang ada di mini bar.

Prilly segera membuatkan pesanan Ali dan sekalian untuk dirinya juga. Tidak lupa Prilly juga membuat susu khusus ibu hamil untuknya.

"Ini Honey." Prilly meletakan dua roti bakar di depan Ali dan mengambil dua gelas susu untuknya dan Ali.

Saat mereka sedang menikmati breakfast di meja bar, Bi Inah dan Bi Anik baru saja terlihat pulang dari pasar.

"Selamat pagi Den, Non," sapa mereka saat melihat Ali dan Prilly sedang menikmati roti bakar.

Ali dan Prilly menoleh. "Pagi juga Bi," balas mereka bersamaan.

"Bi Ina, tolong nanti siapkan baju gantinya Bang Farauq dan Kaiya ya? Tolong sekalian antarkan ke rumah bersalin Harapan Bunda. Oh ya perlengkapan bayinya jangan lupa," perintah Ali pada Bi Inah yang menurunkan belanjaannya.

"Iya Den. Non Alya sudah melahirkan? Kapan Den? Kok saya tidak tahu?" tanya Bi Inah yang memang tak tahu jika semalam Alya sudah melahirkan.

"Semalam kita bawa dia ke rumah sakit. Kalian masih pada tidur. Kita tidak mau mengganggu jam istirahat kalian. Lahirnya tadi subuh," terang Ali menjawab semua pertanyaan Bi Inah.

"Nanti minta tolong Pak Joko ya Bi, untuk mengantar. Tolong sekalian buatkan makanan buat Bang Farauq ya Bi?" sambung Prilly sopan.

"Iya Non," jawab Bi Inah patuh, sedangkan Bi Anik sudah memasukan belanjaannya ke dalam kulkas.

"Oh iya Bi, ini uang belanja bulan ini." Prilly mengambil uang dari dompetnya. "Kalau kurang bilang ya, Bi? Mungkin bulan ini banyak tamu yang datang karena sebentar lagi aku lahiran. Pasti Mama dan Papa akan menginap di sini. Apalagi Kaiya kan juga habis lahiran, mungkin saja mama dan papanya Ali juga akan menginap," jelas Prilly.

"Iya Non. Beres! Soal dapur serahkan pada Bi Inah," ucap Bi Inah percaya diri membuat Ali terkekeh dan Prilly hanya tersenyum mengacungkan kedua jempolnya di depan dada ditunjukan untuk Bi Inah.

Setelah Bi Ina menerima uang belanjaannya, ia kembali membantu Bi Anik membereskan dapur dan rumah. Ali dan Prilly masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan beristirahat.

Prilly dan Ali tidak pernah membedakan pekerjanya. Semua dianggapnya keluarga dan saling menghargai satu dengan yang lain. Karena Ali dan Prilly menyadari susahnya bekerja dan jauh dari keluarga.

###########

Yang berkenan boleh mampir di cerita baru aku. Judulnya Sea Of Love.

Oke, terima kasih untuk vote dan komentarnya. Muuuuaaaacchhh
Cium jauh dariku. 😘😘😘😚💋💋💋💋💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top