PROBLEM

Hari telah berganti beberapa minggu setelah kejadian di rumah Prilly, Ali dan Prilly terlihat semakin akrab. Itu memicu tanda tanya besar bagi sahabat-sahabat mereka. Terkadang Ali dan Prilly berangkat bersama dan terkadang pulang bersama. Hingga saat belajar kelompok di rumah Gritte, mereka membahas soal kedekatan Ali dan Prilly.

"Eh Pril, gue perhatiin lo makin hari terlihat makin akrab aja sama Ali. Kan biasanya lo jutek gitu sama dia. Terus Alinya juga dingin dan datar. Tapi, sekarang gue perhatikan kalian makin ....," kata Mila terhenti saat Gritte menyaut.

"Iya! Ada apa sih Pril? Waktu itu saja, pas di kantin, kita lagi makan, dia mau mesenin bakso dan jus buat lo. Dia juga tahu lo nggak bisa makan pedas. Waktu kita jalan bareng, lo kelihatan capek langsung tuh si Ali gandeng tangan lo, terus pas lo lupa bawa catatan, dia dengan sigap minjemin lo dan ....," sambung Gritte, belum juga selesai bicara, Prilly memutuskan pembicaraan Gritte.

"Apaan sih kalian mikirnya sampe segitunya. Gue biasa aja, gue anggep dia temen sama seperti Kevin, Dimas, Arif dan temen-temen cowok yang lainnya kok," sangkal Prilly mendustai kenyataan yang sudah terlihat nyata di depan mata sahabat-sahabatnya.

"Masa sih?" sahut Mila tak mudah percaya begitu saja.

"Iya," sahut Prilly datar dan menundukkan kepalanya, menarik napas dalam, berharap teman-temannya mau mempercayai penjelasannya.

'Walau dalam hati kecil gue ada yang aneh dan berbeda saat bersama Ali, gue ngerasa aman dan nyaman,' imbuh batin Prilly.

"Ohhh jadi lo sama Ali sudah akrab? Wah gue aja yang dari dulu deketin dia nggak bisa-bisa, nggak mudah buat dia lihat ke arah gue. Pril, lo bantuin gue dong, lo kan tahu gue ngincar sama Ali itu sejak kelas 1, dan gue sudah mengeluarkan berbagai macam cara buat deketin dia tapi tidak pernah berhasil," seru Gina.

DEG!

Seketika dada Prilly terasa sesak dan hatinya entah mengapa terasa perih dan sakit. Prilly hanya membalas senyum kepada Gina. Wajah Prilly berubah murung, kepikiran dengan kata-kata Gina tadi.

"Sudah, ini kerjain dulu aja. Malah ngobrol terus entar kita," sela Mila.

Akhirnya mereka pun menyelesaikan tugas kelompoknya hingga selesai. Saat semua sibuk merapikan buku-buku yang berserakan dia atas meja, Gina mendapat telepon, dia sedikit menjauh untuk menerima telepon itu.

"Guys, sorry, gue harus langsung pulang, sekarang. Udah ditunggu Mama, mau diajak pergi," kata Gina sedikit merasa segan harus pulang lebih awal dari teman-temannya.

Mereka yang sedang asyik menikmati camilan di atas meja, lantas menengadahkan wajahnya kepada Gina yang saat ini sedang berdiri di depan mereka.

"Oh nggak apa-apa Gin. Lo pulang aja dulu," sahut Gritte sebagai tuan rumah.

Gina tersenyum sungkan, tapi mau bagaimana lagi? Mamanya sudah menunggu di rumah. Dia mengambil tasnya, lalu berpamitan, mencium pipi teman-temannya satu per satu.

"Gue pulang duluan ya?" pamit Gina melambaikan tangan dan berlalu keluar dari rumah Gritte.

Selepas Gina pergi, handphone prilly berdering menandakan pesan masuk. Prilly melihat dan membuka notif pesan dalam iphone-nya.

Lo ada di mana Pril?

Prilly tersenyum simpul membuat Mila dan Gritte saling pandang dengan tatapan seakan bertanya 'ada apa dengan Prilly?' Mereka hanya bisa mengangkat bahunya tanda tak mengerti.

Gue lagi di rumah Gritte. Habis belajar kelompok. Ada apa?

Setelah membalas, tak seperti biasanya, Prilly masih menggenggam handphone-nya, seakan sedang menunggu balasan. Benar saja, tak berapa lama, balasan pun datang.

Gue jemput ya? Gue baru saja pulang latihan futsal.

Prilly menarik napasnya dalam, hatinya kini tak bisa lepas dan los seperti biasanya. Setelah mendengar ucapan Gina tadi, pikiran Prilly menjadi kalut. Hatinya bingung, haruskah Prilly egois menjadi seorang teman?

Ohhhh. Nggak usah, lo capek habis latihan. Entar gue suruh jemput supir saja lah.

Sms Prilly tak dijawab Ali lagi. Terdengar ketokan pintu, Gritte langsung saja membukakan pintu.

"Eh lo Vin, masuk dulu yuk? Mila sudah dari tadi nungguin lo," ajak Gritte selaku tuan rumah.

"Oke." Kevin masuk ke dalam rumah, lalu menghampiri Mila.

"Maaf sayang, aku tadi kena macet. Maaf sudah bikin kamu nungguin aku," sesal Kevin dan menjelaskan alasannya terlambat menjemput Mila.

"Iya sayang, nggak apa-apa. Yang penting kamu baik-baik saja," tungkas Mila penuh perhatian.

"Pacar aku perhatian banget sih, jadi gemes nih?" puji Kevin sambil menggemes pipi chubby Mila.

"Aduh sakit sayang," rintih Mila mengelus pipinya dan bersikap manja kepada Kevin.

Prilly dan Gritte ikut bahagia melihat pasangan itu yang selalu saja bersikap manis di depan mereka. Hampir, mereka tak pernah melihat keributan serius di antara pasangan sejoli itu.

"Iya maaf sayang, sudah pulang yuk! Keburu malam," ajak Kevin penuh perhatian mengambil tas Mila dan membawakannya.

"Ayokkk!" sahut Mila meningkatkan tangannya di lengan Kevin.

"Te, Pril, kita pulang dulu ya? Makasih dah jagain my engel," ucap Kevin dengan cengiran kepada Gritte dan Mila.

Mila semakin bergelayut manja mendengar panggilan sayang dari kekasihnya. Harinya bahagia, Kevin selalu bisa membuat hatinya senang.

"Iye!" jawab Prilly dan Gritte bersama.

"Gue duluan ya?" Mila mencium Prilly dan Gritte bergantian.

Akhirnya Kevin dan Mila pun berlalu dari rumah Gritte. Kini tinggal Prilly yang belum pulang.

"Lo gimana pulangnya Pril?" tanya Gritte mencemaskan Prilly.

Soalnya, Gritte sendiri belum diizinkan mengendarai mobil sendiri, meskipun sebenarnya dia sudah bisa.

"Gue udah telepone Mang Anjar buat jemput gue ke sini. Palingan juga sudah di jalan sekarang," jawab Prilly.

Tak lama suara klakson mobil terdengar di depan rumah Gritte.

"Nah! Itu Mang Anjar sudah jemput. Gue duluan ya?" pamit Prilly sambil mencium pipi Gritte.

Gritte pun mengantar Prilly sampai di depan pintu.

"Hati-hati di jalan," pesan Gritte saat Prilly sudah sampai di terasnya, dan dia pun melambaikan tangan kepada Gritte.

Prilly keluar dari pekarangan rumah Gritte, sesampainya di depan gerbang rumah Gritte, Prilly terkejut melihat mobil BMW merah yang terparkir. Ali yang ada di dalam mobil, membukakan pintu buat Prilly dari dalam.

"Ayo masuk Pril!" titah Ali dengan senyuman termanisnya.

Ali yang masih mengenakan singlet dan celana pendek, menunjukan bahwa dirinya sehabis latihan futsal dan belum sempat menggantinya. Prilly diam, terpaku hanya menatap Ali kagum.

"Pril! Kok malah bengong. Lo mau pulang apa mau berdiri saja di situ?" tanya Ali yang menyadarkan lamunan Prilly.

"Iya Li, kok lo ada di sini sih?" tanya Prilly yang masih belum percaya Ali ada di hadapannya dan menjemputnya saat ini.

Ali menggelengkan kepalanya dan menarik napas dalam. Apa Prilly lupa? Pikirnya.

"Gue tadi kan sudah sms lo. Pulang dari latihan sekalian jemput lo," jawab Ali mengingatkan Prilly.

"Nggak ngerepotin lo nih Li?" tanya Prilly ragu, yang masih saja berdiri di samping mobil Ali.

"Nggaklah Pril, lo biasa saja sama gue," ujar Ali tersenyum manis pada Prilly.

Akhirnya, Prilly pun masuk ke dalam mobil Ali. Lantas, Ali melajukan mobilnya untuk mengantar Prilly pulang ke rumahnya.

Sampainya di depan rumah, Prilly turun dari mobil Ali. Tidak lupa Prilly mengucapkan terima kasih. Setelah mobil Ali berlalu meninggalkan rumah Prilly,  dia segera masuk ke dalam rumah dan Prilly langsung ke kamarnya. Rumah terasa sepi karena mama dan papanya sudah kembali bekerja. Sedangkan Raja, mungkin ada di dalam kamarnya.

Selesai Prilly membersihkan diri, lalu dia menuju meja belajar. Saat Prilly sedang asyik membaca buku, terdengan handphone-nya begetar menandakan sms masuk. Prilly langsung mengambil iphone-nya yang ada di samping tangannya dan membuka sms itu.

Hay, Pril, lagi ngapain lo?"

Isi pesan Gina yang terlihat sekali basa-basinya. Seperti biasa, Prilly langsung menjawab pesan dari salah satu sahabatnya itu.

Lagi baca buku pelajarannya Bu Shela. Ada apa Gin?

Perasaan Prilly tiba-tiba merasa tidak enak dan entah mengapa pikirannya teringat lagi perkataan Gina tadi saat di rumah Gritte. Jujur saja, di dalam hati Prilly, ada rasa tak rela.

Pril, gue mau minta bantuan lo. Lo tahu kan gue suka sama Ali udah lama. Lo bantuin gue buat bisa deket sama Ali. Please? Bantu sahabat lo ini yang sudah tergila-gila sama Ali.

Prilly yang membaca sms Gina merasa kaget dan tidak tahu harus menjawab apa. Seketika Prilly menangis dan hatinya terasa tersayat-sayat, sakit yang luar biasa. Layar flat yang memperlihatkan sms dari gina jelas dibacanya.

"Ya Allah apa yang harus aku lakukan sekarang? Kenapa ini terasa sakit? Sahabatku menyukai Ali. Dan kenapa seakan hatiku tak rela. Ada apa ini? Ada apa dengan perasaanku ini?" lirih Prilly sambil merenung di meja belajarnya dengan air mata yang entah mengapa keluar begitu saja tanpa bisa tertahankan.

Prilly beranjak dari tempat duduknya, dengan gontai ia berjalan dan membaringkan badannya di atas Queen size-nya. Dengan perasaan yang ia tidak mengerti dan air mata selalu mengalir, tidak terasa ia pun lelap tertidur karena merasa lelah menangis.

***

Paginya di dalam kelas, Prilly terlihat diam duduk di depan Ali. Ali yang menyadarinya langsung menghampiri dan duduk di sebelahnya.

"Pril, lo kenapa diem aja dari tadi?" tanya Ali penuh perhatian.

Memang sedari tadi Ali sudah memperhatikan Prilly. Hari ini dia tampak berbeda, dia terlihat murung dan lemas, seperti orang yang tidak bersemangat.

"Nggak apa-apa kok Li, lagi ngerasa nggak enak badan aja," jawab Prilly lemas.

Tak hanya badan yang ia rasakan sakit, namun hantinya lebih parah lagi.

"Lo sakit Pril?" tanya Ali tampak khawatir meletakkan tangannya di dahi Prilly.

Prilly tak menjawab pertanyaan Ali. Dia sandarkan kepalanya pada tembok kelas yang berada di sampingnya. Entah apa yang ia pikirkan, Ali bangun memperhatikan Prilly, tanpa berucap, dia pun berlalu ke luar begitu saja. Tidak berapa lama Ali kembali membawa roti dan teh hangat, ia berikan kepada Prilly.

"Ini Pril, lo makan dulu, entar tambah sakit lagi," bujuk Ali penuh perhatian.

Semakin sakit batin Prilly saat Ali memperlakukannya seperti ini. Prilly menatap Ali nanar, hatinya berat untuk melepaskan Ali, tapi jika dia nekat menuruti hatinya, Prilly takut persahabatannya dengan Gina akan hancur.

"Makasih Li." Prilly menerima roti dan teh dari Ali, dia pun hanya membalas senyuman terbaiknya.

Ali kembali duduk di belakang Prilly.
Mila, Kevin, Gritte, Arif, Dimas dan Gina baru saja masuk ke dalam kelas.

"Bro lo nggak makan?" tanya Dimas kepada Ali sambil menepuk bahunya.

Ali melirik Prilly, rasa mencemaskan gadis itu memenuhi rongga hatinya saat ini. Ingin rasanya dia memberikan sandaran, agar Prilly beristirahat di bahunya. Meletakkan beban sesaat dan berbagi padanya. Namun apa daya, Ali tak memiliki keberanian untuk saat ini.

"Sudah tadi," jawab Ali singkat masih terus melirik Prilly.

"Pril, lo kenapa? Kok lemes?" tanya Gina dengan wajah khawatir memegangi dahinya karena wajah Prilly terlihat pucat.

"Gue nggak apa-apa kok Gin, cuma sedikit nggak enak badan aja," jawab Prilly lirih menurunkan kepalanya di atas meja.

Kepalanya sekarang benar-benar merasa pusing. Berbagai macam pikiran memenuhi otaknya. Rasa sedih yang menyelimuti hatinya, semakin membuat tubuhnya lemas tak berdaya. Ditambah lagi, kata-kata Gina yang terus mengusik bayangnya.

"Serius lo nggak kenapa-napa, Pril? Lo pucet gitu, masih aja bilang nggak apa-apa?" tanya Mila memastikan, ikut menyentuh dahi Prilly. Prilly hanya menggeleng lemas.

"Itu roti dan tehnya dimakan dulu Pril, nggak biasanya lo bawa bekel begitu," tukas Gritte sambil membukan bungkus roti dan tutup cup teh yang ada di depan Prilly.

Prilly tidak punya selera makan, dia hanya diam merasakan lemas pada tubuhnya. Rasa lunglai dan pusing di kepalanya.

"Pril, dimakan dulu tuh, apa lo mau pulang saja?" tawar Kevin mengkhawatirkan kondisi Prilly.

"Iya Pril mending lo pulang deh, daripada lo entar pingsan di sini. Entar kita izinin sama guru deh," bujuk Arif yang ikut tak tega melihat sahabat kekasihnya seperti itu.

Prilly pun menuruti saran sahabat-sahabatnya. Dia segera merapikan bukunya dan ketika Prilly beranjak dari duduknya, Ali pun ikut beranjak dari tempat duduknya.

"Biar gue yang antar dia," seru Ali seraya merapikan bukunya.

Semuanya terkejut memandang Ali, begitu juga Prilly. Padahal sedari tadi mereka melihat Ali duduk diam di kursinya, seperti tak peduli kepada Prilly. Tapi, kini, tiba-tiba dia yang mau mengantarnya pulang. Tak mempedulikan tatapan aneh teman-temannya, Ali pun memapah Prilly ke luar kelas.

Di saat perjalan menuju ke rumah Prilly, mereka hanya terdiam. Suasana di dalam mobil menjadi hening, Prilly terus menunduk bingung untuk berbicara. Namun dia harus mengatakan ini, sebelum semua terlambat.

"Pril, lo kenapa sih?" tanya Ali yang memecahkan keheningan diantara mereka.

Ali mengelus kepala Prilly lembut dan penuh perhatian. Rasa di hatinya semakin kuat seiring perjalanannya waktu. Namun janjinya dengan seseorang, tak mungkin mengikat Prilly untuk saat ini.

"Li, gue boleh minta tolong sama lo?" tanya Prilly yang akhirnya membuka suara.

"Apa Pril?" sahut Ali yang masih tenang dan sabar.

Prilly memainkan ujung bajunya, dia bingung harus berbicara dari mana. Akhirnya dia pun menarik napasnya dalam, mengumpulkan keberanian, untuk mengatakan kepada Ali, meski diiringi sakit hati bahkan air matanya.

"Li, Gina suka sama lo. Dia minta gue buat bisa deketin lo sama dia. Gue nggak tahu Li, apa yang harus gue lakuin. Gina sahabat gue, tapi gue juga bingung dengan perasaan gue. Gue bingung Li!!!" ucap Prilly sekali tarikan napas dengan nada bergetar.

Hatinya merasa sakit saat melontarkan kata itu pada Ali. Hatinya seperti diremas-remas sungguh sangat hancur.

Ali yang mendadak membanting setir hingga mobilnya berbelok ke pinggir jalan dan kakinya mengerem mendadak hingga mobil berhenti seketika. Mata tajamnya langsung melihat Prilly yang sudah menangis sesegukan di sampingnya. Ali melihat Prilly dengan mata tak percaya dengan cepat tangannya menghapus air mata Prilly.

########

Nah looooh, apa yang terjadi? Prilly, bikin hati aku deg-degan. Walaupun cerita lama, setelah diperbaiki, lumayan bisa dibacalah, daripada yang dulu. Hihihihi

Terima kasih vote dan komentarnya ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top