KUMAN
Ali POV
Sejak kejadian di mal dua hari lalu Prilly semakin posesif padaku. Aku lebih suka dia yang seperti itu. Jadi aku merasakan jika dia tidak ingin kehilanganku. Seperti aku yang selama ini posesif padanya karena aku juga tidak ingin kehilangan dia. Aku sudah menjelaskan semuanya tentang Nadia, wanita tidak tahu malu dan tidak tahu diri itu. Jika membunuh tidak berdosa dan tidak ada hukumannya, ketika melihat rasanya ingin aku bunuh kuman itu. Dimas membantuku saat menjelaskan pada Prilly. Kalian tahu wanita lemah lembut itu jika sedang marah lebih menakutkan.
Jangan kalian pikir jika istriku tercinta itu saat marah seperti wanita lain yang alay dan menangis-nangis glosoran di lantai. Oh tidak berlaku untuk dia. Kalian tahu kenapa dia menjadi wanita yang tangguh dan kuat? Hai kalian jangan salah! Walau tubuh istriku mungil tapi dia itu kecil-kecil cabe rawit. Tahukan kalian maksudku? Saat dulu di BP2IP dia dididik semi militer, so... dia tidak akan takut menghadapi lawannya. Lautan dan samudra saja dia bisa lawan. Apalagi cuma kuman yang pengganggu. Intinya adalah saling percaya.
"Selamat pagi, Mom?" sapaku melihat istri cantikku menyiapkan sarapan. Aku cium pelipis dan bibirnya singkat. "Morning kiss," kataku dan langsung duduk di kursi.
"Zie belum bangun ya?" tanya dia sembari mengambilkanku roti gandum dan mengolesinya dengan selai.
"Belum, masih ngantuk kali, Mom. Biarkan saja dia, semalam kan tidurnya juga larut malam."
Memang jagoanku itu semalam tidur jam 2 dini hari. Gara-gara tidak tidur siang karena keasyikan bermain dengan Fina. Jam 5 sore baru tidur bangun lagi jam 9 malam. Alhasil aku dan mommy-nya menemani dia bergadang hingga dini hari.
"Ya. Mungkin dia juga sedang tidak enak badan, Dad." Aku berhenti mengunyah dan menatapnya dengan tatapan yang sedikit khawatir pada jagoanku itu.
"Please Dad, biasa saja menatapku. Wajar kok setiap perkembangan balita, dia akan merasa tidak enak badan dan kadang suhu badannya naik. Seperti demam, tapi Daddy tenang saja, gigi dia akan tumbuh kok Dad," jelasnya. Aku menghela napas lega dan menyuapkan rotiku lagi.
"Bagaimana dengan Nadia, Dad? Masih mengganggumu?" Tiba-tiba Prilly menanyakan soal kuman itu. Mood-ku jadi hilang seketika jika mengingatnya.
"Ya Mom, dia masih sering menggangguku. Dia semakin menggila, dengan beraninya kemarin datang ke kantor untuk mengajakku makan siang," jawabku lesu.
Aku selalu terbuka dengan istriku dalam hal apa pun. Karena itu penting bagiku. Apalagi soal kuman yang mengancam rumah tanggaku. Aku tidak akan biarkan dia mengotori rumah tanggaku. Dia harusnya secepat mungkin dibasmi.
Dia tersenyum sinis mendengar jawabanku.
"Aku semakin yakin jika aku ini tidak salah memilih lelaki." Aku mengerutkan dahiku mendengar istriku bicara.
"Kenapa kamu bicaranya seperti itu?"
"Iya dong Dad, wanita lain saja sampai teropsesi banget dan berani melakukan hal konyol untuk mendapatkanmu. Berarti baginya tidak ada lelaki lain di dunia ini yang lebih baik darimu. Aku justru bangga denganmu. Tanpa kamu tebar pesona dengan wanita-wanita, mereka sendiri yang terpesona denganmu," jawab Prilly santai sambil memasukan roti ke dalam mulutnya.
Inilah salah satu yang aku suka dari istriku. Dia tidak pernah menjatuhkan harga diriku di depan orang. Dia menjujung tinggi martabat keluarga. Aku bangga dengannya.
"Makasih ya Mom, sudah mempercayaiku," ucapku mengelus pipinya.
Ini memang hal sepele dapat dipercaya itu bagiku beban yang berat. Karena apa? Jika kalian sudah dipercaya dengan orang lain apalagi istri sendiri jangan sekali-kali kalian mengecewakan kepercayaannya. Kertas saja setelah diremas tidak akan kembali seperti semula. Kertas itu akan kusam dan berantakan bentuknya. Gelas yang sudah pecah jika dirangkai mungkin saja bisa tapi tidak akan seperti semula dan kegunaannya pun tak semaksimal seperti semula.
"Aku tahu Dad, kamu tidak akan menghianati janjimu sendiri. Tapi kamu laki-laki normal. Jika si gitar spanyol itu setiap saat mendekati dan menggodamu, aku takut kamu akan tergoda," ujar Prilly dengan nada yang H2C Harap harap cemas.
"Sayang, sekalipun dia telanjang di depanku pun, juniorku tidak akan tegang. Yang membuat juniorku tegang cuma kamu. Justru aku jijik melihatnya, pakaian yang super mini hingga dua bolanya menyembul. Seperti tidak punya harga diri saja sebagai wanita," cercaku jijik mengingat kuman itu.
Memang adanya seperti itu. Aku memang risih jika kuman itu mendekatiku.
"Ya sudah aku berangkat dulu ke kantor." Aku beranjak dari tempat dudukku. Mengambil jas yang sedari tadi kugantung disandaran kursi.
Prilly menghampiriku merapikan penampilanku tak lupa kegiatan wajibnya memasangkan dasi untukku. Aku menatap wajahnya lekat, tatapanku melihat bibir tipisnya yang selalu memberiku senyuman. Aku mendekatkan wajahku padanya. Aku rasakan hembusan hangat dari napasnya di permukaan wajahku. Aku dekati bibir yang selalu menggoda imanku itu. Aku rasakan juniorku sudah mengeras saat ini. Aku cium bibirnya berkali-kali lalu, kulumat dengan lembut bibir yang kurasakan strawberry dari lipsglos yang selalu ia pakai untuk melembabkan bibirnya.
Dia membalas lumatanku, kurasakan sesuatu menjalar dari tubuhku. Darahku berdesir, seluruh tubuhku merinding. Prilly semakin menekan tengkukku agar ciuman kita semakin dalam. Aku masukan lidahku agar dapat kujelajahi rongga mulutnya. Lidahku dan lidahnya bertautan. Decapan menguasai ruang makan pagi ini. Aku turunkan ciumanku di leher jenjangnya. Aku dengar istriku mendesah. Kuselusupkan tanganku di balik kausnya, aku menangkap dua gundukan kenyal dan kuremas perlahan agar ASI di dalamnya tidak tumpah. Dia semakin mendesah nikmat hingga api gairahku semakin terbakar.
"Dad... aaahhhh... ka..kamu... ha...harus ngantor," ucapnya terbata saat aku sudah mencumbu di dada.Tangannya masih meremas rambut belakangku.
"Aku tidak terlalu sibuk hari ini Mom," jawabku disela cumbuan.
Sepertinya juniorku pagi ini sudah ingin memasuki liangnya. Aku tidak dapat menahannya lagi. Aku rasakan kepalaku semakin berat. Aku angkat istriku masuk ke dalam kamar tanpa melepas ciuman panas kami. Aku rebahkan dia di ranjang dan segera aku tindih tubuh mungilnya. Aku membantunya melepas pakaiannya dan dia melepas pakaianku yang tadinya sudah rapi. Lalu aku satukan milikku dan miliknya. Aku mulai bergerak dengan pelan agar menikmati making love pagi ini.
Aku lirik box baby di sebelah ranjang kami. Kulihat Zie masih pulas dengan mimpi indahnya. Aku mempercepat permainanku sambil sesekali melirik ke arah Zie dan aku ciumi bibir Prilly untuk meredakan erangan dan desahannya agar tidak mengganggu tidur Zie. Aku merasakan sesuatu dalam tubuhku akan keluar.
"Mom, a...aku... udah... ma...mau sampai," ucapku dengan nafsu yang sudah memuncak.
"Keluarkan bersama, Dad." Aku cuma mengangguk dan melihat mata sayunya.
Aku yakin istriku sudah ingin melepaskannya juga. Aku percepat tempo goyangan panggulku maju mundur tampan ini. Saat sudah kurasa juniorku semakin menegang di dalam sana, aku lepaskan spermaku dalam rahim dia. Aku tak khawatir jika dia hamil lagi. Walau dia sudah meminum pil KB, kalau Allah sudah ingin menitipkan anggarannya lagi justru aku bahagia.
Tapi, aku juga belum tega melihat Zie yang masih butuh perhatian penuh dari kami. Jika harus memiliki Adik terlalu cepat. Maka dari itu kami merencanakan agar Prilly untuk KB dulu. Agar Zie tidak merasa kekurangan perhatian dan kasih sayang dari kami. Aku cium kening Prilly lalu tersenyum manis padanya.
"Cabut juniormu Dad, sebelum Zie bangun melihat kita seperti ini. Kamu tidak akan memberi tontonan yang tidak pantaskan untuknya?" ujar dia dengsn peluh membasahi wajahnya.
Aku segera mencabutnya dari dalam istriku. Segera aku berguling di sampingnya dan mengatur napasku yang masih tersengal. Saat aku memejamkan mata tiba-tiba aku dengar Zie menangis. Kebiasaannya bangun tidur, aku lalu mencari boxer yang dilempar Prilly di lantai. Sedangkan Prilly buru-buru melilitkan selimut tipis untuk menutupi tubuh polosnya. Aku hampiri Zie setelah aku pakai boxer dan mengangkatnya pindah ke ranjang.
"Jagoan Daddy, sudah bangun nih, Mom." Aku turunkan Zie yang masih menangis dipangkuan Prilly.
"Sini sayang. Cup, cup, cup, Zie mau nenen ya? Ini sayang." Prilly melonggarkan selimut yang melilitnya untuk mengeluarkan payudara kananya.
Dengan cepat Zie melahap puting Prilly. Sedangkan tangan kiri Zie memegang payudara kiri Prilly, seakan itu hanya miliknya dan tidak ada orang yang boleh memintanya.
Aku tersenyum melihat Zie yang menikmati nenennya. Kuusap kepalanya lembut dan aku baru teringat sesuatu.
"Sayang, Fina kok belum diantar ke sini dan dari tadi aku juga nggak lihat Mama ada di rumah, ke mana mereka?" tanyaku penasaran.
Prilly mendongak melihatku.
"Mama semalam tidur di rumah Kaiya. Katanya kemaren Fina mau diajak Mama dan Kaiya jalan-jalan," jawabnya, aku hanya menjawab dengan mengangguk.
Aku melihat jam di dinding kamar menunjukan pukul 10.00 WIB. Sudah sangat terlambat jika aku ke kantor. Tapi aku harus ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku paling tidak suka jika menimbun pekerjaan dimeja kerjaku.
"Sayang, aku ke kantor boleh?" Aku meminta izin pada istri tercintaku.
"Ya boleh dong, Honey. Harusnya saat ini kamu sudah kerja di kantor."
"Tapi ada kerjaan yang lebih penting tadi pagi," ujarku menatap Prilly yang mengerutkan dahinya ke arahku.
Aku mengulum senyumku. Aku dekatkan bibirku di telinganya dan berbisik pelan padanya, "Bekerja denganmu walau mengeluarkan tenaga dan keringat lebih penting dan nikmat."
Aku lihat pipinya sudah memerah dan dia tersipu malu membuatku gemas. Aku tertawa keras dan Zie melepas nenennya dan ikut tertawa walau dia tidak tahu apa yang aku tertawakan. Aku dan Prilly samakin tertawa hingga terpingkal melihat Zie.
***
Author POV
Siang ini Ali sudah berada di kantor. Saat ia sedang sibuk mengecek beberapa berkas di mejanya tiba-tiba pintu ruangan Ali terketuk.
Tuk tuk tuk
"Masuk!" sahut Ali dari dalam.
"Maaf Pak, ada yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap Fani sebagai sekretaris Ali.
"Siapa Fan?" tanya Ali tanpa melihat Fani yang masih diambang pintu.
"I...itu Pak, Non...." Belum Fani menyelesaikan ucapannya tiba-tiba Nadia muncul dan menerobos masuk ke dalam.
"Halo Beb...?" Nadia berjalan menghampiri Ali yang masih sibuk menatap laptopnya. Ali sama sekali tak menghiraukan kehadiran Nadia
"Beb, kamu sudah makan siang? Aku ke sini sengaja ingin mengajakmu makan siang bersama," rayu Nadia sudah mendekati dan duduk di meja depan Ali.
Ali mendengus kesal apalagi melihat pakaian Nadia yang amat kurang bahan itu membuat Ali merasa jijik.
"Gue sudah makan siang!" tolak Ali datar dan menunjukan ketidak sukaan. "Fani kamu boleh kembali ke ruangan. Jangan ditutup pintunya," perintah Ali pada sekretarisnya itu.
"Baik Pak, permisi," pamit Fani tanpa menutup pintu seperti perintah Ali.
Itu Ali lakukan setiap kali Nadia datang ke kantornya. Padahal dari luar banyak karyawannya dapat melihat dengan jelas ruangan big boss-nya itu. Tanpa ada rasa malu dengan orang-orang yang menatapnya murahan, Nadia tetap saja merayu dan tidak jera menggoda Ali. Padahal Ali sudah sering membentak dan mengusirnya berulang kali. Namun bukannya takut justru dia semakin liar dan menjadi.
Dengan lancang dia duduk di pangkuan Ali dan menarik tengkuk Ali. Ali meronta dan berusaha melepas dan menjauhkan Nadia dari pangkuannya. Namun bukannya melepas Nadia justru menekan dan memaksa untuk mencium Ali.
"Nadia hentikan! Lo sudah GILA!" bentak Ali sambil meronta.
"Iya Beb, gue memang sudah gila karena lo. Lo tahu dari dulu gue mencintai lo dan menginginkan lo," ujar Nadia semakin memaksa Ali untuk diciumnya.
"Tapi gue tidak!!!! Gue sudah punya istri dan anak. Tolong lepasin gue!" ucap Ali tetap masih berontak.
Karyawan Ali yang berada di luar hanya melihat big boss-nya dipermalukan seperti itu. Fani yang geram dan risih melihat itu, dia berinisiatif untuk keruangan Dimas. Fani dengan tergesa-gesa berlari ke ruangan Dimas.
"Pak Dimas!" seru Fani setelah membuka pintu ruangan Dimas dengan lancang.
Dimas yang saat itu sedang makan siang dengan ditemani Gina terkejut hingga tersedak.
"Uhuk, uhuk, uhuk, FANI!" geram Dimas menatap tajam Fani.
Gina menyodorkan minum untuk suaminya itu.
"Yang, ini diminum dulu." Tangan Gina sambil mengelus punggung Dimas.
Saat Dimas sedang meminum air putih, Fani masih bernapas tersengal-sengal dan berdiri di ambang pintu.
"Maaf Pak, tapi ini gawat. Pak Ali mau diperkosa!" Seketika Dimas menyemburkan air yang sedang ia tenggak. "Sekarang Pak Ali sedang menjadi tontonan para karyawan. Saya malu, Pak," timpal Fani mengadu pada Dimas.
Dimas sudah tahu siapa yang membuat ulah hingga senekad itu. Dengan wajah yang sudah merah dan rahang yang keras Dimas berlari meninggalkan Gina dan Fani yang masih di tempat. Fani dan Gina saling pandang dan dengan cepat menyusul Dimas.
"Sebenarnya ada apa sih, Fani?" tanya Gina saat mereka sedang berlari kecil menuju ruang Ali.
"Maaf Bu Gina, lebih baik Ibu lihat sendiri. Saya malu jika melihatnya."
Sedangkan Dimas sudah sampai di depan ruang Ali. Banyak karyawan yang melihat tanpa berani berbuat apa pun untuk menolong big boss-nya itu. Dimas dengan cepat masuk dan kaget dengan pemandangan yang ada di depannya. Gina dan Fani juga baru sampai. Gina terkejut dan menutup mulutnya. Emosinya seketika naik melihat suami dari sahabatnya itu. Dengan posisi Nadia duduk mengangkang mengunci tubuh Ali hingga rok span mininya terangkat tinggi melihatkan paha putih dan mulusnya.
Nadia memaksa dan berusaha mencumbu leher Ali. Ali sekuat tenaga berontak namun dengan badannya yang ditindih Nadia membuat Ali susah bergerak. Dengan geram dan emosi Dimas menarik Nadia dari pangkuan Ali. Gina mendekat dan menampar keras pipi Nadia.
"Dasar wanita jalang! Tidak tahu malu! Menggoda suami orang!" umpat Gina geram dengan tatapan tajam.
Tanpa ada rasa takut Nadia menghampiri Gina dan mengangkat tangannya keudara siap untuk membalas tamparan Gina. Saat tangan Nadia hampir sampai di pipi Gina dengan cepat Dimas nenepis kasar tangan Nadia. Ali yang masih shock hanya dapat diam di tempat duduk menerawang mengingat Prilly dan Zie. Dia merasa jijik atas sentuhan yang diberikan Nadia. Matanya memerah dan rahangnya mengeras. Dia merasa bersalah pada Prilly dan Zie.
"Lo keluar dari sini atau gue panggilin polisi!!!" bentak Dimas pada Nadia.
Nadia berjalan santai menghampiri Ali yang masih duduk dengan tatapan kosong, mengambil tas kecil selempangan dan mencium singkat pipinya.
"Aku pulang dulu ya, Beb. Besok aku akan datang lagi," ucap nadia dibuat suara seksi. Ali tetap diam menatap kosong ke arah depan.
Dimas dengan kasar menarik tangan Nadia. "Keluar lo wanita jalang!"
"Gue nggak akan pernah menyerah untuk mendapatkan Ali," ucap Nadia sebelum keluar dari ruang Ali.
#######
Ckckck....
Nadia sungguh memalukan.
Makasih ya untuk vote dan komentarnya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top