3
"Duduk Refi, mama ingin bicara!"
Suara Atirah terdengar marah. Refian yang baru datang dari kantor terlihat kaget, ia duduk setelah melepas jasnya dan meletakkan di salah satu kursi yang ada di ruang makan, lalu ia duduk tak jauh dari mamanya.
"Ada apa? Kenapa Mama terlihat marah? Apa Hanny berhasil membuat Mama juga menuduh aku yang bukan-bukan?"
Atirah mengembuskan napas, ia masih terlihat menatap tajam mata Refian yang baru saja duduk tepat di depannya.
"Aku bukan terpengaruh dia, tapi iba pada anak cantik itu, meski dia sama kayak kamu, belum bisa benar-benar cinta tapi dia masih mau berusaha, tidak berbagi hati pada yang lain, lah kamu? Malah menyukai yang lain dan yang bikin Mama kaget kamu suka sama keponakanmu sendiri, betul begitu?" Atirah sebenarnya tak yakin jika Refian suka pada Luna tapi jika ingat pada cerita Hanny tadi, ia jadi mencoba bertanya pada Refian dengan cara meyakinkan diri jika Refian suka pada cucunya. Terlihat Refian yang kaget tapi bisa mengendalikan diri.
"Ma, aku bukan anak mama secara biologis, aku anak yang beruntung dibesarkan oleh keluarga ini, jadi jika aku menyukai Luna apa aku salah? Aku bukan tidak berusaha untuk mencintai Hanny, mati-matian aku berusaha menyukai dia tapi kesibukan dia dan kesibukanku jadi membuat kami semakin sulit menyatukan hati, dan saat lelah mendera, di rumah aku temukan wajah Luna yang mendamaikan apa aku salah, Ma? Aku akui, aku menyukai Luna bahkan mungkin mencintainya, lalu di mana letak kesalahanku Ma?"
Atirah benar-benar kaget, ia tak mengira jika jawaban Refian membenarkan apa yang ia tanya.
"Kamu sadar yang kamu ucapkan Refi? Dia keponakanmu yang kau lihat sejak kecil meski tidak ada hubungan darah apakah hubungan keluarga tak bisa menghapus rasa sukamu padanya?"
Refian mengembuskan napas berat, ia menunduk sejenak lalu menatap wajah mamanya yang masih marah.
"Sekali lagi apa aku salah jika aku mencintainya Ma?"
"Apa kata orang? Kau menikahi keponakanmu sendiri, jika memang suatu saat terjadi pernikahan antara kamu dan Luna, ini akan jadi gosip yang aneh." Suara Atirah menjadi agak nyaring.
"Apa kita akan selamanya peduli pada omongan orang sementara kita hidup dengan usaha kita dan jerih payah kita sendiri? Kita tak menyakiti mereka, lalu apa yang kita khawatirkan pada omongan mereka?"
Atirah menggeleng menatap mata Refian.
"Kita hidup bermasyarakat anakku, bukan begitu caranya hidup di masyarakat."
"Aku nggak peduli Ma, aku mencintai Luna dan akan mengatakan langsung pada Kakak Dania dan Kak Atalla saat Luna juga mencintaiku entah itu kapan, jadi aku mohon pada Mama jangan sampai Luna tahu jika aku mencintainya, aku tak mau dia jauh dari aku hanya karena aku mencintainya, biar dia tahu dan merasakan sendiri dengan cara yang wajar."
"Kamu sadar jarak usia yang jauh? Kau 34 dan dia 16 tahun? Jarak terlalu jauh juga nggak baik, akan terjadi banyak gesekan karena perbedaan pemikiran."
"Pernikahan kan memadukan dua pendapat yang berbeda, bukan menyatukan kan Ma? Kalo menyatukan sampe kapan pun nggak akan mungkin satu."
Atirah mendengkus pelan.
"Tidak semudah yang kamu bayangkan Refi, mama sudah menjalaninya puluhan tahun dengan jarak usia yang tidak terlalu jauh dengan almarhum papamu saja banyak terjadi gesekan apa lagi dengan jarak usia 18 tahun."
Refian menggenggam tangan Atirah dengan tatapan memohon.
"Restui aku Ma, aku akan menjaganya sepanjang hidupku."
.
.
.
"Om, antarkan aku ke rumah Danil."
Refian yang baru saja selesai mandi agak kaget saat tiba-tiba saja Luna masuk ke kamarnya, tidak biasanya. Untung ia menggunakan celana pendek meski belum menggunakan baju.
"Udah dibilangin, ketok pintu dulu! Masuk sembarangan kalo Om nggak pake baju gimana?"
Luna hanya tertawa sejenak.
"Alah paling ya kayak yang di YouTube itu, kelihatan itunya."
Refian mengernyitkan keningnya dan menarik Luna duduk di dekatnya, di kasur Refian.
"Heh! Anak kecil, jangan biasa nonton film kayak gitu, itu meracuni pikiran kamu, jadi toxic ke otak kamu, ngerti!"
Luna menarik lengannya yang masih dipegang oleh Refian, ia mendekatkan wajahnya ke arah Refian.
"Om tahu? Teman-temanku rata-rata udah pernah nonton gituan masa aku nggak? Culun sendirian kan?"
"Biarin aja, masa iya kamu mau pikiranmu teracuni sama tontonan kayak gitu, kalo kamu pengen, terus melakukan sex bebas gimana? Hamil duluan lalu merusak masa depan kamu, pikir itu!"
Luna diam dan mengangguk.
"Bener kata Om sih, kadang ada keinginan kayak gitu, kayaknya enak."
"Heeesss nggak boleh!"
Tiba-tiba Luna mengerjab jenaka menatap mata Refian.
"Om, maap, Om kan dah tua, terus belum nikah, pasti pingin gituan kan? Nah gimana caranya hayoo."
Wajah Refian berubah merah padam karena malu.
"Nggak usah nanya! Laki-laki punya cara sendiri!"
"Nah kan! Sex bebas kan?"
"Eh Sorry ya? Ommu ini masih perjaka di usia segini, Ommu ini masih memegang semua nasehat dan petuah nenek kamu, tahu! Bukan otak ngeres kayak kamu!" Kening Luna didorong perlahan oleh Refian, Luna lagi-lagi tertawa.
"Eh bayi tumben kamu sok baik sama aku?"
"Ya itu tadi aku minta antar ke rumah Danil."
"Siapa dia?"
"Pacar aku!"
.
.
.
Luna terlihat memberengut, ia marah pada Refian karena laki-laki tampan tapi tua menurutnya ini telah membohonginya, berjanji akan mengantarkan ke rumah pacarnya tapi kenyataannya malah membawanya ke sebuah cafe.
"Aku benci Om Refi, janji tapi nggak ditepati, katanya mau antar aku ke rumah Danil tapi malah diajak ke sini, cafenya orang tua ini, diem semua nggak rame, vibesnya nggak cocok sama aku."
Refian terkekeh pelan, ia pandangi wajah lugu Luna yang sejak tadi cemberut marah.
"Dengarkan anak manis, kamu itu cewek, nggak pantas datang ke rumah cowok, di mana harga diri kamu? wanita itu harus terlihat mahal dan eksklusif, bukan malah nyodorin diri hingga terlihat murah."
"Om nggak tahu, dia itu cowok keren, jago basket, semua cewek di sekolahku pingin jadi pacar dia, tapi hanya aku yang dia pilih, makanya aku marah sama Om saat dia undang aku ke rumahnya masa aku malah menyia-nyiakan kesempatan."
"Buat apa dia undang kamu ke rumahnya? Jangan-jangan dia mau mesumin kamu, jangan mau kamu dibohongin sama cowok yang gak jelas, kamu nggak tahu dia kayak apa?"
"Alah Om sok suci, kapan hari Om juga mesumin aku."
Mata Refian terbelalak kaget.
"Kapan!?"
"Itu waktu Om tiba-tiba nyium aku! Kan sama aja Om juga mesum!"
"Itu karena kamu nakal, karena kamu ngomong seenaknya makanya Om cium kamu agar kamu berenti ngomong!"
"Alesan aja, pasti Om cari kesempatan biar ngerasain bibir aku, iya kan? Padahal akan aku berikan ciuman pertama aku buat Danil! Malah Om yang curi! Makanya akan aku berikan apapun yang Danil minta karena ...."
"Cowok kamu akan berurusan dengan Om kalo sampai kamu diapa-apain, ngerti!"
Refian terlihat marah, ia tatap wajah kesakitan Luna yang tanpa sadar lengannya dicengkeram oleh Refian, sementara di sudut lain, Hanny menatap keduanya dengan tatapan marah dan terluka, meski ia belum mencintai Refian tapi ia merasa selama ini Refian telah mencuranginya, karena hanya dia yang berusaha membina hubungan dengan cara yang baik sementara Refian tetap memupuk rasa cintanya pada Luna yang terlihat bagai bayi besar di mana Hanny.
"Sudahlah, sabar saja benar kan semua yang aku katakan selama ini? Refian bersahabat lama denganku jadi aku tahu luar dalam dia kayaknya apa."
Hanny menatap Dito yang ada di dekatnya, ia baru sadar ternyata benar yang dikatakan Dito sejak dulu.
💔💔💔
21 Agustus 2022 (07.04)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top