06 - Best Mistake

Maybe I'm the sinner, and not a saint.
Gotta stop pretending what we ain't.
Why we pointing fingers anyway?
We're all the same.

Ariana Grande feat Big Sean - Best Mistake

.

.

Andara memutar bola mata saat lagu Ariana Grande yang berjudul Best Mistake berputar di radio mobilnya. Lagu itu, seolah mengejeknya yang sedang terjebak dalam situasi konyol. Namun, bedanya ia tidak merasa kesalahan yang dilakukan kali ini adalah kesalahan terbaik. Andara rela merasakan sakit hati seperti yang dirasakan Ariana dalam lagunya, asalkan dengan lelaki yang ia cintai, bukan lelaki yang baru dikenalnya.

"Tuhan emang Maha Pendengar, ya?" gumam Andara. "Tapi sayang, aku doanya kurang lengkap, jadi gini deh. Maunya sama om-om mapan sekelas Chicco Jerikho dikasihnya jodoh bocah."

Kemarin setelah membicarakan masalahnya dengan Gino di Golden Cafe, ia bersama keluarganya segera pulang ke rumah. Emi terus mengomel karena tidak rela jika putrinya harus menikah dengan Gino. Sedangkan Surya terus meyakinkan Emi jika ini adalah cara terbaik untuk menghindari fitnah.

Sore harinya, Gino memberi kabar jika keluarganya akan bertamu ke rumah orangtuanya besok malam untuk membahas pernikahan mereka. Rasanya Andara ingin kembali ke Singapura dan terbebas dari drama yang rumit ini.

"Astaga, aku nggak mau nikah sama bocah!" rengek Andara sambil menjedotkan kepalanya di kemudi mobil. "Great, hari pertama kerja badmood begini."

Ia keluar mobil sambil membawa tas dan ponsel di tangannya. Wanita itu langsung menuju ruang kelas untuk mengajar. Hari ini Andara dapat jatah mengajar semester empat di mata kuliah teori arsitektur. Sesampainya di kelas, para mahasiswa menatap Andara dengan heran dan tanpa sengaja ia mendengar mereka bisik-bisik memprotes karena dirinya masuk sebelum jam kuliah dimulai.

Andara menyiapkan laptopnya sambil menunggu jam kuliah dimulai. Sudah jadi kebiasaan wanita itu di Singapura, ia akan masuk kelas paling lambat lima menit sebelum jam kuliah dimulai dan ia juga bertekad akan menerapkannya di sini. Ketika jam menunjukkan pukul 08.30, Andara menutup pintu dan membuka kelasnya dengan salam.

"Selamat pagi semuanya," sapa Andara ramah. Ia berdiri menghadap para mahasiswanya.

"Pagi, Bu," jawab mahasiswanya serentak.

"Apa ada teman-temannya yang belum masuk?" tanya Andara.

"Ada, Bu."

"Oke, kita tunggu sebentar, berhubung ini adalah kali pertama saya mengajar, saya akan menoleransi keterlambatan," jelas Andara.

Terdengar suara ketukan pintu sebelum pintu dibuka dari luar, dan munculah seseorang yang sangat ia kenali.

"Andre," bisik Andara sambil menatap adiknya yang tersenyum kaku dan berjalan menuju kursi kosong di belakang.

Di belakang Andre, Gino berjalan santai, tanpa merasa bersalah sudah terlambat. Lelaki itu terlihat terkejut saat menyadari jika dosen yang berdiri di depan kelas itu dirinya. Andara memejamkan mata, merutuki nasib sialnya mengajar dua makhluk astral yang ia yakini pasti akan membuatnya repot.

"Sudah lengkap semua, 'kan? Kalau begitu kita mulai ke materi." Ia menyambungkan laptopnya ke layar LCD, dan membuka materi yang sudah ia siapkan.

"Bu, kok nggak kenalan?"

Andara mengepalkan tangan saat mendengar suara yang sangat tak asing baginya. Ia mengarahkan tatapan tajamnya ke arah sang adik yang terang-terangan sedang menggodanya.

"Iya, Bu. Katanya kalau tak kenal maka tak sayang. Siapa tahu kalau udah kenal bisa sayang-sayangan." Sekarang giliran Gino yang berulah. Celetukan lelaki itu berhasil membuat seisi kelas tertawa.

Andara langsung mengalihkan perhatiannya pada Gino yang duduk di sebelah Andre. Dengan susah payah Andara menyelipkan senyuman kaku di bibirnya.

"Well, nama saya Andara Novada, kalian bisa panggil saya Bu Andara, Bu Dara, atau Bu Novada. Apapun, terserah kalian, asalkan itu masih termasuk nama saya," kata Andara. "Saya dosen baru di sini dan saya punya peraturan di kelas saya. Pertama, tidak ada kata terlambat, saya akan hadir di kelas ini lima menit sebelum jam kuliah dimulai. Jadi, kalau kalian masih punya rasa malu, kalian berangkat lebih pagi dari saya. Kedua, pengumpulan tugas harus tepat waktu. Tiga, kalian harus aktif di kelas saya, memperhatikan saya, dan juga menanyakan materi yang belum kalian pahami. Jika di akhir kelas tidak ada yang bertanya, saya yang akan tanya sama kalian. Paham?"

Terdengar keluh kesah para mahasiswa yang tidak terima dengan aturan yang Andara jelaskan tadi. Tapi, ia tidak mau ambil pusing, toh sebenarnya aturannya tidak begitu berat. Asalkan disiplin, tidak akan ada masalah.

"Bu Andara, toleransi lima menit aja ya Bu, please," usul Gino dengan memohon.

Andara menyeringai, "boleh, kalau kamu udah jadi pemilik kampus ini."

***

Gino memperhatikan Andara yang sedang menerangkan materi dengan seksama. Sampai sekarang ia belum menyangka jika Andara adalah dosennya. Wajahnya yang terlihat awet muda dan berperawakan mungil, menurut Gino, wanita itu sama sekali tidak cocok menjadi dosen. Lalu, bayangan Andara menjadi istrinya tiba-tiba mengusik konsentrasi. Bukannya dia menolak rezeki yang diberikan Tuhan, tapi kenapa jodohnya harus datang tiba-tiba seperti ini? Ya, Gino juga belum punya persiapan sama sekali. Eits tapi, kalau dipikir-pikir, rugi juga kalau ia menolak Andara dengan alasan belum kenal. Ah, bimbang!

"Gin," Richard yang duduk di depan Gino menoleh ke belakang.

"Apaan?" sahut Gino setengah berbisik.

"Itu dosen bukannya cewek yang bareng lo pas di kelab malam, ya?" tanya Richard.

"Ah diem lo, ngobrolnya nanti aja."

"Eh, iya, 'kan? Gue masih inget wajahnya," desak Richard.

Dengan sedikit jengkel Gino menjawab. "Iya. Udah lo hadep depan lagi. Nanti gue ceritain."

"Janji lo, ya? Gue tunggu lo di kantin."

"Iya, bawel banget lo. Nanti Bu Andara nglihatin kita," bisik Gino sambil mendorong bahu Richard memaksa lelaki itu untuk kembali fokus dengan kuliah.

"Udah ngobrolnya Gino? Richard?" Gino menggerutu dalam hati saat Andara menegurnya.

"Maaf Bu," jawab Gino singkat. Ia tidak mau menambah masalah dengan calon istri.

"Anjir lo, masa nanti jadi suami takut istri Gin?" bisik Andre sambil terkikik.

"Bawel lo. Lo ntar sungkem sama gue, gue bakal jadi kakak ipar lo," dengkus Gino.

Setelah satu setengah jam, Andara pun mengakhiri kelasnya, yang membuat hampir semua mahasiswa bernapas lega, termasuk Gino. Lelaki itu harus menahan lapar karena perutnya belum diisi. Gino segera merapikan peralatan tulisnya dan memasukkannya ke dalam tas, lalu keluar kelas mengikuti Andara.

"Bu Andara," panggil Gino.

Andara menghentikan langkah kakinya. "Iya, ada apa?"

"Bu, serius nggak ada toleransi keterlambatan?" tanya Gino, wanita itu menggeleng. "Andre juga sering terlambat loh Bu."

"Ya, mana saya peduli. Di kampus ini, Andre itu mahasiswa saya, bukan adik saya," jawab wanita itu ketus.

"Bu, saya juga kadang harus ngurus cafe bentar, nggak sering kok terlambatnya, tapi kan buat jaga-jaga, kasih toleransi waktu ya, Bu?" mohon Gino.

"Gino, kamu harusnya tahu gimana cara atur waktu. Mana prioritas yang harus diutamakan," kata Andara.

"Semuanya prioritas Bu. Cafe kan mata pencaharian saya. Kuliah juga. Kalau cafe sama kuliah saya lancar semua, kan kamu juga yang untung," canda lelaki itu.

"Kok bisa saya?"

"Ya saya kan calon suami kamu. Kalau suami kamu duitnya banyak, yang seneng siapa? Kamu, 'kan? Nanti minta apa aja saya turutin deh. Terus, nanti kalau saya lulus cepet kan, bisa cepet keluar dari kampus," jelasnya sambil terkekeh.

Andara melongo. "Memangnya siapa yang mau nikah sama kamu?"

"Udahlah Bu, ikhlas aja. Kalau saya pikir-pikir, nggak ada salahnya kita nikah. Kita sama-sama jomlo, nggak bakal ada yang nangisin kalau kita nikah Bu."

"Udah cukup. Saya nggak mau ngomongin ini di kampus," tukas Andara.

"Ya udah, jangan lupa, nanti malem keluarga aku dateng ke rumah orangtua Bu Andara. Dandan yang cantik, kalau masih nggak mau nikah sama saya, siapin skenario terbaik, nanti saya ikutan akting deh. Tapi, saya nggak janji bakal berhasil," ujarnya sebelum berbalik pergi.

Gino lalu menyusul Andre dan Richard ke kantin. Ia segera memesan nasi goreng dan es susu putih untuk sarapan, sebelum bergabung dengan kedua sahabatnya.

"Gimana tadi?" tanya Andre.

"Dia nggak mau kasih toleransi waktu terlambat. Astaga, kolot banget sih kakak lo," keluh Gino.

"Wait, wait," kata Richard. "Kakak Andre yang mana nih?"

"Bu Andara, itu kakak gue," jawab Andre.

Richard terkejut, lalu menatap Gino. "Jadi, lo tidur sama kakaknya Andre Gin?"

"Itu mulut lemes banget, kayak perawan," desis Gino. "Nggak, gue nggak tidur sama Andara. Ini gue mau cerita sama lo, tapi lo janji harus tutup mulut, nggak boleh kasih tahu siapa pun. Janji?"

"Janji." Richard mengangguk.

"Ndre, keluarin surat perjanjiannya," pinta Gino.

Andre mengeluarkan surat perjanjian yang ditempeli materai. Surat itu bertuliskan jika Richard membocorkan informasi mengenai apapun yang dikatakan Gino tentang Andara, lelaki itu akan dikenakan denda. Richard melongo setelah membaca isi surat tersebut.

"Gila Bro, pakai surat segala."

"Demi nama baik kakak gue, bego," kata Andre.

"Ini gue udah tanda tangan ya. Buruan cerita sekarang," kata Richard tidak sabar.

"Jadi, gue sama Andara itu mau nikah," kata Gino yang berhasil membuat Richard pucat dan menganga.

"Maksud lo? Nggak usah bercanda lah."

Gino pun menceritakan kejadian kemarin pada Richard tanpa ada yang terlewat. Dengan dibantu Andre yang melengkapi detail-detail yang dilupakan Gino. Setelah kedua lelaki itu selesai bercerita, Richard meminum habis sebotol air mineral di hadapannya lalu tertawa.

"Kok jadi gila gini?" tanya Gino heran.

Masih dengan tertawa Richard berbicara, "lo inget nggak Gin, gue bilang sama lo kemarin, niat ke kelab malem jangan cuma mau seneng-seneng, tapi juga cari jodoh dan tada, lo langsung dikasih sama Tuhan. Anjir lah, doa lo mujarab banget."

Gino yang teringat akan hal itu ikut tertawa. "Best mistake banget nggak sih menurut lo? Gue nggak minta apa-apa eh, dikasih calon istri kayak Andara, mana bisa gue tolak ye nggak?"

"Gue seneng aja sih kalau lo beneran nikah sama kakak gue. Soalnya nanti kita jadi kakak-adik, 'kan?" Andre mengedip-ngedipkan matanya dengan genit ke arah Gino.

TBC
***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top