Chapter 13

"Pulang jam berapa tadi malam?" tenn melangkah memasuki kamar riku, "Biar ku bantu mengganti perban mu, riku."

"Sejak kapan tenn-nii tidak alergi menyentuh ku?"

"Aku tidak mau bertarung saat lawan ku berada dalam keadaan tidak berdaya."

"Siapa yang tidak berdaya? Aku sedang dalam posisi sangat siap untuk menghabisi mu juga, tenn-nii."

"Baiklah, kita akan bertarung lagi riku. Tapi tidak sekarang. Lagipula tadi malam kau baru selesai meniduri seorang wanita jalang."

Alis merah terangkat, "Tenn-nii cemburu?"

"Tidak sama sekali."

"Lalu kenapa tenn-nii membahas masalah itu?"

"Hanya.... teringat sekilas."

"Ayolah tenn-nii. Tidurlah dengan ku, sekali saja. Kita sudah tinggal bersama selama tiga bulan."

Tenn menggeleng, "Tidak mau."

"Ku pikir itu merupakan salah satu bayaran yang pantas untuk ku dapatkan."

"Aku tidak mau tidur dengan mu, riku."

"Kenapa?"

"Karena kita kembar.... dan kita tidak saling mencintai." tenn terdiam, pelatuk berisi peluru timah sudah bertengger lurus di tengah keningnya. "Riku, turunkan senjata mu. Aku sedang tidak ingin bertengkar.

Tapi moncong pistol menekan tengkorak semakin keras, "Tidak akan sebelum tenn-nii memberikan hak ku. Apa susahnya? Kau tidak akan kehilangan apapun."

Tenn memandang riku dengan tatapan tidak percaya. Tidak akan kehilangan apapun, katanya?

Dengan kasar, tenn meraih sebuah vas bunga Middlemeist yang semula tertata dengan rapi di atas sebuah meja kecil, dan membantingnya dengan cepat ke lantai. "Sialan! Kau pikir aku ini apa, hah!?"

Tenn sudah tidak peduli lagi berapa harga vas bunga sekaligus bunga Middlemeist yang baru saja ia hancurkan dengan mudahnya.

Peduli setan mau bunga itu termasuk salah satu tanaman terlangka di seluruh dunia yang mungkin dibeli langsung oleh riku dari Inggris atau bahkan di impor secara ekslusif dari Selandia Baru, tenn sudah tidak peduli!

"Ck," riku berdecak kasar saat melihat emosi tenn yang meluap, tapi dia terlihat tidak mempermasalahkan salah satu vas bunga langkanya di hancurkan oleh surai baby pink. "Begini saja, bagaimana kalau kita membuat sebuah perjanjian? Tenn-nii mau tidur bersama ku seperti sepasang pasutri, dan setelah itu tenn-nii boleh membunuh ku. Bagaimana?"

"Hoho, jangan harap sayang." ekspresi tenn tiba-tiba mengeras, "Siapa yang akan tahu kalau kau berbohong? Bisa-bisa keperjakaan ku sudah terlanjut hilang dan kau malah kabur dari mansion membawa sejuta kenangan indah. Aku tidak sebodoh itu untuk kau tipu!"

Riku dengan santai berbisik di telinga tenn. "Kalau tenn-nii menolak permintaan ku maka aku tidak akan segan menghabisi kakak cantik ku ini." telinga surai baby pink di kecup seduktif, "Dan bukankah lebih baik jika hasil otopsi mayat mu nanti mengatakan bahwa Nanase tenn meninggal karena kebocoran tengkorak.... Dan bukan meninggal akibat mengalami kekerasan seksual atau kekerasan dalam rumah tangga?"

"Aku akan mengutuk mu riku, kalau kau berani melakukan pemerk--ugh!"

Merasa kalau perjanjian yang di tawarkan olehnya tidak membuahkan hasil, membuat riku dengan kasar mendorong tenn ke atas kasur. Tubuhnya sampai memantul seperti per akibat dorongan kasar yang di terimanya.

Riku tanpa banyak bicara langsung menduduki perutnya.

"Berani melakukan apa? Kenapa tidak di lanjutkan, sayang?"

Tenn meronta risih, "Menyingkirlah dari ku, riku! Aku tidak terima kau perlakukan seperti ini!"

"Kenapa?"

"MENYINGKIR DARI KU!"

Jakunnya di tinju telak. Riku terbanting ke belakang. Tenn melompat dari ranjang sambil berusaha meraih revolver miliknya, dan riku mengejar dengan cepat. Dua senapang bersahutan. Bertalu-talu. Suara ledakan nyaris tanpa jeda. Keduanya sama-sama tidak mudah di taklukkan karena lihai menghindar. "Kemarilah tenn-nii. Tidakkah kau ingin melakukan malam pertama?"

Dor!

"Jangan bermimpi, riku!"

Dor! Dor! Dor!

Tenn melompat ke balik sofa sambil berusaha menghindar berondongan peluru. Dan ketika ada kesempatan ia muncul, mengincar jantung riku.

Dor!

"Awas kau-"

Siap menyerang.

"Aku tidak akan kalah dari mu, riku!"

"Buntikan saja, sayang ku."

Tenn meledakkan peluru dan nyaris mengenai betis riku, namun pada akhirnya hanya mengenai udara. Ia menjerit, berusaha menendang saat riku berhasil mendorongnya kembali dan merobek baju kaosnya. "Jangan!"

"Jangan apa?"

Tenn tidak bisa berkata apapun lagi. Bibirnya sudah di lumat. Pergelangan tangan kecil dipuntir agar tak bisa menarik pelatuk senjata. Lidah riku menerobos masuk tampa permisi.

Daging lunak berwarna merah muda itu menjelajahi rongga mulutnya yang panas. Mengabsen satu per satu giginya sebelum meluncur lebih dalam untuk mencapai langit-langit mulutnya. Kemudian lidah mereka kembali bertarung, berdecap-decap. Hal itu tentu saja membuat tenn sempat tersedak air liurnya yang bercampur milik riku.

Riku menarik lidahnya dari dalam mulut tenn, memberikannya istirahat sejenak sebelum kembali mengecup leher surai baby pink dan meninggalkan banyak bekas di sana.

Tenn berusaha menembak kembali, meskipun pelurunya justru menyasar, meledakkan lampu di atas meja sampai pecah dan menimbulkan bunyi korslet panjang.

Riku kini menggunakan giginya untuk menggeret turun ritsleting celana tenn. Berusaha memprovokasi tenn yang menatapnya dengan marah.

"Ayo, bunuh aku kalau tenn-nii bisa."

Tenn menjambak rambut riku yang berlutut di depannya. Berusaha menghantam tengkuk lelaki bersurai crimson itu dengan siku. Namun tangannya masih dipiting, dan riku nyatanya dapat dengan mudah menghindar serangannya. Kemudian riku menampar pistol tenn hingga terbanting jauh. Ia mengangkat sang surai baby pink hingga mencapai ranjang dan mendorongnya sampai tengkurap di atas ranjang. Tenn bersikeras bangkit, namun riku menduduki pinggangnya. Menenggerkan pistol di tengkuknya. "Bergerak seinci, tenn-nii akan mati."

"Menyingkir dari ku!"

Dan tenn hanya bisa menjambak sprai dengan murka. Celana jeansnya di lucuti. Riku mencium garis tulang belakangnya berkali-kali. Saat tubuhnya di balik menjadi telentang, tenn memberikan tamparan keras ke pipi riku, tapi masih bisa di hindari.

"Tenn-nii masih kurang liar untuk menjadi mafia ganja dan salah satu anggota komplotan Yakuza. Belajarnya caranya menjadi penjahat dari adik mu ini yang sudah menjadi pembunuh bayaran kelas dunia, tenn-nii."

"Aku tidak sudi!"

Pertarungan semakin sengit. Tensi kian menanjak. Tenn mengatakan, lebih baik ia di tembak mati daripada keperjakaannya di curi. Sedangkan riku mengatakan, lebih baik jadi pencuri daripada jadi eksekutor mati. Hingga perlakukan sang adik semakin sadis. Bokong tenn teremas hingga memerah. Lekukannya dipulas dengan moncong pistol. Siap di tembak jika tidak mau menerima penetrasi.

Dan ketika insting predator riku hampir mencapai puncak, sebuah suara ketukan pintu yang kasar mengacaukan semuanya.

"Permisi sayang, sepertinya ada yang mencari ku." merasa mendapatkan kesempatan, tenn mendorong adiknya. Buru-buru melompat, memunguti baju-bajunya yang berserakan. "Aku buka dulu."

Riku membanting pistol. Marah besar. "SIALAN! AKU HAMPIR BERHASIL!"

Tenn mengenakan pakaian secara serabutan, berlari ke arah pintu kamar riku.

"Siapa?" tanyanya sambil merapikan diri.

"Yuki."

Tenn terdiam saat mendengar jawaban dari balik pintu. Dengan cepat ia menoleh ke arah riku yang masih marah-marah karena kegiatannya di ganggu.

Baiklah sepertinya kali ini harus tenn urus sendiri.

"Yuki? Yuki siapa?" tanyanya lagi sambil menguak pintu kamar dengan perlahan.

"!"

"A..... A....." Sial ini sangat sulit. "Apa kabar yuki-san?"tenn berusaha agar suaranya terdengar baik-baik saja.

Hal pertama yang surai baby pink lihat setara dengan berhadapan pengawas ujian Killer.

Seseorang lelaki bersurai silver panjang berdiri di samping momo yang tertawa dengan canggung. Tatapannya terasa seperti ingin mengupas segala penyebab suara yang terdengar dari arah kamar riku.

Yuki kini terlihat menatap kedua anak kembar itu dengan tajam. Di tambah keadaan kamar riku yang terlihat seperti habis melewati badai besar, dan keadaan para penghuninya yang jauh dari kata baik.

"Ku pikir kalian berdua akan memberikan penjelasan yang cukup panjang nantinya." katanya sambil menyipitkan matanya ke arah tenn dan riku.

"Hehehe.... Penjelasan jenis apa yang kau inginkan," tenn memberi kode agar riku segera membantunya "Yuki-san?"

.
.
.
.
.

No Exit

By

Lucian_Lucy_

.
.
.
.
.

Seorang lelaki bersurai dual warna terlihat duduk dengan gelisah di samping lelaki bersurai silver panjang. Di depan mereka kini duduk dua orang lelaki lain yang bersurai baby pink dan crimson.

Semenjak mereka kembali dari area kekacauan yang ternyata merupakan kamar pribadi lelaki bersurai crimson. Yuki terlihat sangat-sangat marah sekarang. Alisnya menukik tajam kala melihat kalau riku sama sekali tidak mempedulikan keberadaanya.

Momo kalau bisa, benar-benar ingin menghilang dari tempat duduknya.

Bahkan tenn sama sekali terlihat tidak peduli kalau adiknya sedari tadi sudah mengibarkan bendera perang dengan seorang inspektur Interpol. Selama dia tidak ikut campur urusan riku maka dia akan baik-baik saja.

"Padahal tadi ku pikir aku berniat memperpanjang kembali kontrak diantara kita berdua. Tapi kejadian hari ini membuat cara pandang ku pada mu berubah, Riku-kun."

Yuki yang paling pertama berbicara, menghentikan aksi saling tatap-menatap di antara surai silver panjang dan surai crimson.

Alis riku terangkat sebelah, tanda kalau dia masih mempertanyakan permasalahan yang sedang ingin di bahas oleh lelaki bersurai silver itu. "Mengubah cara pandang mu? Ku pikir yuki-san selama ini tahu bagaimana sikap 'bengkok' ku pada satu-satunya boneka cantik ini." katanya sambil menunjuk ke arah tenn.

Yuki menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Bukan masalah tenn-kun yang ingin ku bicarakan sekarang."

"Lalu?"

Yuki terlihat mengeluarkan selembar foto candid yang meletakkannya di atas meja yang menjadi pembatas di antara mereka, kemudian mendorongnya ke arah riku yang kini memperhatikan foto candid itu dengan sengsama.

"Salah satu agen Interpol melihat kalau momo, berada di samping tenn-kun kemaren malam."

Tenn yang merasa kalau namanya mulai dibawa-bawa langsung mencurahkan perhatiannya pada foto candid yang di pegang oleh riku, "Sini biar ku lihat." katanya sambil menyandarkan beban kepalanya ke bahu riku. Dan harus terkejut saat tahu siapa orang yang yuki sebut sebagai 'Agen Interpol' itu.

"I-ini!"

"Ya.... Agen Natsume Minami." jawab yuki dengan mantap, "Setelah ia melihat kalau momo selalu berada di sekitar mu, tenn-kun. Dia langsung melaporkannya pada Mido torao-kun." tambahnya lagi sambil memperhatikan pergerakan dari surai crimson.

Momo sangat tahu kalau suatu hari pihat Interpol akan mencurigainya, selama ini yang menjadi penyebab mereka ia tidak pernah di curigai adalah karena koneksi yuki dan riku.

Momo sangatlah gusar saat ini, karena ia pikir sekarang dirinya sudah boleh merasakan yang namanya kebebasan.

Semenjak bertemu dengan yuki lima tahun yang lalu, momo mulai menghentikan seluruh aktivitas kriminalnya dan mencoba untuk hidup dengan bersih. Tapi para agen Interpol keparat itu selalu berusaha menyudutkannya agar mau menyerahkan diri dengan sukarela.

"Apa tidak ada cara lain, agar mereka berhenti mencari tahu tentang momo-san?" tenn merasakan kegusaran hati momo memutuskan untuk bertanya.

Dan hal itu berhasil membuat dua lelaki yang mulai saling melemparkan permasalahan tentang perjanjian mereka terdiam.

"Ada... Tapi kalian harus bisa mengelabuhi keamanan transportasi udara." riku yang kali ini menjawab dengan sukarela.

"Kalian?"

"Ya."

"Maksud mu, riku?"

Riku terlihat menghela napas dengan kasar sebelum menatap lekat lelaki muda bersurai baby pink itu, "Kau dan momo-san harus ke luar negeri-"

"Tapi-"

"Ssst.... Dengarkan dulu perkataan ku sampai habis, tenn-nii." riku lama-lama ingin menyumpal mulut tenn dengan bibirnya lagi, dari awal mereka bertemu suka protes terus seperti burung Kuntilan.

Tenn terdiam, memutuskan kalau masalah saat ini benar-benar serius.

"Karena isi surat perjanjian ku dengan yuki-san adalah, memastikan kalau Sunohara momose tidak tertangkat dan di eksekusi mati oleh mereka." kini riku menatap dengan lekat kakaknya, karena bisa saja hal itu saja yang dapat ia lakukan untuk saat ini "Dan aku juga tidak ingin tenn-nii di tangkap oleh pihak Interpol, karena itu aku ingin tenn-nii dan momo-san pergi keluar negeri malam ini juga, oh haruka yang akan menemani kalian berdua sebab aku melihat kalau kalian bertiga akhir-akhir ini cukup akrab."

"Cewek kok berangkatnya dengan sesama cewek? Apa kau ingin mereka bertiga mati di tengah jalan?" suara yuki kembali terdengar sesaat setelah dirinya sudah bosan memperhatikan drama yang dipertunjukkan oleh si kembar.

Momo memukul bahu yuki dengan keras, tampa mempedulikan ringisan dari surai silver panjang. "Yuki jangan sirik deh, mending fokus biar kami bisa keluar dari Jepang tampa harus dengan kepala bolong."

Yuki mengelus bahunya yang barusan mendapat pukulan penuh 'kasih sayang' dari momo dengan cepat, sebelum kembali memfokuskan dirinya pada misi pelarian diri tiga anak 'gadis' orang.

"Aku punya rencana, tapi itu semua tergantung dari bisa atau tidaknya seluruh pihak bekerja sama."

Dengan itu yuki mulai membisikkan rencananya pada tiga lelaki yang sedari tadi memang menunggu rencana darinya.

"

......."

"......."

"Bagaimana rencana ku?"

Riku saling beradu tatap dengan tenn, sepertinya mereka berdua lupa bertanya tentang sesuatu hal yang mungkin sangat penting kali ini.

"Ano..." tenn memutuskan mungkin dia memang harus mempertanyakan tentang sesuatu.

"Ya, tenn-kun?"

"Apa Interpol memang memasang alat pendeteksi di mansion kami? Kalau ya, apa kau tidak takut kalau mereka menyadari penghuninya berkurang?"

Yuki menganggukan kepalanya dengan pelan saat memahami maksud pertanyaan surai baby pink. "Tentu saja kami mengawasi mansion kalian selama ini." katanya sambil tersenyum lebar.

"A..."

"Asw Biar ku lanjutkan secara sukarela, tenn-kun."

"Hehehe."

"Bukan hanya mansion ini saja yang kami pantau," kemudian yuki menunjuk ke arah ponsel tenn yang sempat tergeletak sesaat setelah sang surai baby pink mulai menghentikan kegiatan berselancar di media sosial. "Seri IMEI mu juga sudah kami simpan selama."

"......"

"......"

Momo sibuk menggoyang-goyangkan tangan yuki dengan keras, takut ada singa jantan yang mengamuk dan menodongkan pistolnya ke arah lelaki bersurai silver panjang itu.

"YUKI! Bagaimana kalau mereka curiga karena kamu malah berada di kediaman musuh?"

"Tenang," dengan santai, yuki mengeluarkan sebuah alat yang berbentuk mini dan memberikannya pada momo. "Selama aku memiliki alat ini, mereka tidak akan pernah tahu kalau selama ini aku bekerja untuk dua pihak yang berbeda."

"Oh! Alat yang keren, yuki!"

Yuki tersenyum saat melihat binar antusias terpancar dari mata lelaki bersurai dual warna itu, "Ya, tentu saja."

PIP!

"Y-yuki?"

"Ya, momo?"

"Apa kegunaan tombol ini?"

Terdengar nada suara bergetar setiap kali momo berbicara. Tapi yuki berusaha menepi segala pemikiran negatifnya.

"Kalau tombol yang berwarna hijau itu berguna untuk mengaktifkan alat pengintai, sedangkan yang berwarna merah untuk mengnonaktifkan alat itu."

Momo mendelitkan matanya saat tahu kegunaan kedua kedua tombol yang berbeda warna tersebut.

Merasa ada yang tidak beres, tenn memutuskan untuk berdiri dari tempat duduknya dan melangkah hingga berada di samping momo.

"Momo-san? Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan raut wajah khawatir.

Hal itu tentu saja membuat dua lelaki bersurai silver panjang dan crimson menatap lekat ke arah momo dan tenn.

"E-eh?" momo tersenyum dengan kaku sambil menatap terus ke arah alat mini yang berada di dalam genggaman tangannya.

Yuki merasa kalau kegugupan dalam suara momo semakin kentara. "Momo, jangan bilang kau baru saja menekan salah satu tombol itu?"

"Hehehe..."

Tiga lelaki yang sejak tadi memfokuskan perhatiannya pada momo langsung menggumamkan desahan lelah secara bersamaan.

"Ahhh... Ku pikir kita harus merubah rencana kali ini." yuki menatap ke arah si kembar dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Mau bagaimana lagi?" riku menjawab seadanya.

Momo tanpa banyak bicara langsung memeluk lengan yuki yang sejak awal memang duduk di sampingnya. "Aku masih ingin hidup bersama lelaki ikemen ini!"

"Aku lelah," gumam tenn sambil melangkah kembali ke sisi riku dan meletakkan beban kepalanya ke bahu riku.

"Aku juga." jawab riku mengelus surai baby pink dengan lembut.

.

.
.
.
.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top