Bab 4
Jadi ini repost, ya. Soalnya cerita ini saya ikutkan event.
Selamat membaca.
Ganiya mengecek ponselnya, memastikan dia tidak terlambat. Oh, bukannya telat dia justru datang terlalu cepat.
Setelah nekat mengirim pesan pada Bara semalam, tidak butuh waktu lama laki-laki langsung membalasnya dan hal itu lah yang menyebabkan dia berakhir di sini. Sebuah kafe yang terletak di samping distro Bara.
Ya, laki-laki itu adalah seorang pengusaha muda yang cukup sukses dengan menggeluti bisnis fashion pria. Ditambah Bara bersahabat dengan Abi, salah satu selebgram terkenal seperti dirinya membuat Bara juga banyak dikenal dalam dunia permedsosan.
Meskipun Bara bukan selebgram, tapi seringnya laki-laki itu berada di postingan Abi dan juga karena pesona yang dimiliki menyebabkan pengikut laki-laki itu juga mencapai ratusan ribu.
Seandainya dia jadi Bara bisa dipastikan semua tawaran endorse akan diterimanya. Sayangnya Bara tetaplah Bara, seorang laki-laki yang memiliki idealisme tinggi.
Laki-laki itu memilih fokus pada bisnisnya dan juga sering menjadi pembicara tentang seminar bisnis.
Bagiamana dia tahu? Tentu saja dari Kayla, lagipula mereka memilki circle yang sama, jadi sangat mudah info tentang Bara masuk ke telinganya.
"Sudah lama?"
Ganiya mendongak, bisa-bisanya terlalu fokus pada ponsel membuat dia tidak sadar jika Bara sudah masuk kafe. "Ngga, baru saja."
Pembicaraan mereka tertunda karena Bara sedang memesan makanan.
"Baru jam sepuluh dan lo sudah pesan makanan berat?" tanya Ganiya saat pegawai kafe sudah meninggalkan meja mereka.
"Aku lapar." Bara mengedikkan bahu. "Memangnya ada yang salah?"
Ganiya menggeleng. "Ngga. Itu perut lo juga." Perempuan itu merasa ada yang aneh pada Bara yang tengah menatapnya seraya tersenyum tipis. Sampai-sampai dia merapikan rambut, takut jika penampilannya berantakan.
Eh, kenapa juga dia harus seperti itu? Kenapa juga dia capek-capek merapikan penampilan untuk Bara?
Setelah sekian lama mencoba menghindar, entah mengapa beberapa hari ini dia justru berurusan terus dengan Bara.
Menyedihkan bukan? Saat berusaha melupakan, justru orang itu berada di sekeliling kita.
"Jadi? Kamu beneran siap menikah?" Bara menyandarkan punggung, lalu melipat tangan di atas dada.
"Ngga tau."
"Kenapa begitu?"
"Sebenarnya siap nikah itu diukur dari mana? Finansial? Hati? Sejujurnya gue ngga ngerti hal kayak gitu." Ganiya menopang kepala pada tangan yang sikunya berada di atas meja. Perempuan itu mengaduk-aduk minumannya menggunakan sedotan. "Karena kalau mematok finansial dan hati, kayaknya gue ngga bakal siap nikah. Soalnya banyak yang gue pengen di dunia itu."
"Menarik. Terus bagaimana kamu nanti akan menjalani pernikahan dengan pemikiran seperti itu?"
Ganiya menghela napas panjang. "Lo tau kenapa gue cuma mengajukan sabar sebagai syarat?"
Bara diam, karena merasa wanita di depannya tidak butuh jawaban.
"Karena kalau dia mau sabar menghadapi segala hal tentang gue. Maka gue bakal berusaha menjadi istri yang baik."
"Semudah itu?"
Ganiya menegakkan tubuh, bibirnya mencebik saat mendengar pertanyaan itu. "Siapa yang dulu pernah bilang gue bawel, ceroboh, keras kepala? Seandainya lo punya istri kayak gue, bisa sabar ngga?"
"Aku lapar, makan dulu."
"Dasar!" Ganiya menahan diri untuk tidak mengumpat. Dia sudah berbicara panjang lebar dan berakhir dengan ditinggal makan?
Oke, ini memang salahnya yang curhat pada orang seperti Bara. Namun, tidak bisakah laki-laki itu memberi tanggapan lebih layak?
Guna meredakan kekesalannya, Ganiya langsung menghabiskan jus jeruk yang tadi dipesannya. Setidaknya dengan minum es dia berharap kepalanya bisa menjadi dingin.
"Kapan kamu mau ketemu orangnya?"
"Ngga usah, kalau dia mau langsung aja suruh lamar gue."
"Kamu gila!"
"Gue belum gila, tapi jika ngga segera nikah gue bisa gila beneran."
"Kamu yakin dengan pilihanku?"
Mata Ganiya menyipit. "Meskipun gue benci sama Lo, tapi gue tau Lo orang baik. Ngga mungkin 'kan menjerumuskan teman sendiri? Eh, kita teman 'kan?"
"Meskipun kamu membenciku, tapi aku tetap menganggapmu teman."
Ganiya mengangguk. "Satu lagi, bilang sama dia. Kalau dia mau sabar, gue pasti bakal berusaha jadi istri yang baik."
"Pasti."
***
"Eh, gue kok tiba-tiba ngga yakin, ya?"
Kayla yang tengah merekam Ganiya untuk kepentingan story media sosial, langsung mematikan kameranya. "Jangan aneh-aneh, ya. Kemarin gue udah ngasih lo peringatan. Gue suruh Lo liat dulu gimana temannya Bara, tapi lo ngga mau."
Ganiya menatap pantulan dirinya di cermin. Sanggul modern yang dilengkapi hiasan bunga baby breath membuatnya tampak anggun, belum lagi makeup minimalis yang tergambar di wajah semakin menyempurnakan penampilannya malam ini.
Tepat seminggu pertemuannya dengan Bara, laki-laki itu mengatakan jika ada kandidat yang cocok dengannya dan juga orang itu siap untuk melamarnya.
Teror sang mama yang setiap hari mengiriminya pesan tentang pernikahan, ditambah kontroversi yang melibatkannya membuat dia tanpa pikir panjang menyuruh Bara untuk memberi tahu orang itu jika dia siap dilamar.
Kabar itu pun diterima dengan baik oleh mamanya ketika dia pulang ke rumah untuk mengabarkan hal itu.
"Serius? Ada yang mau melamar kamu?"
Ganiya mengangguk malas. Bukannya bahagia dia justru kesal melihat keantusiasan mamanya.
"Ganiya pernikahan itu bukan hal yang main-main. Kemarin kamu bilang belum punya calon, terus sekarang tiba-tiba kamu berkata ada yang melamarmu." Aji menatap tajam anak sulungnya.
"Sudahlah, Pa. Harusnya kita bersyukur Ganiya segera menikah. Biar ada yang bertanggung jawab atas Ganiya. Siapa tau dengan menikah Ganiya bisa menjadi lebih baik lagi. Dia juga sudah cukup umur untuk menentukan calon yang tepat."
Tangan Ganiya yang berada di pangkuan mengepal erat. Kalimat yang dilontarkan sang mama sungguh menyakitinya. Baginya pernyataan itu seolah mengisyaratkan kalau dia hanya beban yang sebentar lagi bisa perempuan itu lepaskan.
Berusaha sekuat hati menahan amarah agar dia tidak sampai membentak orang tua. Dia segera menyampaikan berita penting lainnya. "Minggu depan mereka akan ke sini untuk lamaran resmi. Aku sudah menyewa vendor untuk menyiapkan semuanya. Jadi mama dan papa ngga perlu repot."
"Ganiya," ujar Aji lirih.
"Aku pasti bahagia, Pa. Pasti!"
Ganiya mengusap sudut matanya yang mulai berembun, dia menarik napas panjang agar tidak menangis. Mengingat kejadian itu sungguh menyesakkan.
Berdiri, perempuan yang memakai kebaya berwarna merah muda itu memandang sendu sahabatnya. "Kay, doain gue, ya. Doain gue bahagia."
"Ish! Apa-apaan sih lo. Jangan bikin gue mewek, ya!" Kayla memeluk sahabatnya. "Gue pasti doain Lo bahagia. Jadi jangan nangis, nanti make-upnya luntur. 'Kan nanti pas di story-in jadi jelek."
Ganiya tertawa, sahabatnya ini selalu punya cara unik untuk menghiburnya. "Pokoknya foto gue nanti harus terlihat cantik. Dan juga foto sebaik mungkin calon gue, semoga pilihan Bara benar-benar bagus."
"Gitu aja kemarin Lo yakin pilihan Bara baik, kenapa sekarang jadi ragu?" cibir Kayla.
"Gue yakin baik. Tapi soal wajah gue takutnya di mata dia tampan di mata gue ngga."
Kayla memukul pelan lengan sahabatnya, gemas.
Suara dari luar yang mengatakan bahwa tamu sudah datang, membuat kedua sahabat itu mengurai pelukan.
Ganiya menatap sahabatnya cemas. Mendadak dia ingin pergi. "Kay, tolong bantu gue kabur."
Alih-alih menuruti perintah sahabatnya, Kayla malah mendorong perempuan yang sudah lebih dari sepuluh tahun menjadi sahabatnya.
Ganiya menoleh ke belakang, dan mendapati gelengan pelan dari sahabatnya. Melangkah pelan, dia merasa jantungnya berdebar lebih kencang bahkan perutnya mendadak melilit seperti dulu saat magh-nya kambuh.
Perempuan bertubuh mungil itu berjalan sembari menunduk dengan diapit oleh Kayla dan Gaitsa yang ternyata sudah ada di depan kamarnya. Semakin dekat dengan tangga dia merasa lututnya lemas, yang menyebabkan dia berjalan lebih lambat.
Menghitung jumlah tangga yang dituruninya, Ganiya serasa mau pingsan ketika akhirnya sampai di bawah.
Suara pembawa acara yang mengatakan bahwa rombongan orang yang melamarnya sudah datang, membuatnya mau tidak mau mendongak.
Lantas pemandangan di depannya menyebabkan dia ingin membunuh Bara saat ini juga.
"Apa maksudnya ini? Jadi orang yang dipilihkan Bara untuknya adalah Abi? Dasar Bara gila!" umpat Ganiya dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top