⿻⃕⸵Chapter XIX៚݈݇

Roen baru saja kembali dari Kerajaan Animare, membawa kedua adik sepupunya ke kediaman Aguero.

"Selamat datang kembali, Tuan," sambut para pelayan beserta Willy yang menunggu di depan pintu.

"Bersihkan diri kalian, lalu beristirahatlah," kata Roen pada kedua asiknya. Memberi isyarat kepada para pelayan untuk mengurus dua Cane Mage muda itu.

"Apa yang terjadi selama aku pergi, Wil?" tanya Roen langsung ke inti pada Willy.

"Pangeran Zen ditikam salah satu anak panti saat kunjungan, kemungkinan anak itu dikendalikan kegelapan. Saat ini Pangeran tidak sadarkan diri di kamarnya," Willy menjelaskan secara ringkas.

"APA?!" pekik Roen terkejut sekaligus khawatir. "Bagaimana bisa itu terjadi?! Bukankah Alwen selalu berada di sisinya?"

"Sir Alwen memang ada di tempat kejadian, begitu juga dengan Pangeran Xander," sahut Willy.

"Mereka ada di sana, lantas kenapa hal ini bisa terjadi?!" Roen mengepalkan kedua tangannya erat, geram. "Kau tetap di sini, temani dan jaga adik-adikku. Aku mau menemui Yang Mulia."

Ia bahkan belum mendudukkan bokongnya ke sofa, bahkan meneguk segelas air pun tidak. Roen langsung pergi lagi, hendak menemui Raja Alverd untuk melaporkan apa saja yang terjadi di Kerajaan Animare serta untuk melihat kondisi sepupunya, Zen.

Sementara itu, di Istana Kerajaan Luce. Ratu Emily sangat terpikul, kelopak mata tak sanggup lagi tuk membendung air matanya. Ia takut. Takut akan kehilangan putranya lagi untuk yang kedua kalinya. Ia takut putranya akan pergi untuk selamanya.

"Tenanglah, Sayang. Dia pasti akan baik-baik saja. Anak kita itu kuat," ucap Raja Alverd berusaha menenangkan istrinya, mendekap nya dalam pelukan hangat, mengusap-ngusap punggung Ratu Emily dengan lembut.

Xander menggigit bibir bawahnya, merasakan ketakutan yang sama dengan ibundanya. Ini salahku ... seharusnya aku tidak meninggalkannya sendiriian saat itu .... Xander merasa tidak becus melindungi Zen, padahal iabtau Zen sedang rentan dan lemah, tidak sekuat dulu.

"Sayang, beristirahatlah. Kau belum tidur sejak kemarin," bujuk Raja Alverd. Ratu Emily terus menemani Zen, tidak makan, tidak tidur. Hatinya ikut terasa sakit ketika melihat wajah anaknya yang tampak kesakitan saat tabib Istana mengobati lukanya.

"Xan, antar dan temani ibumu ke kamarnya. Ayah harus menemui Roen, sebentar lagi dia sampai," kata Raja Alverd lagi.

"Baik, Ayah." Dengan bujukan dan paksaan, akhirnya Ratu Emily menurutnya perintah suaminya. Xander pergi menemani ibunya.

"Alwen, kau tetaplah berjaga di sini. Jangan sampai mereka menyentuh putraku lagi!" titah Raja Alverd.

"Baik, Yang Mulia. Saya akan melindungi pangeran dengan nyawa saya sendiri." Alwen memberi penghormatan, memandang keluarga inti Kerjaan yang kelar dari kamar Zen, membiarkan putra sulung mereka beristirahat.

Alwen melihat kondisi Zen yang terbaring lemah dengan iba. Ia melangkah mendekati ranjang tempat Zen berbaring. Suhu tubuhnya dingin, kulitnya sangat pucat, dan napasnya pendek.

"Dia begitu lemah. Kenapa Anda memilihnya untuk menggantikan Anda? Apa yang istimewa dari orang ini, Yang Mulia Luce?" Alwen bermonolog. "Ini pasti perbuatan Anda. Jika tidak, dia pasti sudah mati saat ditikam."

Alwen menghela napas panjang. Mengarahkan tangannya ke lehernya, melepas kalung yang selama ini tergantung di lehernya. Kemudian memasangkan kalung itu ke leher Zen.

"Jaga kalung ini baik-baik. Jangan biarkan kegelapan merebutnya. Berikan kalung ini padanya saat waktunya tiba."

Sebuah suara melintas di kepalanya. Ingatan tentang perjanjian dari 6 tahun yang lalu. Alwen memperhatikan Zen dengan kalut. Terkekeh pelan. Lalu, berucap, "Kenapa wajah kalian bisa sangat mirip? Tidak, bukan mirip. Rupa kalian memang sama persis. Rasanya seperti melihat pantulan diri Anda dari cermin."

Kriet

Pintu kamar Zen terbuka, menampakkan sosok Roen yang berdiri menatap Alwen dengan tajam. "Kau?!" seru Roen dengan suara keras. Lupa bahwa di sini ada yang sedang tidur dan butuh ketenangan.

"Menjauh darinya!" Roen menghampiri Alwen, menarik paksa pria yang lebih tua darinya itu agar menjauh dari Zen. Mendorong dan memojokkannya ke tembok. Tangan kirinya mencengkeram kerah Alwen, sedangkan tangan kanannya siap menyerang. Cakar-cakar Cane Mage itu memanjang. Alwen jauh lebih kuat daripada Roen, tapi dia sama sekali tidak melawan.

"Apa yang sedang coba kau lakukan, huh? Mencekiknya? Kau ingin membunuhnya?" Roen menginterogasi. Melihat Alwen yang begitu dekat, dengan kedua tangannya yang berada di leher Zen membuatnya curiga. Mengingat sekarang kegelapan bisa mengendalikan orang dari jarak jauh. Mungkin Alwen dikendalikan, atau ... dia memang pengkhianat?

"Anda salah paham, Tuan. Saya hanya ingin mengembalikan titipan Pangeran Zen." Alwen menjawab dengan tenang.

"Kau pikir aku akan percaya? Katakan yang sebenernya!" hardik Roen.

"Saya tidak meminta Anda untuk mempercayai saya, tapi memang itu yang saya lakukan. Saya hanya mengembalikan barang yang Pangeran Zen titipkan pada saya 6 tahun yang lalu." Alwen tetap tenang dengan jawabannya.

Roen melepas cengkeramannya. Masih menatap Alwen dengan tajam. Roen tidak membencinya. Ia hanya merasa iri dan heran kenapa Zen memilih Alwen sebagai tangan kanannya. Ia tahu masa lalu Alwen.

Dulunya Alwen hanya anak jalanan biasa seperti Agie. Yatim piatu korban perang masa lalu. Alwen tidak memihak Cahaya ataupun Kegelapan. Ia hanya ingin bertahan hidup bersama teman-temannya yang juga merupakan korban perang sihir.

Tentunya kalung yang dipasang Alwen bukan kalung biasa. Kalung dengan liontin batu permata berwarna kuning itu merupakan pemberian Dewi Levera. Sepercik kekuatannya tertanam dalam kalung itu. Dan di saat tidak ada yang melihat, kalung itu bersinar, menyalurkan energinya pada Zen.

⿻⃕⸙͎

Senandung merdu tertangkap oleh indra pendengarannya. Belaian lembut hinggap dikepalanya. Serta harum yang menyeruak hidung terasa begitu nyaman. Membuatnya enggan beranjak dari posisi ini. Namun, ia penasaran. Siapakah yang mengelus kepalanya?

Zen membuka matanya perlahan. Iris biru itu menangkap sosok wanita cantik. Rambutnya terurai panjang melebihi tinggi badannya. Bersurai perak, bersinar bagai permata. Iris matanya berwarna kuning, lebih berkilau daripada emas. Dengan bulu mata putih yang lentik. Serta Kulitnya yang putih bersih. Bibir merah muda itu lebih manis daripada madu. Ia mengenakan gaun putih panjang, tanpa alasan kaki. Kini mereka ada ruang hampa yang serba putih. Alam bawah sadarnya.

Wanita itu berhenti bersenandung. Namun, tangannya tetap membelai kepala Zen. Menatap Zen yang berbaring di pangkuannya sambil, tersenyum. Zen memperhatikan wanita itu. Wanita itu bukan lagi cantik, melainkan sangat-sangat cantik.

"Kau sudah bangun," ucap wanita itu dengan lembut.

"Kau siapa?" tanya Zen. Wanita itu tidak menjawab, hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya.

"Pergilah ke Kerajaan Marea, temukan Aureum Lotos. Madu dari Aureum Lotos akan menyembuhkanmu sepenuhnya."

"Arue apa? Lotos?" Zen sedikit kesulitan mengulangi apa yang dikatakan wanita itu.

"Aureum Lotos atau bunga teratai emas. Bunga itu akan memberimu kekuatan agar tubuhmu bisa menampung sihir dari Afetoros." Mengerti dengan tatapan Zen yang kebingungan, wanita itu kembali menjelaskan. "Orang-orang biasa menyebutnya Busur Dewa. Aku sendiri yang membuatnya. Tetesan darahku membuat busur itu memiliki sihir yang kuat. Hanya anak panah dari busur itu yang bisa membunuh Dia."

Zen mulai memutar otaknya, berusaha mengingat. Ia ingat 'Busur Dewa Afetoros' pernah disinggung saat rapat kerajaan sebelumnya. Seketika itu pula ia sadar bahwa wanita di hadapannya adalah Dewi Levera. Ia terkejut, bergegas bangun dari pangkuannya.

"Tidak usah kaget. Mulai sekarang Luce tidak akan bisa membantu banyak, jadi aku yang akan membimbingmu. Meski kita hanya bisa berkomunikasi saat kau tidur karena aku tidak diizinkan menginjakkan kakiku lagi di sini. Oh iya, busur itu aku titipkan pada Deus. Dia naga peliharaanku, tapi dia agak nakal. Aku menyuruhnya untuk langsung memberikan busur itu padamu, tapi dia mau. Katanya dia ingin menguji kekuatanmu dulu."

"Apa?! Aku harus melawan naga?!" Zen tersentak kaget. Menggulingkan Alwen dalam latihan pedang saja tidak bisa, apa lagi mengalahkan naga.

"Tenang saja, Deus naga yang baik. Dia menunggumu di lembah terdalam Kerajaan Renever."

"Anda tidak serius, bukan? Mana mungkin aku menang melawan naga? Itu mustahil!" Zen menggerakkan tangannya ke udara, mengumpamakan ukuran naga yang ada dipikirannya jauh lebih besar daripadanya.

"Tentu saja aku serius. Aku yakin kau bisa, Luce sudah memilihmu. Jika kalian akur, Deus bisa membantumu di medan perang. Kau pasti belum pernah menunggangi naga, iya, 'kan? Dia akan membawamu terbang," ucap Dewi Levera penuh keyakinan. Apa katanya? 'Jika'? Kalau tidak akur mungkin Zen justru malah jadi makanannya.

"Sekarang bangun dan ingatlah perkataanku. Segera ambil madu dari Aureum Lotos, lalu temui Deus dan ambil Busur Afetoros. Ajak dia bertarung bersamamu."

Tiba-tiba muncul cahaya menyilaukan, membuat Zen harus memejam mata. Perlahan cahaya itu meredup, dan Zen kembali membuka mata. Ia kenal tempat ini, dirinya tidak lagi berada di ruang serba putih, sekarang ia ada kamarnya.

⿻⃕⸙͎

Nyanyian gagak terus mengalun, teriakan ketakutan dan kesakitan turut mengisi suasana di Nerobuio. Yang kuat memangsa yang lemah, yang lemah tak mampu melawan. Begitulah hukum yang berlaku di sini.

Kurangnya sinar matahari membuat suhu ruangan cukup dingin. Lelaki rupawan itu duduk di singgasananya, memainkan sebagian sueai putihnya yang terurai sampai ke dada. Jubah hitam dengan bulu-bulu halus di sekitar pundak yang juga berwarna hitam melekat di punggungnya. Sepatu kulit coklat membungkus kakinya.

Kelopak mata dengan bulu mata putih itu mulai terbuka, menampakkan kedua iris matanya yang indah. Mata kirinya bagai ruby yang menyala, sedangkan mata kanannya berwarna emas. Dia Azrael. Sang reinkarnasi kegelapan.

"Kenapa aku tidak bisa melihatnya?" gumamnya pelan. Kemudian ia berdecak sebal. "Pasti ibu membantumu lagi. Kau curang, Luce." Rael mengepal erat kedua tangannya, geram. Setelah tenang, ia menarik napas panjang, menghembuskannya dengan kasar. Kemudian bersandar pada singgasananya.

"Apa masih belum ada berita tentang kematian Pangeran bodoh itu?" tanyanya sambil menatap kristal-kristal merah yang menempel di langit-langit.

"Belum, Yang Mulia. Kerajaan Luce belum memberitakan apa pun." Agares berdiri tegap menjawab pertanyaan Rael.

"Hmm ... bagaimana dengan bocah itu?" tanya Rael lagi, masih dengan posisi yang sama. Yang dimaksud 'bocah' oleh Rael adalah Reno. Dan Agares-lah yang orang berjubah yang menemui Reno di panti.

"Anak itu tidak terlalu kuat, tapi saya pikir dia bisa menjadi pion yang cukup berguna bagi Anda. Bukankah akan menyenangkan melihat bagaimana reaksi mereka saat mengetahui bahwa temannya berubah menjadi Undead?"

Rael menyeringai, kemudian tertawa dengan suara keras. "Tidak sia-sia aku menyematkanmu waktu itu. Ide-idemu selalu dapat menjadi hiburan bagiku. Tapi ...," Rael mengangkat tangan kanannya, dengan telapak tangan mengarah ke atap. Perlahan muncul asap hitam di jemarinya, membentuk pusaran angin berwarna hitam pekat.

"Pada akhirnya musuh yang paling sulit dihadapi adalah diri sendiri."

DUAARRRZZ!!!

Rael menembakkan asap hitam itu tepat ke atas kepalanya, menghancurkan kristal merah yang menggantung di atas sana. Namun, pecahan kristal serta reruntuhan batu dari langit-langit itu tidak menggores kulitnya sedikit pun.

"Haahh ... kenapa kau tidak mengalah saja untukku? Padahal kita ini sama." Kini Rael mengarahkan tangannya ke arah Agares, akan tetapi pria itu sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Asap hitam mulai mengepul lagi di jemarinya, hingga ....

DUAARRRZZ!!!

Rael menembakan kekuatannya, menghancurkan kristal serta bebatuan yang ada di belakang Agares. Tembakan itu hanya berjarak 1 sentimeter darinya, hal tersebut membuat tangannya sedikit tergores akibat gesekan udara saat asap hitam melesat di sampingnya.

Di sisi lain, kaki dan tangan kecil Reno kini dirantai, ia ditahan di penjara bawah tanah, bersama dengan monster-monster yang juga ditahan di sana. Persiapan pasukan untuk perang yang akan datang.

"Maafkan aku teman-teman ...."

⿻⃕⸙͎

#Chapter XIX

Note
Halowwww!!!
Minggu ini lumayan cepet update lagi :3
Kemaren ku ada mau bilang sesuatu, tapi lupa TwT

Baiklah, semoga ceritanya tetap menarik! Jangan lupa voment nya
(*'∇')ノ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top