F I F T Y S E V E N 🔫
Senyum Blace tidak lepas dari bibirnya. Matanya terus memancarkan kegirangan dan kebahagiaan. Keberuntungan berpihak padanya, Blace tidak pernah menyangka jika perayaan Natal tahun ini akan ia rayakan bersama kakak-kakaknya. Tahun-tahun sebelumnya ia hanya menghabiskan waktu bersama Emily. Jian mengatakan jika ayahnya mungkin tidak akan datang. Tapi dengan ketiga kakaknya dan Emily hal itu sudah cukup. Walaupun Blace mengharapkan kedua kakaknya yang lain hadir, ia memahami dan mengerti saat Jian mengatakan Leon dan Lucas sedang berpetualang di luar negeri.
Semalam tiga pohon natal sudah didirikan di dalam rumah. Satu pohon yang paling besar tingginya tiga kali lipat melebihi tinggi Blace. Pohon natal bersalju yang awalnya polos sudah dihiasi penuh ornamen natal, lampu kelap-kelip, beberapa aksesori Santa Klaus dengan sebuah bintang bersinar di ujung pohon itu. Blace menyukainya saat lampu ruangan dimatikan, pohon-pohon itu akan bersinar cantik. Semalam ia, Emily dan ketiga kakaknya menghiasi pohon-pohon itu hingga menjadi cantik seperti sekarang.
Pagi tadi, di hari perayaan Natal, dia menerima kado yang sangat banyak. Ini pertama kalinya ia menerima begitu banyak hadiah dari Ayah, dan walaupun Leon dan Lucas tidak hadir, mereka tetap mengirimkan hadiah. Pemberian yang paling berlebihan ia terima dari Jian dan Zenan.
Hadiah-hadiah itu banyak terbungkus dalam ukuran besar, sedang, maupun yang berukuran kecil. Kertas kado lebih banyak warna dominan merah dan hijau. Emily juga mendapatkan kado, tapi tidak sebanyak Blace. Rasanya Blace bisa berenang bersama puluhan kado itu. Karena tidak sabaran, Blace hampir membuka semua kado dan akan ia lanjutkan lagi setelah mereka selesai bermain.
Blace tergelak lepas, sensasi dingin mengenai wajahnya, terpecah dan berubah menjadi es cair. Wajahnya memerah sempurna. Di helaian rambut eboninya ada butiran salju-salju yang menempel. Topi hangatnya terjatuh saat Blace merasakan sebuah bola salju itu kembali mengenainya. Senyuman Blace tidak hilang dari wajahnya, ia tidak terkejut menerima balasan bola salju dari Zenan, yang selalu mengenai sasaran. Blace meraih salju, membentuknya menjadi bola lalu melemparkannya pada Zenan. Blace tertawa lagi, saat ia melemparkannya tepat sasaran. Bola salju itu melebur di mantel hijau Zenan.
Senyuman di wajah Zenan terlihat sangat jelas karena wajahnya tidak mengenakan topeng. Blace kadangkala bertanya pada dirinya, kakaknya orang yang tampan, untuk apa alasannya menyembunyikan wajah indah itu. Dan Blace melihat perbedaan yang baru ia sadari, tubuh gempal Zenan yang dulu berubah menjadi atletis dan kokoh. Itu perubahan yang bagus.
Tangan Zenan mengenggam bola salju, siap melemparkan pada Blace. Blace menghindar, melarikan dirinya menjauhi kakaknya. Tapi Zenan tetap melempar bola di tangannya terus-menerus sembari mengejarnya. Langkah kaki Blace membawanya terus menghindar, badannya merasakan bola salju itu beberapa kali melewati tubuhnya, kadang juga mengenainya.
Sayang sekali Jian tidak bergabung bersama mereka untuk bermain. Katanya ia masih menyibukkan dirinya mengatur ulang jadwal pekerjaan dan menyelesaikan sedikit masalah pada seseorang. Avel dan Emily sedang membuat manusia salju dari sisi yang berlawanan dari Blace dan Zenan. Mereka tampak bahagia bersama, beberapa kali mencuri ciuman singkat dengan sembunyi-sembunyi. Mereka berada tidak jauh dari rumah Zenan, di belakang mansionnya ada sebuah danau yang membeku dan sangat dingin. Ada tumpukan salju yang mengunung di depannya, dan di sanalah mereka.
Sebuah lengan akhirnya meraih Blace, melingkar kokoh di pinggangnya. Blace memekik kaget, tak lama ia merasakan pipinya dipenuhi sensasi dingin. Zenan sangat cepat. Blace berusaha meraih salju di sekitarnya, ingin membalas Zenan seperti yang dilakukan kakaknya. Namun Zenan menahannya kuat sambil tergelak senang, dan berhasil menempel salju lagi pada pipinya yang lain.
Blace tidak marah pada Zenan yang mahir melempar bola salju padanya dan sangat cepat mengejarnya, ia merasa hal ini sangat lucu dan menyenangkan. Bibir, pipi dan perutnya terasa sakit karena ia terlalu banyak tersenyum dan tertawa. Blace tidak pernah merasakan sangat bahagia dan begitu ringan tanpa beban dalam hidupnya. Bermain kejar-kejaran dan bola salju seperti anak kecil yang lain, ini terdengar gila, tapi hal sepele itu berhasil membuat Blace bahagia.
"Kau tidak merasa lelah?" Zenan menarik Blace untuk duduk di bangku yang ada di sana. Blace pasrah mengikuti langkah kakaknya.
Blace menggeleng, ia duduk di samping kakaknya. Ia hanya merasa bahagia. Pandangannya melirik Avel dan Emily yang sudah selesai membuat tiga manusia salju yang berukuran sedang. Deru napasnya bermacu cepat penuh rasa gembira, dan rasa lelah mulai merangkul energinya. Senyuman terukir di wajah Blace lagi. "Apa kita akan bermain permainan lain?"
"Kau ingin bermain apa? Kita punya banyak list bermain hari ini. Jian juga akan bergabung bersama kita sebentar lagi." Suara Zenan terdengar menyenangkan, dan jelas bermain bersama Blace bukan hal yang membuang waktu.
Blace bersandar pada bahu Zenan yang kokoh. Ia sangat bersyukur atas apa yang sedang terjadi sekarang. Ketenangan kembali memeluknya dengan damai. "Terima kasih, kau mewujudkan keinginan konyolku. Walaupun Leon dan Lucas tidak datang, aku masih merasa sangat bahagia. Terima kasih."
Zenan mengelus rambutnya lembut, lalu membersihkan butiran salju-salju di helaian rambut hitamnya. "Jangan berterima kasih. Akan kami lakukan apa pun untuk kebahagiaanmu, termasuk menyingkirkan bahaya yang membayangimu. Kami akan melindungimu,"
Pandangan mata Blace mengabur, ia amat bersyukur pada dirinya yang sama, dirinya yang dulu. Blace masih sanggup bertahan setelah hari-hari penuh kematian yang terus-menerus menghantuinya. Blace berdongak, melihat tatapan Zenan yang hangat. Lalu ia memeluknya. "Aku menyayangi kalian semua."
Zenan membalas pelukannya. "Aku juga. Kami juga menyayangimu. Jadi, kembalilah pada kami. Jangan terus mengasingkan dirimu ke Skotlandia atau terus membahayakan dirimu bersama pelanggan brengsek itu."
Blace mengangkat wajahnya, dan melihat Zenan sedikit kesal membicarakan tentang pelanggan Blace yang sekarang. Apa ia sedang membicarakan Havrelt? Astaga, untuk sejenak Blace melupakan keberadaan pria itu. Blace membeku, ia masih memiliki perjanjian dengan Havrelt, masih harus menemukan barang-barang pria itu, yang artinya ketenangannya mulai melepas diri, meninggalkannya dengan ketakutan.
Ekpsresi Blace menjadi was-was. Ia punya firasat buruk tentang Havrelt. "Apa terjadi yang buruk padanya?"
"Tidak." Zenan mencebik. "Memangnya apa yang bisa akan terjadi padanya?"
Blace mengerjab-gerjabkan matanya. Zenan terlihat kesal. Untuk beberapa hari ini Blace membaca Zenan dengan mudah. Nyaris tidak tertutupi apa pun. Senyumannya menghilang. "Kau bohong. Apa yang kau sembunyikan?"
Zenan terdiam, suasana berubah serius dan membeku seperti es. Angin musim dingin itu memainkan helaian rambut mereka, salju-salju mulai turun lagi. Blace menghela napas, mungkin ucapannya terdengar sedikit menuduh. Tapi Blace hanya tahu, jika semua kakaknya mengetahui di mana Havrelt berada, apa yang pria itu lakukan dan apa yang sedang terjadi padanya.
Blace mengelus rambut hitam Zenan pelan, ia melanjutkan. "Dia tidak seburuk yang kau pikirkan Zenan. Kau tahu itu. Dia tidak pernah menyakitiku, hanya adiknya yang ... tidak waras. Ia akan melakukan apa pun untuk adiknya, seperti kau terhadapku. Aku tidak pernah lupa jika dia pembunuh atau pencuri atau ia punya adik yang terobsesi padanya. Tapi aku juga tidak lupa dia punya ... rasa aman yang damai tiap kali aku mulai bergantung padanya."
Zenan menatapnya, tatapannya terkejut. "Kau ... tertarik padanya?"
Blace tersenyum getir. "Aku tidak yakin. Aku tidak tahu. Perasaan itu membingungkan tapi sedikit menyenangkan."
"Jika tidak tahu itu perasaan apa. Lebih baik menjauhinya dan jangan kembali padanya untuk menyelesaikan apa yang kau mulai dengan pelangganmu."
Blace mengerjab lagi, ia bersandar pada Zenan. "Kupikir aku tidak ingin membicarakannya dulu," ia menghela napas. "Tapi karena kau mengungkitnya, kupikir setelah dua mendatangi aku akan kembali padanya. Kau harus mengerti Zenan, jika aku menginginkan untuk bersama kalian, aku harus mengakhiri apa yang sudah aku mulai hingga berakhir."
Zenan tidak menjawab, ekpsresi wajahnya terlihat tidak baik. Blace mencoba menarik tangan Zenan, merubah suaranya kembali ceria. Sepertinya sudah saatnya mengubah pembicaraan mereka. Pembicaraan yang membeku ini, membuat Blace sesak. Ia melihat ke arah danau yang membeku, Avel dan Emily bermain ice skating dengan lincah. Sebaiknya sekarang Blace harus bergabung dengan mereka.
"Aku ingin main ice skating. Ayo, kau harus ikut juga." Blace bangkit dari duduknya. Rasa terbang yang melayang di permukaan es tampak sangat menyenangkan dalam bayangannya. Blace sangat ingin merasakan bagaimana angin beku itu mulai merangkul ketenangannya lagi.
Zenan mulai tersenyum padanya, mengelus rambutnya lembut. "Aku akan menyusul nanti,"
Blace tersenyum ketika ingatannya kembali mengingat pada kejadian rambutnya yang sudah terpotong. Setelah ia memutuskan tali masa lalu itu, Blace merasa sangat bebas dan bahagia. Kakaknya tidak marah atas apa yang ia lakukan, malah mereka mendukungnya agar ia terus bertahan hidup dengan cara apa pun.
"Baiklah," Blace mengecup pipi Zenan, lalu ia melambai, meraih sepatu ice skating dan menyusul Avel dan Emily.
Senyuman yang tersisa di wajah Zenan mulai menghilang, menunjukkan sifat aslinya. Dingin dan tidak tersentuh. Ia meraih ponsel lalu mendial sebuah nomor. Jian.
"Apa rencanamu kemarin gagal, Jian?" suara Zenan tampak geram.
"Tidak terlalu, Dimitry terluka cukup parah."
"Sialan. Aku ingin dia lenyap saja dari dunia Ery."
"Apa terjadi sesuatu yang buruk? Kau terdengar lebih marah dari biasanya," di seberang Jian terdengar menghembuskan napasnya.
"Ketika Ery kembali padanya dan menghilang dari kehidupan kita lagi. Kau pasti tahu, kita tidak akan sanggup menolak permintaannya. Dan ada satu hal yang paling menyebalkan. BRENGSEK! Sepertinya Ery mulai tertarik padanya."
"Hubungan mereka tidak akan berlanjut. Karena aku yang akan terlebih dulu melenyapkannya. Kita tidak akan Ery menyakiti dirinya lagi seperti dulu. Aku hampir gila melihat dia bersikap begitu. Apa ... sekarang Ery baik-baik saja?"
Zenan memandang Blace dari kejauhan. Adiknya dengan terampil meluncur di atas es. Beberapa kali berputar sambil merentang tangannya. Ia memberi senyuman dan tawa pada Avel. Emily berada di belakangnya menyusul. Zenan ingin tawa Blace ada untuk selamanya, dan Zenan tidak ingin membiarkan hal itu menghilang begitu saja.
"Dia sangat bahagia. Demi apa pun itu Jian. Ini pertama kalinya aku melihat dia bahagia."
***
Tiga hari kemudian.
Havrelt menatap pantulannya di cermin. Dia terlihat mengerikan. Luka-luka di wajahnya mulai meninggalkan bekas. Luka tembak di lengan atasnya masih baru dan mulai berdarah lagi jika Havrelt terlalu banyak bergerak.
Percobaan pembunuhan yang mengincar dirinya beberapa kali membahayakannya. Havrelt tidak tahu siapa musuhnya yang sekarang. Ia tidak mengerti apa alasan musuhnya ingin membunuhnya. Pertama, motor curiannya meledak. Tapi ledakan itu tidak henti-hentinya, meledakkan setiap mobil yang terparkir di sana, dan kejadiannya di tengah keramaian menyebabkan kematian yang besar.
Kedua, kejadiannya tepat setelah kejadian pertama, tiba-tiba saja dia serang oleh sekumpulan gangster jalanan yang membawa kapak di tangan. Saat itu Havrelt hanya sedang beruntung. Beberapa bawahannya yang menjemputnya melawan mereka hingga gangster jalanan itu tewas mengenaskan. Havrelt tidak mungkin lagi melawan setelah menyadari jika kepalanya yang terluka paling parah.
Ketiga, di saat dia dan Freya berdebat di hotel yang di tinggali adiknya. Mereka diserang lagi, seseorang tidak dikenal tiba-tiba menembakkan senjata pada Freya. Havrelt berhasil menyelamatkan adiknya, tapi peluru itu malah mengenai lengan atasnya. Lukanya sekarang. Havrelt mengerang, luka itu mulai berdarah lagi. Pelurunya memang sudah dicabut, tapi pendarahan tidak berhenti.
Keempat, dan seterusnya. Havrelt tidak sanggup menghadapinya lagi. Havrelt tidak pernah diserang bertubi-tubi dengan musuh tidak dikenalinya. Amat sangat jelas bukan Nate yang menyerangnya, Nate sudah meninggalkan London sebelum perayaan natal di mulai. Havrelt sangat ingin tahu siapa musuhnya dan alasannya memburu Havrelt seperti binatang.
Suara helikopter di luar membuyarkan lamunannya. Ia meraih mantel hangatnya dan pistol peredamnya. Havrelt memutuskan untuk sejenak mengasingkan dirinya di pengunungan Alpen, Swiss. Di rumah kecil miliknya di tengah pengunungan salju dan danau. Dan tidak ada seorang pun yang tahu, kecuali James. Mantel itu berhasil ia pakai setelah susah payah.
Seseorang mengetuk pintunya dua kali. Havrelt mendiamkannya. Dengan cepat ia bergerak, mengintip dari jendela samping pintu, ada seorang perempuan bertubuh mungil memunggunginya, terlihat kebingungan. Ia berbicara dengan seseorang ke arah helikopter, berbahasa Jepang. Ketika wanita itu membalikkan badannya, mata hitamnya menemukan Havrelt sedang mengintip. Ia tersenyum padanya sekilas sebelumnya melambaikan tangan ke arah helikopter.
Mendadak Havrelt membeku. Havrelt meletakkan pistolnya di atas meja dan membuka pintu.
"Senang bertemu denganmu lagi, Havrelt." Blace berbalut mantel merah apel hangat, tersenyum manis padanya. Wajahnya tampak bersinar. Apa perempuan ini menikmati liburannya sedangkan Havrelt harus terus memikirkan dan mencarinya dengan menggila. Sekarang wanita itu muncul di depannya, tersenyum dan menemukan tempat persembunyiannya.
Langkah Havrelt bergerak maju ke arah Blace, akal sehat menghilang setiap dia berada di dekat wanita itu. Lengan-lengan Havrelt mengapai Blace dan memeluknya erat. Ia menenggelamkan wajahnya di lekuk leher, merasakan aroma lavender membungkus mereka. Jelas Havrelt tidak berhalusinasi. Blace ada di sana, di pelukannya.
Suara helikopter terdengar menjauh dari kediamannya, meninggalkan Havrelt dan Blace berdua saja. Mulai hari ini wanita ini, miliknya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak :)
Sory jika ada typo 😂
Rabu, 19 Agustus 2020
(2022 kata)
Salam hangat
P A H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top