Part 3
WARNING! GAY SCENE DETECTED!
"The important thing is not the object of love, but the emotion itself" - Gore Vidal
Myungsoo terus berjalan mengekori pria yang kini baru saja turun dari mobilnya dan memasuki halaman rumah sederhana itu, matanya terus mengamati pergerakan pria di hadapannya hingga pria itu berhenti sejenak untuk membuka pintunya yang terkunci.
"Oh ayolah Kangjoon, sampai kapan kau akan mendiamiku," Myungsoo mendesah panjang saat pria itu masih terus menganggap bahwa kehadirannya tidak nyata saat ini, padahal ia sudah repot-repot mau menunggui Kangjoon pulang dari kantor tapi bukannya sapaan yang seperti dulu didapatkannya, pria itu malah hanya berjalan melewatinya seolah tidak melihat dirinya.
"Kangjoon, sudah satu minggu kau tidak berbicara denganku. Sampai kapan kau mau seperti ini?" Myungsoo langsung ikut masuk ke dalam rumah Kangjoon, mengejar pria itu. Ia sungguh tidak nyaman berada dalam hubungan yang tidak baik dengan Kangjoon, bgaimanapun juga hanya pria itu saja yang tau dan mengerti tentang dirinya, bukan orang lain.
"Seo Kangjoon!"
Kangjoon menghentikan langkahnya dan melirik Myungsoo dengan memasang wajah datar, "sudah kukatakan aku tidak akan bertemu denganmu sebelum kau berubah." Desis Kangjoon tajam, Myungsoo mendengarnya kemudian mendesah.
"Oh! Apa kau tidak bisa mengasihani sahabatmu ini? Ayolah, jangan seperti ini."
"Pulanglah Myungsoo. Aku benar-benar tidak ingin berbicara denganmu," ucap Kangjoon tegas, selama ini ia sudah berusaha mentolerir semua kebiasaan buruk Myungsoo. Lagipula ayah Myungsoo menitipkan pria itu kepadanya, jadi mau tidak mau harus memahami kelakuan Myungsoo, tapi sampai pekan lalu ia sudah mencapai batas kesabarannya. Menyaksikan Jongsuk yang sampai kelelahan mengurus perusahaannya sendiri-sementara dia memiliki putra yang berpotensi tinggi untuk membantunya-membuat Kangjoon muak.
"Kangjoon, kita sudah bersama belasan tahun! Jangan cuma karena masalah sialan itu pertemanan kita berantakan." Ujar Myungsoo, Kangjoon menatapnya datar kemudian memutar kedua bola matanya saat menyadari kalimat Myungsoo.
"Masalah sialan? Myungsoo, ini mengenai ayahmu. Kau ingin melihat ayahmu mati berdiri karena kewalahan mengurus perusahaannya hah!" Pekik Kangjoon marah, Myungsoo terdiam mendengarnya. Sepanjang pertemanannya dengan Kangjoon selama ini ia tidak pernah melihat pria berteriak sekeras ini di depannya, bahkan saat marahpun.
"Kau tau seberapa besar aku menghormati ayahmu, aku bahkan sudah menganggapnya seperti orang tuaku, Myungsoo. Aku tidak tega jika harus melihatnya setiap hari bekerja keras seperti itu. Mengapa kau tidak bisa mengerti? Ayahmu membutuhkan bantuanmu!"
Myungsoo memejamkan matanya sejenak kemudian memijit pelipisnya, ia tau apa yang diinginkan Kangjoon saat ini. Tapi dia juga tau bahwa dirinya belum siap untuk memikul tanggung jawab sebesar itu. Tidak sebelum penyakit hatinya sembuh.
"Jadi kau ingin aku masuk ke perusahaan, begitu?" Tanya Myungsoo menatap Kangjoon yang hanya diam memandangnya. "Hanya kau yang tau aku seperti apa Kangjoon, memaksaku untuk masuk ke perusahaan sama saja membuat keadaan semakin kacau," gumamnya, Kangjoon menghela nafas panjang dengan kepala yang menggeleng kecil.
"Myungsoo, semua ini tidak akan berpengaruh pada kinerjamu. Cobalah dulu, buat ayahmu senang."
"Tapi bagaimana jika aku mengacau?"
"Tidak akan! Ada aku yang akan membantumu, kau juga bisa meminta arahan dari ayahmu." Sela Kangjoon, matanya kini menatap Myungsoo penuh pengharapan. Berharap bahwa pria dihadapannya mau mengubah pemikirannya dan memutuskan untuk bergabung ke perusahaan, membantu ayahnya.
"Baiklah, akan kulakukan," desah Myungsoo akhirnya, mendengar itu sontak membuat Kangjoon tersenyum cerah. Dia mendekati Myungsoo dan menepuk pundak pria itu.
"Keputusan yang baik brother!" Myungsoo hanya tersenyum miris dengan dengusan nafas yang panjang.
"Kau beruntung hanya kau temanku di sini, kalau tidak aku tidak mungkin menyetujui semua hal konyol ini," dengus Myungsoo membuat Kangjoon tertawa kecil, wajah datarnya kini telah berubah dengan raut geli.
"Yeah, how lucky I am!"
###
"Myungsoo, apa kau sudah gila?" Kangjoon berseru menghampiri Myungsoo yang sedang meraih kunci mobil miliknya, pria itu sudah terlihat rapi malam ini dengan celana jeansnya yang berwarna hitam serta kaos putih yang bersembunyi di balik jaket kulit yang baru saja ia kenakan.
"Aku masih waras." Sahut Myungsoo santai, Kangjoon memutar bola matanya kesal lalu meraih lengan pria itu agar menatap dirinya.
"Kau gila tentu saja. Menghampiri laki-laki itu! Untuk apa?"
Myungsoo mendengus, satu hal yang tidak disukainya tentang Kangjoon. Pria itu terlalu sering mencampuri urusannya, bahkan sampai urusan pribadipun ia campuri. Meskipun ia tidak mempernasalahkan itu, tapi tetap saja Kangjoon terkadang terlalu berlebihan.
"Sudahlah Kangjoon, aku hanya mau meluruskan sesuatu."
"Sesuatu apa? Kau ingin kembali padanya. Apakah kau benar-benar tidak bisa berubah?"
"Ah kau terlalu banyak tanya. Mau ikut atau tidak?" Myungsoo berseru melemparkan pertanyaan ke Kangjoon dengan wajah malas, alisnya terangkat saat pria itu hanya memandangnya dengan pandangan kesal.
"Myungsoo-"
"Ikut atau tidak, Kangjoon?"
Kangjoon mendesah lalu berjalan cepat melewati Myungsoo untuk keluar dari apartemen pria itu, ia tentu harus ikut. Tidak ingin mendapat kabar bahwa Myungsoo membuat rusuh di tempat umum malam ini. Ia sungguh repot jika harus membereskan keonaran yang dibuat oleh pria itu.
"Kau yang menyetir! Aku sedang malas." Seru Myungsoo melempar kunci mobilnnya ke Kangjoon yang sudah berdiri di samping mobil hitamnya.
"Myungsoo jangan membuat onar lagi malam ini kumohon." Pesan Kangjoon, mereka berdua sudah berada di dalam mobil milik Myungsoo.
"Jangan khawatir, hanya beberapa masalah yang harus kuselesaikan," gumam Myungsoo menyandarkan punggungnya di jok mobil. Kangjoon hanya menghela nafas saat menoleh untuk menatap Myungsoo yang sedang memejamkan matanya dengan keadaan tangan yang bersedekap di depan dada.
Kangjoon menahan lengan Myungsoo yang baru akan memasuki club malam itu, "ingat pesanku! Aku akan mengawasimu." Ucap Kangjoon menatap Myungsoo tajam. Pria itu tersenyum lalu menepuk bahu Kangjoon.
"Don't worry brother!" Ucapnya lalu melesat masuk ke dalam, Kangjoon memperhatikan Myungsoo sejenak kemudian ikut masuk ke dalam. Mencari spot yang tepat agar bisa melihat pergerakan pria itu.
Sementara Myungsoo sudah mengambil tempat duduk di bagian VIP agar ia bisa dengan leluasa melihat orang-orang yang memasuki club tersebut. Mata sipitnya terus mengedar untuk menemukan seseorang yang dicarinya malam ini.
Sampai saat ia menangkap sepasang kekasih yang memasuki club dengan tertawa lepas. Seketika kedua tangannya mengepal melihat adegan itu, rasanya ingin segera menghampiri sepasang kekasih itu lalu menarik salah satu dari mereka dan membawanya pergi dari sana. Namun ia masih cukup sadar untuk mengingat peringatan Kangjoon untuk tidak membuat onar, jadi dia harus menunggu untuk mencari kesempatan yang baik.
Selama hampir sepuluh menit Myungsoo duduk diam mengamati sepasang kekasih itu, akhirnya ia bisa mendesah lega saat melihat keduanya memisahkan diri. Sang wanita masih duduk di sofa yang telah mereka pesan, sementara prianya sudah beranjak pergi entah kemana. Merasa bahwa ini kesempatan emas, Myungsoo langsung beranjak dari tempatnya untuk menyusul pria itu. Kakinya berhenti tepat di dekat toilet pria dan menunggu dengan sabar.
Senyuman kecil tersinggung dibibirnya saat melihat pria itu keluar dari toilet, kakinya langsung saja berjalan menghampirinya dan menatap pria itu dengan tajam.
"Shin!"
Pria itu mendongak untuk menatap Myungsoo, raut wajah terkejut tampak begitu jelas di wajahnya. Ia melirik ke kiri dan ke kanan kemudian menatap Myungsoo tajam.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Wonho sedikit berang, ia jelas tau bahwa Myungsoo mengikutinya dan mungkin saja malam ini pria itu sudah tau bahwa ia akan ke club ini.
"Ini tempat umum, apa ada larangan untuk aku datang kesini?" Tanya Myungsoo mengulum senyum simpulnya membuat Wonho sempat terpana, namun dengan segera pria itu menggelengkan kepala berusaha untuk menyadarkan dirinya.
"Oh tentu saja tidak. Kalau begitu aku duluan." Ucap Wonho cuek lalu berjalan melewati Myungsoo, namun baru beberapa langkah tangannya dihadang oleh pria itu.
"Tunggu, aku belum selesai," tahan Myungsoo, Wonho membalikan badannya dan menatap Myungsoo datar.
"Apalagi? Kita sudah tidak punya urusan apapun Kim Myungsoo?" Kata Wonho tegas, Myungsoo tersenyum lalu mendekatkan dirinya.
"Kau yakin? Aku rasa kita masih memiliki beberapa urusan," gumam Myungsoo pelan, pria itu sudah meremas lembut tangan Wonho membuat Wonho terkesiap.
"Myungsoo, lepaskan tanganku," geramnya, Myungsoo menggelengkan kepalanya dan semakin mendekatkan dirinya.
"Tidak akan sebelum aku selesai dengan urusanku," ucap Myungsoo tajam, Wonho mendesah mencoba untuk menghempaskan tangannya tapi nyatanya kekuatan Myungsoo lebih besar darinya.
"Lepaskan sekarang juga!" Seru Wonho, alarm tanda bahaya berbunyi dikepalanya saat melihat tatapan Myungsoo yang begitu intens padanya, ia mencoba menarik tangannya tapi tetap saja tidak bisa. Hingga tubuhnya menegang kaku saat pria itu malah merangkul pundaknya dan memeluknya.
"Apa-apaan kau?" Sentak Wonho terkejut setelah membeku selama sepersekian detik, ia mencoba meronta namun Myungsoo malah mengeratkan rangkulannya.
"Katakan kau masih mencintaiku Wonho," bisik Myungsoo pelan berusaha mengabaikan penolakan pria itu.
"Myungsoo, kita sudah berakhir! Hubungan ini salah. Aku sudah akan menikah dengan seorang wanita." Ucap Wonho masih berusaha untuk lepas dari Myungsoo.
"Tidak, itu tidak benar. Kau masih menyayangiku, kita sama Wonho-jangan memaksakan dirimu." Wonho memejamkan matanya mendengar kalimat Myungsoo yang menohoknya. Pria itu benar, mereka sama. Bahkan saat ini saat berada dalam pelukan Myungsoo dia merasa masih senyaman dahulu, namun sebisa mungkin ia menepis perasaan itu. Ada wanitanya yang sedang menunggu saat ini.
"Tidak. Sudah tidak lagi! Aku mencintai calon istriku, kau harus terima itu Myungsoo." Ucap Wonho penuh ketegasan dan tajam tepat ditelinga Myungsoo membuat pria itu terdiam, Myungsoo mengetatkan rahangnya menahan rasa kesal akibat pengakuan Wonho yang terdengar begitu yakin.
"Tidak Wonho. Apa selama lima tahun ini tidak ada artinya untukmu? Aku mencintaimu dan kaupun seperti itu," balasnya tajam. Wonho menghela nafasnya panjang masih dalam usaha untuk melepaskan diri dari Myungsoo.
"Harus dengan apa kukatakan bahwa aku tidak lagi menyukaimu? Aku ingin normal Myungsoo, ini tidak benar. Jadi kumohon lepaskan aku."
Wajah Myungsoo memerah menahan kekesalannya, ia sudah sangat menaruh harapan tinggi pada Wonho. Selama ini Wonho selalu menyenangkannya, hubungan yang terjalin diantara mereka cukup harmonis dan ia sama sekali tidak pernah berpikir bahwa akan berpisah dengan Wonho, bahkan dengan alasan yang tidak masuk akal menurutnya.
Tangannya mengencang untuk merangkul Wonho saat matanya menangkap sosok wanita yang mungkin tidak sengaja melihat adegan pelukannya dengan Wonho. Dia menggeram saat melihat wajah jijik wanita itu!
Go to hell woman! Ini adalah hidupku, aku tidak perlu wanita seperti kalian yang busuk untuk menghakimiku.
Matanya terus mengamati gadis itu yang berjalan melewatinya untuk masuk ke toilet wanita, Myungsoo mendesah. Semua wanita sama, terlihat menjijikkan dimatanya.
"Myungsoo lepaskan aku," kini suara putus asa dari Wonho menyadarkannya dari lamunan, Myungsoo melepaskan pelukannya namun tetap masih menggenggam salah satu tangan Wonho.
"Kau tega meninggalkanku? Aku membutuhkanmu." Ucap Myungsoo gusar menatap matanya penuh harap, Wonho mendadak merasa tersentuh dengan ucapan dan tatapan Myungsoo. Saat ia baru saja akan menyentuh lengan Myungsoo, sekelabat wajah Soojung melintas di kepalanya. Ia menggeleng keras lalu memaksa tangan Myungsoo untuk melepaskannya.
"Maafkan aku," gumam Wonho dengan kepala tertunduk, "terima kasih sudah menemaniku selama ini, aku benar-benar akan mencintai istriku Myungsoo dan aku berharap kau juga menemukan wanita yang tepat untukmu," lanjutnya, Myungsoo menatap Wonho ngeri seakan apa yang dikatakannya adalah sebuah terror yang mungkin saja bisa membunuhnya ditempat.
"Aku serius, tidak semua wanita seperti apa yang kau pikirkan. Hanya perlu buka mata dan hatimu," ucap Wonho lagi, ia mengangkat tangannya dan menepuk pundak Myungsoo.
"Aku pergi."
Myungsoo hanya terdiam memandang nanar punggung Wonho yang menjauh, selama ini jika ia sedang dilanda kesedihan Wonho selalu ada disampingnya dan menghiburnya. Jika ayahnya sedang keluar kota dan merasa kesepian selalu ada Wonho yang menemaninya, tapi sekarang tidak ada lagi pria itu. Tidak ada lagi yang mau memberikannya kasih sayang seperti yang Wonho berikan kepadanya.
Myungsoo memejamkan matanya dengan raut wajah terluka. Dengan gontai ia berjalan menjauhi area itu dan menghampiri Kangjoon yang sejak tadi hanya menunggunya di bar.
"Kita pulang." Lirih Myungsoo lesu, Kangjoon hanya diam menatap Myungsoo. Ia beranjak dan mengikuti Myungsoo untuk keparkiran. Tau bagaimana perasaan pria itu saat ini, ia cukup toleran untuk bisa mengerti kesedihan sahabatnya.
"Myungsoo, everything will be better okay?"
Myungsoo hanya mengangguk kecil dengan wajah sendu ketika mendengar ucapan Kangjoon. Yeah, everything will be better or not. Maybe.
###
Sooji mematut dirinya di depan cermin, gaun hijau tosca yang cerah dengan model dress panjang tanpa lengan dan kerah tinggi dengan pita kecil sebagai pengikat dibagian belakang lehernya membuat penampiannya terlihat begitu anggun, ditambah lagi dengan model backless yang memamerkan punggung putihnya yang terlihat kontras dengan warna tosca gaun tersebut memberikan kesan elegan sekaligus berkelas untuknya. Gaun yang dikenakannya saat ini adalah salah satu hasil hungtingnya bersama Soojung bulan lalu saat mereka shopping di daerah Apgujeong, bahan sifon silk yang begitu lembut membuat Sooji terpesona dan saat itu juga langsung membelinya. Selama ini ia tidak memiliki kesempatan untuk memakainya, dan sepertinya malam ini adalah saat yang tepat untuk memamerkan gaun pilihannya yang membuatnya lebih percaya diri.
Sooji tersenyum kecil saat kakinya melangkah keluar dari lobi gedung apartemennya. Di sana sudah terparkir manis sebuah audy-A6 berwarna grey metallic membuat senyumnya terkembang, tanpa menunggu waktu lama lagi ia langsung menghampiri mobil tersebut dan membuka pintu penumpang di belakang.
"Maaf membuatmu menunggu," gumam Sooji pada wanita yang duduk disampingnya, Haeri tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Setelah itu memerintahkan supirnya untuk jalan.
"Tidak apa-apa. Kau terlihat menawan Sooji," ungkap Haeri membuat Sooji tersenyum simpul.
"Terima kasih, begitupun denganmu ma'am." Balas Sooji tulus, ia melirik Haeri yang duduk dengan gugup disampingnya. Kemudian tawanya terlepas sehingga mau tak mau Haeri menoleh dengan tatapan bingung kepadanya.
"Ada apa?"
"kau terlihat gugup dan itu sangat lucu," seru Sooji masih dengan sisa-sisa tawanya. Haeri mendelik lalu membuang mukanya, tidak ingin meladeni Sooji yang saat ini secara terang-terangan jelas sedang menggodanya.
"Jangan terlalu gugup oke? Semuanya akan berjalan lancar," Sooji menarik tangan Haeri dan tersenyum menenangkan membuat wanita yang umurnya hampir dua kali lipat darinya itu ikut tersenyum.
"Terima kasih Sooji. Aku hanya mengkhawatirkan beberapa hal." Gumam Haeri.
"Masalah anak paman Jongsuk?" Haeri mengangguk kecil, seketika itu Sooji mencebikkan bibirnya kesal. Hari ini adalah kesempatannya untuk bertemu dengan anak sialan itu dan ia tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatannya. Sejak tadi pagi Sooji bahkan sudah menyusun segala kata untuk memaki anak Jongsuk, ia tidak peduli jika akan mengacaukan acara Jongsuk karena ia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk mencaci maki anak sialan itu.
"Jangan khawatirkan anak sialan itu Haeri. Dia benar-benar tidak layak mendapatkannya," ucap Sooji bersungut-sungut. Haeri mendesah panjang kemudian menepuk pundak Sooji yang mulus.
"Jangan seperti itu, dia adalah calon anakku." Gerutunya, Sooji memutar bola matanya lalu mendelik.
"Ya, calon anak sialan!"
"Sooji kumohon-" Haeri menatap Sooji dengan memelas, ia jelas tau apa yang akan dilakukan gadis itu pada anak Jongsuk nanti, dan dia sama sekali tidak ingin membuat kesan anak itu semakin buruk terhadapnya ataupun Sooji.
"Aku tidak akan melakukan apapun." Ungkap Sooji menatap Haeri yakin, tapi wanita itu menggeleng seakan tau bahwa Sooji tengah berbohong saat ini, "hah, baiklah-baiklah! Aku akan menjadi gadis penurut. Aku berjanji." Desah Sooji akhirnya membuat Haeri tersenyum lega.
"Aku hanya tidak ingin kau mendapatkan kesan buruk dari orang-orang di sana Sooji. Kau tau seperti apa anak Jongsuk," ucap Haeri mencoba memberi penjelasan atas penolakannya pada tindakan yang akan di ambil Sooji nanti.
"Ya aku tau."
Setelahnya mereka hanya menghabiskan perjalanan dengan saling berdiam diri, Sooji sibuk memikirkan kiat-kiat apa yang akan dilakukannya agar anak Jongsuk nantinya tidak merusak acara Jongsuk dan Haeri, sementara Haeri sedang berkelana dengan kecemasan serta kegugupannya untuk menghadapi Jongsuk beserta anaknya.
"Kita sudah sampai." Ucapan Sooji memecah keheningan membuat Haeri yang tadi sedang melamun menolehkan kepalanya, ia tersenyum lalu mengajak Sooji untuk keluar dari mobilnya.
"Wah, aku tidak pernah melihat rumah sebagus ini." Decak Sooji saat dirinya dan Haeri telah berada di pelataran rumah Jongsuk, pria itu memang memutuskan untuk merayakan acara ulang tahunnya di rumah dibandingkan di hotel. Dia ingin mengadakan acara yang tidak terlalu megah dan hanya dihadiri oleh rekan-rekan bisnisnya serta keluarga dekat.
"Begitupun denganku saat pertama kali melihat rumah ini." Sahut Haeri, Sooji menoleh dan kembali berdecak menatap takjub Haeri.
"Kau akan menikahi orang kaya-maksudku orang yang benar-benar kaya. Astaga! Ini luar biasa," seru Sooji dengan mata berbinar, Haeri mencebik lalu menarik lengan Sooji agar mengikutinya. Haeri tersenyum saat melihat penjaga di depan pintu utama memberikan hormat padanya.
Sooji hanya terpaku saat langkah kakinya membawanya memasuki mansion megah milik Jongsuk. Rumah bergaya Victorian itu sanggup membuat Sooji tercengang, tidak seperti yang terlihat diluar, mansion ini terlihat lebih sederhana dari dalam. Meskipun begitu, ruang utamanya sanggup menampung ratusan kepala yang menghadiri acara ini.
Kesan pertama Sooji saat memasuki rumah ini adalah hangat, bay window yang terdapat dihampir setiap sisi dinding membuat kesan klasik akan hunian tersebut. Matanya kemudian melirik ke arah perapian yang bertugas untuk menghangatkan ruangan ini, serta sebuah tangga yang terbuat dari batu bata di ujung kiri ruang utama yang dilapisi oleh sebuah permadani berawarna dark brown menambahkan kesan anggun pada rumah tersebut.
"Ayo, Jongsuk di sana," lamunan Sooji terhempas saat merasa tangannya tertarik, ia melirik Haeri yang sudah tersenyum simpul sambil menatap ke satu arah. Mengikuti arah pandang Haeri, bibir Sooji ikut tersenyum melihat pria gagah di depan sana.
Jongsuk tersenyum saat menyambut kedatangan dua wanita yang terlihat sangat cantik malam itu.
"Selamat paman, semoga panjang umur dan tuhan memberkatimu," Sooji langsung mendekati Jongsuk dan memeluknya singkat, ia mengeluarkan sebuah kotak dan memberikannya pada pria itu, "hadiah untukmu," tukas Sooji saat melihat raut kebingungan dari wajah Jongsuk.
"Terima kasih cantik," ucapnya memberi kecupan singkat dipipi Sooji lalu kemudian membuka kotak tersebut dan mendapatkan sebuah jam tangan yang talinya berbahan kulit asli. Jongsuk tersenyum dan segera memakai pemberian Sooji tersebut.
"Kau tau aku tidak pernah memakai jam tangan."
"Ya dan aku memberinya dengan sengaja agar kau tidak lagi lupa waktu kalau sedang bekerja," ungkap Sooji jujur, Jongsuk terkekeh lalu menepuk kepala Sooji lembut.
"Terima kasih, aku akan memakainya terus," Sooji tersenyum puas lalu ia melirik Haeri yang hanya berdiri mengamati mereka berdua disampingnya, tangannya kemudian meraih lengan Haeri dan membawa wanita itu untuk berdiri disamping Jongsuk.
"kau tau, Haeri sangat gugup malam ini," bisik Sooji pelan pada Jongsuk dengan mengedipkan sebelah matanya membuat pria itu menciptakan sebuah tawa kecil dari bibirnya.
"Bae Sooji, aku mendengarmu," geram Haeri tertahan, dengan wajah yang berpura-pura terkejut Sooji menatap Haeri.
"Sorry." Kekehnya pelan, ia kemudian menatap Jongsuk dengan pandangan penuh harap, "aku bisa menjelajah di sini? Aku sangat lapar." Ucapnya sembari mengusap perut rata miliknya, Jongsuk tersenyum dan mengangguk mengiyakan permintaannya.
"Uh yeah! Terima kasih paman, aku titip dia padamu ya," serunya sebelum melenggang pergi meninggalkan sepasang kekasih tersebut, Haeri hanya berdecak sembari menggerutui sikap Sooji yang seenaknya saja.
"Sudah jangan cemberut lagi, ayo kita ketemu dengan rekan-rekanku yang lain," Haeri hanya mengangguk sembari tersenyum kecil lalu mengikuti langkah Jongsuk yang tengah merangkulnya untuk bertemu dengan beberapa koleganya.
###
Kangjoon mendesah panjang saat melihat tingkah sahabatnya, ia menatap pria yang kini sedang bergelung di atas ranjang mewah miliknya. Sementara dirinya sudah siap dengan pakaian rapi untuk menghadiri acara yang sedang berlangsung tepat di bawah lantai ini.
"Myungsoo, cepatlah berpakaian," Myungsoo memejamkan matanya tidak memperdulikan ucapan Kangjoon membuat pria itu kembali mendesah panjang.
"Apalagi yang mau kau lakukan sekarang hah? Bisakah sekali saja kau menuruti perkataan paman Jongsuk, Myung?" Kangjoon sudah mendesah pasrah, dlia duduk di sofa dalam kamar itu dan menatap nanar pada tubuh Myungsoo yang tergeletak di atas ranjang.
"Wanita itu pasti ada di sana, aku malas bertemu dengannya." Gumam Myungsoo dari balik selimut, Kangjoon berdecak lalu beranjak dan segera menarik selimut Myungsoo membuat pria itu tersentak dan bangun.
"Kangjoon!"
"Sudahlah Myungsoo, ayahmu akan sedih kalau kau seperti ini. Sekali saja beri toleransi pada Haeri, bukan hanya kau yang merasa tertekan disini, dia juga pasti merasa seperti itu karena perlakuanmu." Omelnya, Myungsoo mendengus. Tidak terhitung sudah berapa kali Kangjoon menceramahinya karena masalah yang sama. Dan hasilnya selalu sama, da tidak akan pernah mau merubah pikirannya untuk bertatap muka dengan wanita itu.
"Aku tidak mau Kangjoon."
"Dia akan menjadi istri ayahmu, mau tidak mau kau harus bertemu dengannya," desis Kangjoon, Myungsoo sontak menatapnya dengan tatapan tajam.
"Jangan katakan! Dia tidak akan menjadi istri ayahku, dan tidak pula dengan wanita lain." Ucap Myungsoo tajam, wajahnya sudah memerah karena emosi. Sejak awal ia sudah menolak hubungan Jongsuk dan Haeri, karena ia tau ujung dari hubungan tersebut adalah pernikahan dan ia tidak ingin ayahnya menikah dengan wanita manapun, terlebih Choi Haeri.
"Jangan menyiksa ayahmu seperti itu, dia juga butuh pendamping. Butuh seseorang yang akan merawatnya di hari tua."
"Aku bisa merawat ayahku, tidak perlu wanita lain." Kangjoon menggelengkan kepalanya tidak percaya, Myungsoo benar-benar pria yang keras kepala.
"Benarkah? Membantunya untuk perusahaan saja kau tidak mau bagaimana mau merawatnya? Memang kau tau cara merawat orang tua hah?" Seru Kangjoon kesal membuat Myungsoo terdiam "Kau bahkan tidak tinggal bersamanya sekarang, bagaimana kau bisa mengatakan akan merawat ayahmu?" Cibirnya dengan suara yang sangat pelan namun Myungsoo masih mampu mendengarnya. Pria itu mendengus keras lalu bangkit dari ranjang.
"Sialan kau!" Rutuk Myungsoo sembari meninju perut Kangjoon, setelahnya ia sudah menghilang dari balik kamar mandi. Kangjoon yang sedang mengusap perutnya itu hanya tersenyum puas, meskipun harus mengeluarkan tenaga tapi Myungsoo selalu menyerah di akhir perdebatan mereka.
"Aku menunggu sepuluh menit Myungsoo." Seru Kangjoon lalu beranjak keluar dari kamar Myungsoo.
###
Wanita itu terlihat asyik sendiri dengan kegiatannya, ketika orang-orang disekitarnya saling menyapa dan bercengkrama ia malah lebih memilih menyudut dan menikmati beberapa jenis cemilan yang berhasil didapatkannua dari meja sajian.
Ketika tangannya baru saja akan memasukan sebuah blueberry muffin yang berukuran mini ke dalam mulutnya, sebuah sahutan tiba-tiba saja menginterupsinya.
"Sooji?"
Wanita itu menatap pria yang berdiri tak jauh darinya masih dengan mulut yang terbuka, tangannya masih menggantung di depan wajah ketika pria itu sudah berdiri tepat dihadapannya.
"Bagaimana kau bisa di sini?" Sooji mengerjapkan mata sembari membungkam mulutnya dengan perasaan kikuk, ia tersenyum kecil pada pria itu.
"Eh, Wonho hai-" Sooji tersenyum kecil saat menyapa pria itu, "aku di undang oleh paman Jongsuk, kau sendiri?" Tanya Sooji balik ketika tangannya perlahan meletakkan muffin yang tadi hendak ia makan ke dalam piring dan menyimpan piring tersebut ke meja yang berada tak jauh dari jangakauannya.
"Tuan Kim adalah rekan kerja ayahku, aku menggantikannya untuk hadir. Apa kau datang sendiri?" Sooji menggeleng kecil lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
"Tidak aku bersama atasanku, bagaimana denganmu? Soojung?" Wonho tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya.
"Dia tidak bisa menemaniku, ibunya harus ke rumah sakit untuk pemeriksaan rutin," jawab Wonho, Sooji yang memang mengetahui riwayat kesehatan ibu Soojung yang agak terganggu itu mengangguk mengerti.
"Wonho?" Keduanya menoleh saat mendengar sahutan itu, Wonho tersenyum dan langsung menghampiri Jongsuk kemudian menyalaminya dengan sopan.
"Selamat tuan Kim, semoga anda diberikan kesehatan selalu. Ayah menitip salam kepada anda." Ucap Wonho, Jongsuk tersenyum kemudian menepuk pundak pria itu.
"Terima kasih nak, tolong sampaikan salam balikku padanya," Wonho mengangguk pada Jongsuk lalu dia beralih pada Haeri yang masih setia disamping pria itu.
"Nona Choi," Haeri mengangguk kecil atas sapaan Wonho ia kemudian menerima uluran tangan pria muda itu.
"Wonho-ssi, senang bertemu denganmu lagi."
Keduanya saling melempar senyum yang ramah, sementara Jongsuk menatap Sooji yang berdiri di dekat Wonho dengan pandangan kebingungan.
"Kalian saling mengenal?" Tanya Jongsuk menunjuk Wonho dan Sooji bergantian, mereka berdua saling memandang sejenak kemudian mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Jongsuk.
"Iya paman, dia calon suami Soojung."
"Hah? Jung Soojung?" Mata Haeri membesar seiringan dengan mulutnya yang terbuka lebar, ia tau Soojung seperti mengenal Sooji. Bagaimanapun juga wanita itu adalah pegawainya dan mengetahui bahwa ia telah memiliki seorang calon suami membuatnya sangat terkejut.
"Ya, Jung Soojung." Sooji terkekeh dan mengangguk kecil melihat reaksi dari Haeri.
"Selamat Shin, aku tidak menyangka kalau kau sudah akan menikah," sahut Jongsuk menatap Wonho senang, "ah, apa kau sudah bertemu dengan Myungsoo?" Tubuh Wonho seketika menegang saat mendengar nama pria itu, ia tersenyum kikuk. Myungsoo berada di sini? Ada angin apa. Setaunya Myungsoo sangat tidak menyukai menghadiri acara-acara yang dibuat oleh ayahnya sendiri, bukan hanya karena ia akan melihat ayahnya bersanding dengan Haeri tapi juga karena ia muak dengan tatapan-tatapan merendahkan dari para kolega ayahnya yang memang telah mengetahui sepak terjang keonaran pria itu. Setidaknya begitulah yang Wonho ketahui selama ini, jadi kehadiran Myungsoo saat ini merupakan tanda tanya besar untuknya.
"Em, Myungsoo? Dia datang paman?" Tanya Wonho ragu, Jongsuk yang seakan mengerti dengan maksud Wonho itu menganggukan kepalanya.
"Ya, tapi entahlah anak itu ada di mana. Dia bersama Kangjoon."
"Aku belum bertemu, mungkin sebentar aku akan menyapanya paman," ucap Wonho mengembangkan senyum simpulnya, tidak mungkin ia mengatakan pada Jongsuk bahwa dia sedang menghindari anaknya saat ini karena hubungan mereka yang rumit. Demi tuhan, Jongsuk bisa langsung membunuh mereka berdua saat itu juga.
"Baiklah, kalau begitu silahkan kau nikmati waktumu di sini. Kami ingin mengumumkan sesuatu," ucap Jongsuk sembari merangkul Haeri yang berdiri disampingnya, Sooji menatap keduanya penuh arti dan tersenyum lebar "Sooji, bersenang-senanglah bersama Wonho, dia pria yang cukup seru."
"Tentu paman, silahkan-jangan membuat kami menunggu lebih lama," sahut Sooji dengan kedipan mata jahilnya, melihat itu Haeri hanya melotot tajam. Entah mengapa sekarang ini ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun. Haeri terlalu gugup.
Setelah kepergian sepasang kekasih itu, Wonho menoleh dan menatap bingung pada Sooji yang kini sudah tersenyum-senyum sendiri. Dia mencolek bahu gadis itu sehingga membuat Sooji juga menoleh padanya.
"Ada apa?"
"Aku tidak mengerti," Wonho bergumam pelan, Sooji tersenyum dan mendekat ke Wonho hendak membisikkan sesuatu pada pria itu.
"Mereka akan mengumumkan pernikahan mereka," bisiknya, mata Wonho melebar tidak percaya. Jongsuk dan Haeri akan segera menikah. Bagaimana bisa?
"Hah? Menikah? Bagaimana bisa, bukannya Myungsoo-"
"Ah anak paman Jongsuk? Hmm, kurasa mereka akan mengesampingkan urusan itu dulu. Setidaknya mereka sudah menikah, masalah anaknya bisa di urus nanti jika sudah menikah." Sela Sooji mengangguk-anggukan kepalanya, ia senang dengan pilihan Haeri saat ini. Itu adalah keputusan yang terbaik. Peduli setan dengan anak paman Jongsuk.
"Tapi itu-" Wonho menghentikan ucapannya, ia sangat mengerti alasan mengapa Myungsoo bersikeras menolak ayahnya untuk menikah saat ini. Dia tau semua dan ia juga tau akibatnya pada Myungsoo jika ayahnya tetap melakukan pernikahan ini. Pria itu akan sangat kacau, dan lagi-eh tunggu, kenapa kau harus mengkhawatirkan pria itu Wonho? Sudahlah, kalian sudah tidak bersama lagi. Biarkan saja dia.
Sooji menatap wajah Wonho yang terlihat cemas dengan alis berkerut, "kau tidak apa-apa?" Sooji mengibaskan tangannya di depan wajah Wonho membuat pria itu mengerjapkan matanya menatap Sooji.
"Ya, aku baik-baik saja."
"Hh, kalau begitu ayo kita kesana. Aku ingin melihat mereka," dengan cepat Sooji meraih lengan Wonho dan mengajaknya untuk berjalan bersama, Wonho hanya menatap heran pada tangan Sooji yang bertengger dilengan kanannya dan Sooji mengamati itu.
"Anggap saja aku sedang menjaga calon suami sahabatku dari para laki-laki buas didalam ruangan ini, oke?" Sooji mengedipkan matanya pada Wonho membuat pria itu terkekeh pelan. Dia menggelengkan kepalanya, Sooji benar-benar gadis yang menyenangkan.
"Tidak masalah untukku." Gumam Wonho menyetujui, keduanya kemudian tertawa bersama.
###
"Wonho?"
Sooji dan Wonho mengamati kebahagiaan yang terpancar dari Jongsuk dan Haeri yang sedang berada di atas podium kecil di depan sana sontak menoleh bersamaan saat mendengar sahutan tersebut. Reaksi yang diberikan keduanya terlihat jelas berbeda, dimana Wonho memberikan raut terkejut dengan tubuh yang mendadak kaku sementara Sooji mengkerutkan keningnya memperhatikan pria dihadapannya saat ini.
"Kau datang," Ucap pria itu lagi, tatapannya terlihat tajam dan dalam disaat yang bersamaan membuat Wonho tidak dapat berkutik, ia tau akan bertemu dengannya hari ini. Lagi.
Sooji melirik Wonho sekilas saat merasakan ketegangan di badan pria itu, ia mengamati wajah tegang Wonho kemudian kembali pada pria dihadapannya yang menatap Wonho dengan tajam, Sooji mampu mendeskripsikan emosi-emosi yang terpancar dari mata itu. Tidak ada kilatan kemarahan yang ia lihat di mata itu, hanya sebuah perasaan lega dan-tunggu, Sooji mengerjapkan matanya kembali melirik Wonho dan pria itu bergantian.
Setelah sadar ia memekik tertahan bersamaan dengan tangannya yang mencengkram kuat lengan Wonho.
"Won-Wonho, dia-" Pria itu tersentak saat merasakan perih dilengannya akibat cengkraman Sooji, dia tersadar dan akhirnya menoleh pada gadis itu. Wajahnya sudah pucat pasi, entah karena apa.
"Oh, kenalkan-dia Kim Myungsoo, anak tuan Kim." Ucapan Wonho bagaikan kilatan petir yang menyambar tubuhnya, kini gantian Sooji yang menjadi kaku dan tegang. Ia menatap nyalang wajah pria yang bernama Kim Myungsoo dihadapannya.
"Myung-soo? Dia Kim Myungsoo?" Tanya Sooji tidak percaya, Wonho mengangguk kecil saat mendapati wanita itu sedang menatapnya dengan pandangan shock.
Sementara Myungsoo hanya mengamati dalam diam interaksi yang terjadi antara Sooji dan Wonho, ia masih belum berniat mengalihkan pandangannya dari Wonho namun ketika mendengar pekikan histeris yang tertahan dari wanita yang berdiri disamping pria itu, ia akhirnya mengalihkan pandangan untuk menatapnya.
"Oh tuhan! What the hell is going here!" Sooji memejamkan matanya tidak percaya, anak Jongsuk-pria yang selama ini selalu menjadi masalah jika membahas masalah pernikahan Jongsuk dan Haeri adalah pria yang sama yang dilihatnya saat di club beberapa waktu lalu. Dan ia adalah seorang--demi tuhan Sooji bahkan tak sanggup untuk mengatakannya.
"Apa-apaan." Desis Myungsoo menatap Sooji tajam, ia mengamati wajah pucat gadis itu dan sekelabat pemikiran tetang seorang wanita yang memergokinya berpelukan dengan Wonho di depan toilet club muncul diingatannya. Menyadari mengapa gadis itu histeris kepadanya dia berdecak keras.
"Ada apa?" Wonho berbisik pelan pada Sooji, wanita itu terlihat sangat shock dan ia sama sekali tidak tau alasan dari serangan terkejut yang Sooji terima saat ini.
"Kau, dia-itu, eh kalian-" Sooji menghentikan ucapannya saat mendengar suara dari Jongsuk, mereka bertiga lalu mengalihkan langsung pandangan mereka kearah podium dan disana sudah berdiri Haeri yang tengah mengaitkan lengannya ke lengan Jongsuk.
"Mohon perhatian semuanya."
Keadaan menjadi hening, Sooji berdiri waspada ditempatnya. Myungsoo berdiri tak jauh dibelakangnya sementara lengannya kanannya masih mengait milik Wonho, ia tidak akan melepaskan pria ini. Seperti ucapannya tadi, ia akan menjaga Wonho dari pria-pria buas di dalam ruangan ini termasuk Myungsoo. Dia sangat mengingat dengan jelas tatapan penuh cinta yang Myungsoo berikan pada Wonho dan jika sedikit saja melepaskan pegangannya dari pria itu bukan tidak mungkin Myungsoo akan langsung merebut Wonho. Oh tidak, Wonho milik Soojung dan aku akan menjaganya.
"Terima kasih karena kalian semua sudah meluangkan waktu untuk menghadiri acara ini. Banyak doa dan kado yang saya terima di hari spesial ini, tetapi dari sekian banyak kado yang saya terima ada satu kado yang membuat saya sangat gembira saat mendapatkannya," Jongsuk memulai pidatonya, ia berhenti sejenak dan tersenyum lembut menatap Haeri disampingnya.
"Choi Haeri, wanita cantik yang sedang berdiri disamping saya ini-seperti yang telah kalian ketahui, kami sudah menjalin hubungan selama kurang lebih lima tahun dan malam ini di tempat yang bahagia ini, wanita cantik disamping saya telah memberikan saya sebuah hadiah yang paling saya tunggu-tunggu selama tiga tahun terakhir."
Sooji dan Wonho mengukir senyum saat mendengar kalimat-kalimat penuh cinta dari Jongsuk untuk Haeri, namun perasaan cemas tidak serta merta langsung menghilang dari hati mereka. Kehadiran Myungsoo membuat keduanya merasa khawatir bahwa semua ini tidak akan berjalan sesuai dengan rencana yang ada.
"She just said yes, yes for marry me."
Gemuruh riuh tepuk tangan memenuhi ruang utama mansion ini, begitupula Sooji dan Wonho mereka ikut bertepuk tangan mengucapkan selamat pada sepasang kekasih tersebut. Tapi itu tidak terjadi pada Myungsoo.
Sooji tersentak kaget saat tiba-tiba sekelabat bayangan melewatinya dengan begitu cepat, ia belum sempat sadar saat tiba-tiba Wonho langsung melesat meninggalkannya.
"Astaga! Dia akan mengacau." Sooji kembali dibuat bingung, ia menatap pria asing mengejar Wonho.
"Tidak! Aku tidak menyetujuinya." Sooji tersentak kaget, tersadar dari kebingungan yang melanda dirinya selama beberapa detik tadi. Dia menatap ngeri pada Myungsoo yang kini sudah terbakar emosi sementara Wonho dan pria asing yang tadi melewatinya sudah menahan pria itu.
"Aku tidak pernah menyetujui pernikahan ini ayah!"
Semua orang terdiam melihat kemarahan yang dikeluarkan oleh Myungsoo, begitupula Jongsuk dan Haeri, mereka berdua terlalu shock untuk bisa bereaksi pada pria itu.
Sooji menatap cemas pada tiga pria yang sedang bergumul di sana, ia kemudian melarikan pandangannya ke atas podium. Haeri sudah menangis di dalam pelukan Jongsuk, sementara Jongsuk hanya menampilkan raut bersalahnya. Belum lagi orang-orang hanya menonton kekacauan ini tanpa berniat membantu Wonho dan pria asing itu untuk menghentikan Myungsoo.
Ini adalah hari bahagia Haeri, ia sudah terlalu lama menunggu datangnya hari ini. Begitupula dengan Jongsuk dan ketika ia mengetahui bahwa Haeri akan menerima lamaran Jongsuk, Sooji seperti mendapatkan sebuah lotre yang besar. Dia bahagia mendengar Haeri akan menikah. Dan Sooji tidak ingin jika hari bahagia Haeri, wanita yang sudah ia anggap sebagai teman, sahabat dan ibunya itu harus hancur karena penolakan dari anak Jongsuk.
Tidak, pria itu harus segera dihentikan sebelum acara ini benar-benar kacau balau.
Sooji menarik nafasnya panjang kemudian tangannya menarik satu gelas champange yang ada dimeja dan meneguknya hingga habis. Ia menatap tajam ketiga pria itu kemudian melangkahkan kakinya.
Dalam pikirannya apapun akan dilakukannya untuk kebahagiaan Haeri, ia sudah terlalu banyak berhutang budi pada wanita itu dan mungkin inilah saatnya untuk membalas segala kebaikan Haeri untuknya.
"Lepas-lepaskan aku Wonho!"
Sooji sudah berada selangkah dari Myungsoo, ia menatap tajam pria itu. Benar-benar pembuat onar, tangannya terangkat untuk menarik lengan Wonho.
"Menyingkirlah" Wonho sedikit bingung dengan kelakuan Sooji namun ia tetap melepaskan Myungsoo karena tarikan Sooji yang mendesaknya, bingung antara harus menahan Myungsoo atau Sooji tubuhnya jadi berdiri tak seimbang hingga terjengkang kebelakang.
Sementara pria asing yang berada dibelakang Myungsoo, menahan pria itu agar tidak beranjak ke atas podium terheran-heran dengan kehadiran Sooji.
"Kangjoon lepaskan aku! Aku tidak menyetujui pernikahan ini! Pernikahan ini tidak boleh terjadi, lepaskan aku!" Myungsoo meronta dengan pekikan yang sangat nyaring matanya masih menatap tajam ayahnya yang kini tengah memeluk Haeri. Ia merasa amarahnya kembali mencuat, wanita itu sudah meracuni otak ayahnya. Dan dia tidak akan tinggal diam untuk semuanya.
"Aku menolak pernikahan ini!"
Ketika Myungsoo masih gencar untuk melepaskan pegangan Kangjoon darinya, saat itu juga Sooji menghampiri Myungsoo dengan langkah cepat dan langsung menarik kerah kemeja yang digunakan oleh Myungsoo membuat wajah pria itu tepat berada di hadapannya dan menempelkan bibirnya di atas bibir Myungsoo dengan mata terpejam rapat membuat tubuh pria itu menegang seketika.
Terdengar suara terkesiap dari semua orang terdengar begitu nyaring, Wonho dan Kangjoon melebarkan mata mereka tidak percaya melihat kejadian tersebut, perlahan Kangjoon melepaskan pegangannya dari Myungsoo dan mundur beberapa langkah, ia sangat terkejut mendapati seorang wanita asing tiba-tiba mendatangi Myungsoo dan langsung membungkam bibirnya begitu saja.
Sooji tidak peduli dengan tindakan implusifnya saat ini. Kedua tangannya mencengkram dengan erat kerah kemeja Myungsoo dan kedua bibir mereka menempel dengan sempurna, namun itu hanya terjadi hanya beberapa detik karena setelahnya Sooji merasakan gejolak diperutnya yang mendesak untuk keluar.
Tepat ketika gadis itu membuka matanya ia langsung bertemu pandang dengan mata hitam yang begitu tajam memandangnya dan kemudian semuanya menjadi gelap.
###
TBC
YUHUU ADAKAH YANG MENUNGGU PART INI?
Untuk adegan terakhir itu bukanlah sesuatu yang telah aku rencanakan, saat aku mengetik tiba-tiba saja terlintas adegan seperti itu jadi aku langsung memasukannya. Bagaimana? Aku butuh kritikan dan saran kalian.
Don't jugde me by the intimate scene of Myungsoo-Wonho. I have warned you before.
Oh ya, di part kemarin aku sangat bahagia. Pernahkah aku mengatakan kalau aku sangat senang membaca komentar yang panjang sepanjang kereta api? Kalau belum aku mengatakannya sekarang-dan di part kemarin hampir semua komentar yang masuk itu wow sekali! Aku sudah seperti orang gila ketika membaca komentar-komentar kalian karena saking panjangnya dan itu membuatku tersenyum-senyum tidak jelas. Kalian yang terbaik! Aku senang dan pertahankan yoo.
Time For Comment~
Thank You. xoxo.
Best Regards,
elship_L
-19Jan'16-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top