1.1 ; Pemburu

Pemburu

1.1

[•]

JIDAT licin, bersih, dan mengkilap yang kini Loka tatap adalah milik Elang. Sahabat masa kecilnya yang dadakan saja dipertemukan lagi tepat di tempat yang sebenarnya tidak ingin Loka inginkan bertemu.

"Apa kabar?"

Loka berdecih. Dia tidak menyangka akan secanggung ini bicara kembali dengan Elang.

"El. Aku sebenarnya enggak masalah, lho, tanpa perlu kamu tanya kabar." Loka merentangkan tangan lebar. "It's me, El. Loka. Kamu bisa lihat sendiri."

"Ya." Elang masih menatap takjub pada Loka. "Aku tahu, ini adalah kamu. Loka. Tapi... aku enggak percaya. Kamu... masih kelihatan... too young dari penampilan kamu ini."

Loka tidak bisa menahan tawanya, sampai membuat pandangan pengunjung pub memandang ke arahnya.

"Upss." Loka menutup bibirnya dengan tangan. Dia mendekat pada El, lalu membisikkan sesuatu, "Bisa kita bicara di tempat yang lebih private?"

Tanpa bicara, Elang mengangguki dengan senyuman. Teman masa kecil. Kenapa begitu menggemaskan bagi Loka mendengarnya?

Elang tidak pantas disebut teman kecil lagi. Semasa menjadi tetangga dulu, Elang memang sudah lebih tua dari Loka. Perbedaan usia yang berselisih agak panjang, membuat mereka dekat sebagai teman kecil yang begitu polos tanpa cinta monyet dan semacamnya.

Bertemu dengan tatap muka seperti ini, ternyata mampu membuat Loka mempertanyakan lagi... Haruskah dia menjomblo setiap tahunnya jika sudah bertemu laki-laki matang layaknya teman masa kecilnya itu?

"Kalau aku enggak salah ingat, umur kamu sekarang sudah masuk kepala tiga, kan, Ka?" mulai Elang.

Pembicaraan dalam mobil memang biasanya lebih harus dikembangkan agar suasana tidak terlalu canggung.

"Iya. Kamu ingat ternyata," balas Loka.

"Jelaslah. Kita, tuh terlalu jauh beda umurnya. Aku lebih tua tujuh tahun dari kamu."

Keduanya terkekeh pelan. Sejenak kemudian diam. Entah menyimpan banyak pertanyaan untuk nanti, atau memang tidak tahu harus membahas apa.

"Kamu kerja di mana sekarang, El?"

Elang menoleh, dahinya berkerut tapi garis bibirnya menyiratkan rasa senang.

"Kamu enggak tahu aku ini siapa? Atau, kamu pura-pura enggak tahu supaya ada bahan pembicaraan?"

"Kamu paham dan pasti tahu kalau aku bukan tipe perempuan yang suka pura-pura."

Loka memang bukan tipe yang ketus secara langsung, dia perempuan yang diam-diam begitu garang. Elang semakin penasaran seperti apa perubahan yang banyak terlewatkan.

Memasuki tempat yang dijaga dan tidak sembarangan memasuki wilayah tersebut, Loka heran.

"Kamu tinggal di apartemen?"

Bahkan pertanyaan sebelumnya saja belum Elang jawab, Loka sudah menambah lagi.

Loka tidak marah dengan bungkamnya Elang. Justru dia menanti, kejutan apa yang Elang akan berikan dengan membawanya ke apartemen pria itu.

Dengan diam dan tenang, Elang membawa Loka menuju ke kediamannya. Setelah unit apartemennya terbuka, Elang mendorong Loka masuk lebih dulu.

"El... aku enggak enak sama istri kamu. Coba kamu masuk dan temui dia dulu, siapa tahu dia cemburu lihat kamu bawa aku ke sini. Ini wilayah privasi kamu––"

"Siapa bilang aku punya istri?"

Elang membuka jas-nya, menyampirkan pada badan kursi. Loka terdiam. Memikirkan dari mana datangnya pemikiran itu.

"Aku kira... kamu sudah menikah, El."

"Maunya, sih begitu, Oka. Aku pengin segera menikah, tapi kebanyakan perempuan yang aku ajak nikah bukan mengincar hidup menjadi istriku. Mereka lebih suka jadi simpananku."

"Kok gitu?" Loka mengejar langkah Elang menuju dapur.

"Ya... begitu. Mereka lebih gampang menghabiskan uangku, tanpa perlu repot mengurus aku sebagai suami mereka."

Loka membiarkan Elang meneguk segelas air.

"Tante Yuna enggak bikin deadline kamu menikah? Aku kira tante Yuna pasti bakal marah-marah karena anak pertamanya yang tampan, kaya, dan klimis ini belum juga menikah."

Elang merasa terhibur dengan kalimat Loka.

"Kamu tahu itu. Enggak ada ibu yang enggak protes kalau anak sulungnya sudah dilangkahi tiga kali."

"Wow!"

Loka dengan wajah manis, dandanan dan stylish bagaikan anak remaja itu membuat Elang gemas.

"Kamu tinggal di mana selama ini, Ka?"

"Semarang. Aku ada bisnis di sana."

Elang mengangguk, "Pantas."

"Hm? Pantas kenapa?"

"Kamu enggak tahu siapa aku," timpal Elang.

"Memangnya kamu siapa? Elang, kan?"

Pria itu mengusap tengkuk serta wajahnya, sebab ada gelenyar aneh yang membuatnya merasa klik dengan Loka.

"Aku sudah jadi CEO sekaligus pemilik PA––PropArt Indo."

"HAH?! Bukannya PA itu punya orang Singapura? Aku tahu PA itu terkenal, tapi setahuku––"

"Sudah pindah kepemilikan, Ka. Aku sekarang pemiliknya. Kurang perfect apa lagi aku? Sampai semua perempuan yang seharusnya mau aku nikahi, malah memilih jadi simpananku."

"Enggak semua perempuan mau jadi simpanan kamu, kok."

Jiwa pemburu Elang langsung siaga. Dia ingin perempuan yang pasti-pasti saja. Mungkin dengan bertemunya kembali dengan Loka adalah pertanda... bahwa perempuan itulah yang ingin dijadikan istri olehnya.

"Siapa? Kamu?"

Loka tidak langsung menjawab. Dia berpikir cukup lama hingga Elang menarik lengan perempuan itu dan merapatkan tubuh mereka.

"Oka...."

"El. I want to be your wife. Sudah pasti. Kamu sempurna untuk dijadikan suami, and i know you are good to be father. Tapi masalahnya, El..."

"Apa masalahnya?" tanya Elang tidak sabar.

"Aku takut menikah," jawab Loka.

Elang kaku ditempat.

"Kalau kamu mau, kita jalani percobaan menikah lebih dulu. Tapi semuanya balik lagi ke kamu. Terserah kamu. Aku siap, asal kamu siap menerima persyaratanku."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top