Bab Delapan_a

Galih

"Kayaknya Mama udah pengen dapet cucu dari kita," kataku memecah keheningan dalam perjalanan pulang. Jalanan begitu macet, penuh sesak dengan kendaraan. Mobil, motor, bis bahkan sepeda dan pejalan kaki pun ada, memenuhi setiap ruas jalan.

"Ck! Cucu Mama udah banyak. Dari si Abang aja udah mau empat."

"Iya ya. Mama mertua udah punya cucu tapi Mamaku belum punya. Gimana dong?" ucapku menggodanya, siapa tahu dia kasihan pada Mama dan mau segera memberinya cucu.

"Entar lah, nyari dulu bahannya di pasar."

"Nyari bahan?"

"Ho-oh, terigu, telor, menyan dikit, kembang tujuh rupa plus micin sama bubuk cabe."

"Buat Apa?"

"Bikin anak tuyul!"

"Maksud Loh? Gue bapaknya gitu, sama-sama botak!"

Dia menoleh padaku dan terbahak. Menyadari perkataannya yang secara tidak langsung menyamakan aku dengan tuyul.

"Oops, Sorry." Dia makin terbahak melihatku manyun dengan kesal yang dibuat-buat. Mana bisa aku kesal padanya jika mendengar suara tawanya membuatku ingin ikut tertawa juga.

***

Friska

Perutku sakit karena banyak tertawa. Sepanjang jalan pulang tadi aku terus menertawakannya yang ngambek karena aku tidak sengaja membandingkannya dengan tuyul. Mirip sih, sama-sama botak. Cuma, emang ada tuyul yang seksi macam dia?

Kalo ada sih, orang-orang bakal ketagihan disambangin tuyul semodel dia. Dipingit malah, nggak boleh pulang.

Aku langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahku. Sudah malam, aku ingin langsung tidur. Aku mencopot bulu mata palsuku terlebih dahulu. Baru kemudian mengusap wajahku dengan kapas yang sudah dibasahi make up remover. Perlahan tapi pasti, semua benda-benda yang menempel di wajahku termasuk debu hilang seketika. Bersih, tak ada yang tersisa. Tinggal menempelkan masker wajah untuk menjaga kelembaban kulit wajah.

Dia tiba-tiba masuk ke dalam kamar mandi saat aku sedang asyik memilih masker mana yang akan kupakai. Aku tergeragap, mencari penutup untuk wajahku dan tidak berhasil menemukan apa pun. Akhirnya aku menutupi wajah dengan kedua tangan.

"Ngapain, sibuk amat sampe ngumpet gitu?" Dia berkata dengan santai nya. Entah apa tujuannya masuk sembarangan saat aku ada di dalam.

"Mau ngapain?" Aku membelakanginya sambil menutupi wajah.

"Pengen pipis."

"Ya udah cepet sana. Aku keluar!" Aku berjalan miring dengan memunggunginya. Namun sialnya, dia menangkap tubuhku menahan pinggangku yang dia hadapkan ke cermin.

"Aku selalu heran, kenapa kamu sampe mati-matian nutupin muka kayak gitu?" Aku menggeleng sambil meronta ingin lepas dari tahanannya.

"Coba buka deh tangannya." Aku menggeleng kuat-kuat. "Ayo buka aja tangannya, aku pengen liat seberapa jeleknya kamu tanpa make up, sampai aku nggak boleh liat."

Ishh, sialan. Dia ngatain aku jelek.

"Nggak mau. Lepasin lah!" Aku meronta menggoyangkan tubuhku agar tangannya lepas dari pinggangku, tapi dia malah menahan tubuhku dengan tubuhnya dan menghimpitnya ke wastafel. Aku tidak bisa bergerak.

"Aku bakal lepasin kamu kalo kamu mau buka tangan kamu," ucapnya dekat dengan telingaku yang membuatku merinding karena hembusan napasnya.

"Enggak!!"

Dia memegangi kedua tanganku, memaksanya menjauh dari wajah yang coba kututupi. Aku berusaha bertahan sekuat tenaga, tapi dengan perlahan dia mampu menurunkan tanganku. Aku tertunduk dalam masih mencoba menyembunyikan wajah.

"Liat deh! Di cermin itu ada perempuan yang sangat cantik," ucapnya membujukku.

"Halusinasi aja itu."

"Nggak, coba liat dulu."

"Fatamorgana kali."

"Ck! Nggak percayaan. Liat dulu bentar."

"Nggak mau. Itu cuma bayangan aja."

"Kalo cuma bayangan berarti itu bukan kamu, dong. Jadi mestinya nggak masalah kalo liat bentar." Dia masih terus berusaha membujukku agar melihat tampilanku di cermin, di hadapannya. Aku tetap pada pendirianku untuk menundukkan kepala sedalam-dalamnya. Berharap dengan begitu wajahku bisa terbenam di dadaku sendiri.

"Angkat kepalamu, tatap bayangan di cermin itu dan liat apa yang terpantul di sana." Dia berkata dengan sangat lembut tepat di sebelah telingaku. Tangannya tidak tinggal diam mengangkat daguku perlahan agar aku mendongak menghadap cermin.

"See, kamu liat kan perempuan cantik di cermin itu. Dia itu istriku." Aku menatap wajahnya lewat cermin, berdiri begitu dekat denganku, menghimpit tubuhku dengan dadanya.

Dadaku serasa sesak, kadar oksigen serasa berkurang sedikit demi sedikit. Dia menatapku dengan intens, lagi-lagi seakan menghipnotisku agar mataku fokus padanya. Dia menggodaku dengan senyumannya.

Aku memalingkan wajah, memutuskan kontak mata dengannya. Tak tahan lagi untuk terus membalas tatapannya yang menusuk jantungku hingga rasanya ingin loncat dari tempatnya.

"Cantik? Muka pucet gitu dibilang cantik." Aku mendengus berusaha menutupi deburan jantungku dengan menghindarinya. Tapi sepertinya dia senang sekali menggodaku, sebelah tangannya mendorong wajahku mendekat ke wajahnya lalu mencium pipiku.

"Tuh liat, ada ronanya. Jadi, nggak pucet kan?" Dia terkikik menjauh melihat aku yang terbelalak dengan mata melotot sempurna.

Dasar botak! Suka banget bikin jantung aku hampir copot. Malah ketawa lagi, ngakak bener. Seneng Lo bikin Gue jantungan!!

***

Galih

Dia sedang asyik dengan kucingnya yang baru saja selesai mandi. Mengeringkan gumpalan bulu abu-abu yang terlihat sangat lembut. Aku hanya memperhatikan dari kejauhan, tidak mau dekat-dekat karena hidungku ini sangat sensitif.

Dia pun mengerti dengan tifak membiarkan binatang kesayangannya masuk ke dalam kamar dan tidur sembarang. Sedikit demi sedikit dia mulai berubah, mulai santai saat berbicara denganku, mulai menampakan sifat aslinya. Aku suka saat dia tertawa terbahak dengan mulut yang terbuka lebar atau saat dia mengajak bicara Grey dengan logat cadel seakan Grey itu seorang anak balita.

Aku berpikir, mungkin saat kami mempunyai keturunan nanti kelakuannya akan sama seperti saat dia merawat Grey dengan telaten. Aku sudah tidak sabar sebenarnya ingin mempunyai seorang keturunan yang akan menemani hari tuaku nanti.

Entah kapan hal itu akan terjadi, tapi pasti dia akan bersedia menjadi istriku seutuhnya. Bukan hanya status yang asal hidup bersama di bawah atap yang sama dan berbagi ranjang yang sama. Suatu saat dia akan menjadi milikku sepenuhnya. Pasti.

Urusan Grey rupanya telah selesai, Grey sudah berbaring nyaman di kasur kecil miliknya. Sedangkan dia berjakan menuju dapur membawa kantong keresek dan sekop kecil.

"Mau kemana?" tanyaku saat dia berjalan melewatiku menuju pekarangan samping.

"Mau panen."

"Panen? Panen apaan?" perasaan di rumah ini kami tidak menanam tumbuhan yang bisa di panen.

"Mau tahu? Ikut aja," ucapnya sambil mengulum senyum. Aku mengikutinya dari belakang. Dia menghampiri kotak pasir tempat kotoran Grey, lalu berjongkok di depan kotak itu.

"Panen ini nih!" katanya sambil mengeruk pasir kotoran Grey.

Aku meringis. Jujur, aku jijik melihatnya. Tapi dia dengan kalem dan tanpa ragu menciduk gumpalan-gumpalan berbau masam itu ke dalam ke keresek. Dan bodohnya aku berdiri di sampingnya memperhatikan bagaimana cara dia mengaduk-aduk pasir dengan wangi yang semerbak untuk menemukan harta karun.

"Kamu nggak jijik?"

"Nggak, udah biasa sih."

"Udah lama ngurusin Grey?"

"Dari dia umur tiga bulan udah aku adopsi."

"Sekarang berapa umurnya?"

"Hmmm, lima tahun ada kali ya. Entahlah lupa."

Sudah lima tahun, lama juga. Pantas dia begitu menyayangi Grey dan memperlakukannya selayaknya balita.

"Grey, jantan?"

"Betina."

"Kok namanya Grey?"

"Grey panggilannya. Nama aslinya Greyla puspita sariningsih mekar mewangi sepanjang hari."

"Panjang amat namanya." Aku terkikik geli mendengar nama panjang Grey yang beruntai seperti kereta api.

"Kenapa nggak miara satu lagi yang jantan?"

"Nggak ahh. Kalo pejantan suka encrat encrot dimana aja."

Alisku berkerut mendengar kata yang baru saja dia ucapkan. Encrat encot? Bahasa apa itu?

"Pejantan biasanya suka pipis sembarangan buat nandain daerah teritori-nya. Bisa bau pesing nih rumah kalau miara kucing jantan. Parahnya lagi, bisa bikin kamu semaput gegara nyium bau pipisnya," jelasnya yang mengerti kebingunganku.

"Kayaknya kamu udah pantes punya anak deh." Meski tidak terlihat, aku tahu pipinya berubah merah sekarang. Dan sebelum aku dilempar kotoran Grey, lebih baik aku menyingkir. Tidak tahan juga dengan baunya.

***

thank uda mampir n baca

minta bintangnya iyaa^^

arigatoo minna

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top