Misis
"Kamu berbohong Bintang," ujar Alam dingin.
Mata Alam menatap Bintang tajam. Bintang yang ditatap, tetapi kaki Ceres yang bergetar hebat.
Kedua netranya beralih menatap Ceres. "Kamu ngapain ada di sini?"
Ceres menatap sekitarnya, matanya melotot seakan-akan baru saja kepergok. Keluar dari kamar cowok bukanlah suatu kejadian yang baik bagi pandangan orang tua.
"Om jangan salah paham, saya di kamar Bintang cuman numpang tidur sama numpang makan," jawab Ceres yang langsung dihadiahi tawa menggelegar dari mulut Alam.
"Ceres, bukan waktunya becanda Bego," hardik Bintang dengan berbisik di telinga Ceres.
"Jadi namanya Ceres? Kamu anak Yuni bukan? Tanpa perlu saya buru, ternyata kamu sudah datang sendiri," ujar Alam, jemarinya mengelus dagu bawahnya seakan-akan baru menemukan hal menarik.
"Maksudnya gimana Om?"
Bintang menoyor kepala Ceres pelan. "Maksudnya, saat ini lu jadi buruan bapakku Res," jelas Bintang gregetan.
Ceres memandang Bintang dan Alam bergantian, tiba-tiba dirinya merasa waswas. Ia lupa bahwa dirinya berada di satu atap yang sama dengan dalang dibalik penerorannya selama ini.
"Gua harus apa?" tanya Ceres berbisik di telinga Bintang.
"Kamu seriusan ngajakin aku berdiskusi? Di depan bapakku langsung? Res, kamu ngelawak?" Bintang menatap Ceres tak percaya, cewek ini entah tak tahu takut atau memang otaknya sudah tak dipakai.
Lagi-lagi Alam tertawa menyaksikan interaksi dua anak muda yang berada di hadapannya. "Kamu lucu, saya suka," puji Alam yang terdengar seperti ancaman di telinga Bintang.
Dengan polosnya Ceres membalas, "Terima kasih Om."
Dan, lagi-lagi Ceres mendapat hadiah toyoran di kepala dari Bintang yang membuatnya kesal bukan main. "Bodo lah Res. Berdoa aja bunda cepat pulang, biar nyawamu bisa kamu bawa pulang."
"Hei, gua salah apa? Kok lu kesel, bapak lu muji gua kan?" tanya Ceres mengejar Bintang yang sudah lelah dengan cara pemikiran Ceres.
Bibirnya tersenyum miring, entah apa rencananya kali ini, tetapi Alam yakin bahwa rencana yang tersimpan manis di otaknya akan menjadi batu loncatannya.
***
Kamar kosong yang berada tepat di samping kanan kamar Bintang menjadi tempat menginap Ceres, sedangkan di samping kiri kamar Bintang menjadi tempat Misis menginap.
Ceres dan Misis malam ini ingin menginap dan menunggu bundanya yang belum pulang sejak tadi pagi, mereka dibuat kalut karena tak mendengar kabar satu pun.
"Kalian berdua ngapain di sini? Udah malam, butuh tidur tahu!" Rewelan Bintang yang sudah berulang kali memasuki gendang telinga Ceres dan Misis, tetapi tak dihiraukan oleh mereka berdua.
Bintang mendengus. "Budek kok barengan."
Misis masih asik bertukar pesan dengan Reno, bahkan sesekali dirinya terkikik gemas saat mengetahui reaksi Reno yang tahu bahwa Misis saat ini tengah berada di kamar Bintang.
"Tega banget kalian membiarkan cowo ganteng ini begadang," keluh Bintang dengan nada menjijikan.
Ceres melirik Bintang sejenak, lalu kembali lagi dengan aktivitasnya bermain game online.
Misis bangkit, ia menuju balkon kamar Bintang seenak jidat.
"Heh, Taburan Roti! Mau ngapain ke balkon kamar? Balik sana ke kamar masing-masing." Bintang semakin menggila saat Ceres membuka nakas yang berisi cemilannya.
"Jangan berisik, ganggu lagi teleponan nih," keluh Misis, sedikit menjauhkan telepon genggamnya dari bibirnya agar Reno tak mendengarkan keluhannya.
Jari telunjuk Misis berada di depan bibir dan matanya melotot tajam mengisyaratkan untuk diam.
Bintang mencak-mencak di atas lantai seperti anak kecil yang permennya dicuri. "Ngerasa enggak sih kalau kalian berdua yang ganggu?! Aku yang punya kamar kenapa galakan kalian? Dasar manusia tidak tahu
diri!"
"Tang, wafernya habis nih. Gua kan tamu, lu enggak mau mengikuti sunah rasul gitu?" tanya Ceres dengan nada menyuruh.
Luar biasa dua kembar yang katanya berbeda, tetapi bagi Bintang mereka sama. Menjengkelkan, tak tahu diri, dan membuat Bintang merasa tak sendiri lagi.
Walau pun ia kesal, tungkainya tetap keluar kamar dan mengambilkan pesanan yang diminta Ceres, tak lupa dengan minuman dingin yang menjadi kebiasaan Ceres setelah makan. Merepotkan memang, tetapi Bintang malah senang, ia merasa seperti mempunyai adik.
"Kamu ngapain?" Alam tepat di samping kulkas, menyender di dinding belakangnya, menatap perilaku Bintang yang tak biasanya. Senyum yang terpancar dari bibir Bintang membuat bulu kuduknya berdiri.
"Papa ngapain?" Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya, darah kental dari Alam mengalir di tubuh Bintang seakan-akan membawa sikap dan sifat Alam yang sama persisi dengannya.
"Papa nanya, kenapa kamu nanya balik?"
"Kan Papa lihat aku ngambil wafer sama minuman."
Alam menggeleng, bukan itu jawaban yang ia mau. "Kenapa kamu senyum enggak jelas kayak gitu?"
Bintang menetralkan wajahnya. "Kapan?"
"Dari tadi Papa perhatikan kamu senyum seperti orang gila."
"Papa salah lihat kali," elak Bintang.
"Cih, kamu benar-benar menyembunyikan banyak hal dari Papa, Bintang."
Alam diam-diam mengikuti Bintang, kegiatan balapannya, nongkrong hingga tak pulang, bahkan mengikuti Ceres dan Misis tentu saja ia mengetahuinya.
"Kalau Papa ngajak aku nyembah seorang Wijayanto, maaf aku bukan Papa."
Keadaan di antara mereka berdua berubah menjadi dingin, aura bermusuhan terlihat kental.
"Kamu enggak bakalan tahu apa-apa, jika kamu tak menjadi bawahan Wijayanto."
"Tanpa Wijayanto aku tahu apa yang Papa perbuat. Jadi ...," Bintang tersenyum sinis, ia selalu jijik dengan dirinya sendiri bila mengingat bahwa ia anak dari Alam. "jangan bangga dengan pekerjaan Papa yang merusak kebahagiaan orang."
"Bintang?! Kok lama? Marah ya?" Suara Ceres yang seperti toa masjid menggelegar hingga ke dapur.
"Kita lihat, apakah kamu bisa mempertahankan kebahagiaan kamu yang akan Papa rusak dalam sekejap?" Alam mengambil alih minuman dingin yang berada di tangan Bintang saat menyadari keberadaan Ceres.
"Maaf ganggu Om," ujar Ceres sopan saat melihat wajah Alam yang memancarkan kebencian.
Alam tak menghirauhkan Ceres, ia melanjutkan jalannya. Setelah Alam pergi, Ceres merasa dirinya dan Misis dalam bahay, sepertinya ia perlu meminta bantuan.
***
Saat Ceres tertidur lelap di kamarnya, Misis masih sibuk dengan soal-soalnya. Hari dirinya bertempur dengan soal ujian semakin dekat, ia tak mau gagal dan menyesal pada akhirnya.
Ditemani segelas kopi menjadi tamengnya agar tak cepat terlelap dan juga musik klasik yang berguna menenangkan hatinya yang gundah gulana.
Perasaannya buruk saat melihat Alam yang berada di rumah Bintang. Tak tahu hal apa yang terjadi di masa depan, tetapi Ceres telah memperingatka, untuk tak mendekati calon papa tirinya itu.
Tangannya mengambil telepon genggam yang berada di samping lampu belajar, ia mematikan musik klasik yang terputar. Mengingat cerita Ceres tentang mantan bunda membuatnya tak tenang. Ia berpikir berkali-kali tentang alasan yang membuatnya melakukan hal gila itu, tetapi Misis belum bisa menangkap alasan yang tepat atas perbuatannya.
Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, mungkin udara malam membantunya untuk bepikir secara rasional.
Rambutnya yang terurai bergerak mengikuti angin yang menari-nari di udara, kulitnya menikmati udara malam yang sedikit dingin.
"Halo Manis, kita bertemu lagi," sapa seseorang dari belakang.
Misi berbalik, ia kaget bukan main saat menyadari kehadiran Alam yang berada di balkon kamar. "Om Alam ngapain di sini?" tanyanya tergugu-gugu.
"Menemuimu Ceres, saya tak mengira efek kehadiranmu mampu membuat Bintang ikut campur dengan urusan saya dan Wijayanto."
Dari kalimat Alam, Misis mengetahui fakta bahwa Alam mengira dirinya adalah Ceres dan dalang dari semua aksi ini ialah kakeknya sendiri.
"Anak itu makin susah diatur, bahkan Bintang mengambil pisau lipat dan barang bukti," keluh Alam pada dirinya sendiri.
Misis tahu apa yang dimaksud Alam. Pemikiran pertama yang terlintas di otaknya ialah menuju kamar Bintang dan meminta bantuannya.
Ia berlari memasuki kamar, tetapi saat tungkainya baru sampai di dekat lemari kayu yang posisinya tak jauh dari meja belajar, tangannya sudah dicekal. Alam menyeretnya secara paksa, dengan spontan Misis berteriak meminta bantuan.
Tubuhnya bertemu dengan kasur secara kasar. Ketakutannya semakin menjadi, ia berteriak sekencang-kencangnya.
"Diam!" Teriakan Alam mampu membuat Misis bungkam.
Alam mendekat ke arah Misis yang badannya sudah gemetar, bibirnya tersenyum. "Jadilah anak manis, Ceres."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top