Frustrated
Ceres terlambat menyaksikan turnamen Reno yang babak pertama telah dimenangkan oleh tim sekolah lawan dengan skor beda tipis.
Ceres telat karena macetnya jalanan ibu kota yang merayap. Selain itu, ia juga lupa bahwa sekarang adalah hari libur, hari dimana jalanan diisi oleh kendaraan beroda empat dan beroda dua untuk mengunjungi wisata. Kendala lain yang ia dapatkan ialah ojek online yang sedikit susah didapatkan di daerahnya.
Matanya mencari keberadaan Reno, ia sedikit kaget karena Reno tak menjadi penyerang kali ini malah menjadi sayap kanan atau flank. Padahal Reno sangat mumpuni menjadi penyerang, tapi kali ini mengapa posisi Reno diubah? Walaupun tugasnya tak jauh berbeda dari dua posisi tersebut.
Waktu berlalu, mata Ceres melirik penonton yang lain tetapi ia tak menemukan wajah saudarinya. Babak kedua sepuluh menit lagi akan berakhir, entah turnamen kali ini akan dimenangkan oleh siapa, karena skor saat ini seimbang. Jika tim Reno menang, timnya akan menuju ke semi final yang diadakan minggu depan.
Adu pinalti tak bisa dielakkan karena skor seimbang hingga waktu babak kedua berakhir, tanda-tanda Misis sampai sekarang masih abu-abu membuat Reno semakin kecewa pada keadaan yang tak menentu.
Reno merapal doa sebanyak-banyaknya agar ia diberi kelancaran untuk menendang bola saat pinalti nanti dan ia juga tak berhenti agar Misis dapat memberikan dukungannya dengan berada di sini walaupun diwaktu-waktu terakhir turnamen.
***
"Macet?" tanya Ceres masih sedikit kecewa. Matanya melihat ke sekeliling, penonton yang lain telah meninggalkan tempatnya. Tinggal beberapa penonton yang masih setia menunggu pasangannya yang masih berada di arena lapangan.
Misis datang saat Reno gagal dalam tendangan pinaltinya, bola yang ia tendang berhasil ditangkap oleh penjaga gawang.
"Gua usahain datang, tapi lu lihat dia ngga berhasil menang. Buang-buang waktu gua banget. Lu tahu kan? Gua mesti berhasil kali ini!" bentak Misis membuat banyak pasang telinga yang mendengarnya sedikit terganggu, tak terkecuali Reno.
"Jadi maksud lu turnamen gua ngga penting dan buang-buang waktu? Gua cuman berharap lu bisa luangin waktu lu disaat-saat terpenting," pinta Reno yang masih dibanjiri oleh keringat.
"Menurut lu? Lu ngga cuman ngebuang-buang waktu gua. Lu juga udah ngecewain gua dan tim lu sendiri!" Ceres diam, ia bingung harus seperti apa. Memihak di antara keduanya jelas membuat peperangan yang terjadi akan semakin berapi-api.
"Saat lu ngga menangin lomba kemarin, apa gua kecewa? Apa orang-orang yang sayang sama lu kecewa? Mereka malah ngehibur dan nemenin lu supaya ngga makin terpuruk." Reno kesal bukan main, keringatnya semakin membasahi kaos yang ia kenakan karena emosi yang tak bisa ia tahan lagi.
"Karena di saat kita jatuh, kita cuman butuh pendengar dan penghibur. Bukan kambing hitam yang membuat kita saling menyalahkan dan meninggalkan bekas luka di antara hati masing-masing," lanjut Reno membuat bibir Misis tersenyum sinis.
"Apa gua minta itu semua? Ngga, kan?"
"Misis! Reno! Bisa diomongin baik-baik kan? Ngga perlu pakai emosi!" bentak Ceres menengahi kedua sejoli tersebut.
Bukannya mendengarkan Ceres, Misis malah meninggalkan tempat adu bacot tersebut dengan perasaan campur aduk.
"Jomblo kayak gua ribet, nengahin hubungan orang tapi hubungan gua ngga ada. Giliran dikasih nasihat pada bubar barisan," keluh Ceres greget sendiri, emosi sendiri, dan kesal sendiri.
"Coba pikiran kayak gitu ada di kembaran lu, jadi lebih lancar hubungan gua. Ngga berbatu-batu kayak gini," keluh Reno tak kalah miris.
"Kalau gua jadi Misis ... gua bakal ngelakuin hal yang sama kayak dia, bahkan lebih parah. Ditekan sama orang tua, teror ngga jelas, jadi kepercayaan guru. Alasan itu semua pasti ngebuat Misis punya tekanan batin, Ren."
"Teror?" tanya Reno yang tak paham.
Ceres mengangguk, ia ragu untuk menceritakan hal yang pribadi. Walaupun foto tersebut jelas-jelas terlihat ada Reno di sana, tapi ini masalah dirinya dan Misis.
"Cerita geblek!" seru Reno tak sabaran.
Ceres maju satu langkah, sedikit mendekat dengan tubuh Reno. Tangannya menepuk pundak Reno, ia tahu bahwa kekasih hati saudarinya sangat khawatir, tetapi ia juga takut adu bacot dengan Misis yang lagi mode senggol bacok.
"Kapan-kapan aja kalau gua ingat, gua balik dulu. Udah mau sore soalnya," ucap Ceres menghindari topik.
"Pelit, jodohnya sempit!" hardik Reno sedikit kesal.
"Jodoh gua emang sempit, satu doang yang udah disiapin Tuhan. Emang lu mau jodohnya luas? idih punya seliran!" Ceres tertawa renyah, sangat puas meledek Reno yang cemberut tapi lama-lama bibirnya tersenyum.
"Gua antar aja pulangnya. Lumayan duitnya," ujar Reno membuat Ceres berpikir beberapa saat lalu mengangguk ragu, ia takut Misis akan salah paham.
"Tapi lu turunin gua dekat pertigaan aja, takut kena amuk sama Misis gua." Reno hanya mengangguk paham.
"Gua bebenah dulu, lu nunggu sebentar ngga ngapa kan?"
"Santai," ujar Ceres mengibas-ngibaskan telapak tangannya membuat Reno berbalik.
Ceres tak menyadari satu hal, ada hati yang tersakiti dari jauh. Tapi bibirnya tersenyum, hatinya boleh patah tapi semangat untuk rencana yang telah ia buat tak boleh gagal. Ia mengesampingkan perihal hatinya yang selalu mengalah, tapi kali ini ia sudah tak peduli lagi dengan perasaan yang sudah lama membuncah.
Mengalah agar Ceres bahagia dengan lelaki lain, mengalah supaya Ceres bisa mendapatkan perasaan cinta dan perlindungan yang lebih dari dirinya. Nyatanya ... Ceres belum mendapatkan itu semua hingga sekarang. Bukankan ini adalah kesempatannya?
Ia tahu bahwa mata Ceres sedikit mengeluarkan percikan cinta untuk Reno. Tragisnya ialah Reno mencintai Misis.
"Maaf Ceres, tapi untuk kali ini gua harus egois."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top