7.8 Final: continental drift
KAISAR Torue sudah mati!"
Suara raungan membelah langit A-Capital. MESS gaib yang sudah menjual jiwa pada makhluk gaib itu berteriak menggemakan amukan. Sampai membuat semua tubuh yang berdiri tegap bergetar ketakutan, kematian satu dari empat Kaisar ini menjadi rambu hijau yang besar.
Para pemberontak bersorak girang. Kemenangan semakin mendekati tubuh-tubuh yang diguyur darah. Tak peduli mereka adalah MESS atau manusia, kematian para Kaisar adalah tujuan tak tertawar. "Kami hidup di atas bumi yang sama, maka kami akan mati bersama!"
Kiamat ketiga mulai mendekati akhir.
"Pengorbanan pasti sudah banyak terjadi di kiamat ini," ucap seorang laki-laki bermata hijau menunduk menunduk penuh renungan. Itu adalah Taiga, lelaki yang akan menjemput Makka.
Di atas paus yang sedang berenang menembus gedung-gedung tinggi A-Capital, Taiga meluncur cepat ke pusat ibukota dunia. Bersama mamalia raksasa yang membawanya, seorang duyung wanita berenang beriringan ke arah yang sama. Taiga akan membawa duyung ini untuk bertemu putranya, Makka.
"Ibu Makka, aku akan menunjukkan jalan," ucap Taiga membungkukkan badan kepada duyung berekor indigo di sampingnya. "Sebentar lagi, kita akan sampai ke tempat Makka."
Kedua orang yang berlomba untuk menyusul Makka ini tak bisa membohongi diri mereka sendiri. Rasa khawatir sudah membanjiri relung hati. Mereka berdoa atas keselamatan sang MESS air, begitu pula dengan pasukan pemberontak. Kemenangan harus dibawa pulang. "Tetap waspada, Ibu Makka—!"
Suara dentuman keras tiba-tiba menggelegar dari tanah A-Capital. Sampai membuat arus tsunami bergolak kencang, tanah ibukota dunia seakan jatuh ke dasar kerak.
"Apa itu barusan?" tanya ibu Makka takut. Duyung berekor indigo itu seketika mematung disebabkan sebuah guncangan dahsyat.
"Ibu Makka, aku minta maaf," ucap Taiga kepada wanita di depannya. "Aku tak bisa menemanimu lebih jauh lagi."
Duyung yang dipanggil dengan sebutan ibu Makka ini hanya bisa mengguratkan tatapan khawatir. Laki-laki bermata hijau ini pasti tahu sesuatu. "Ada apa?"
"Saba, sang Kaisar bumi. Dia sudah berulah," jawab Taiga waspada. Wajah putih laki-laki itu mulai dibasahi keringat. Dia tak bisa berbohong, dirinya sedang tenggelam dalam kepanikan. Makka, aku tak bisa menyusulmu.
Taiga harus menghentikan Saba.
Kaisar bumi itu pasti sudah mendengar kematian Torue. Teriakan kencang itu menggema keras di seluruh A-Capital. Saba akan melanjutkan kiamat. Dengan menabrakkan benua-benua menjadi satu, bumi akan terlahir kembali untuk ke sekian kali.
Hanya memikirkannya, Taiga malah semakin berkeringat. Dia tak bisa menunggu lebih lama. "Ibu Makka, aku benar-benar harus pergi—!"
Dentuman raksasa menggelegar lagi. Kali ini lebih dahsyat dibanding sebelumnya. Retakan besar menganga sampai merobek tanah A-Capital. Gedung-gedung yang tinggi bergoyang kencang bagai ayunan nyiur.
"Ibu Makka, sudah tak ada waktu. Aku pergi," ucap Taiga tergesa-gesa. Tanpa menunggu balasan, MESS otot itu berpaling meninggalkan ibu Makka seorang diri.
Ketika melihat Taiga pergi seraya memasang wajah berkeringat, duyung bermata biru itu hanya bisa berdoa, Wahai pencipta langit dan bumi, berikanlah perlindunganmu!
Demi sang putra, duyung itu akan tetap pergi meski seorang diri.
Makka, tunggu kami!
***
AKU TAHU di mana kau melakukan ini semua! batin Taiga bersama amarah yang membuat wajahnya merah padam. Dia berlari kencang di atas gedung-gedung pencakar langit. Laki-laki bermata hijau itu terus menatap ke arah tempat ia datang: teluk timur.
Mata hijaunya melirik ke atas sebuah patung. Wanita hijau yang membawa obor dan buku, Liberty. Saba sedang menari senang di sana.
MESS otot ini mempercepat larian. Sangat kencang. Dia bahkan dapat memecahkan kaca-kaca gedung yang menghalangi jalan. Taiga juga melompat dari satu gedung ke gedung lain bagai siluman laba-laba yang orang-orang tonton di bioskop.
"Saba!!!"
Taiga berteriak kencang tepat saat ia mencapai tempat sang Kaisar bumi. Tebakan yang benar. Seorang pria berkulit gelap menari riang di atas sebuah patung hijau.
"Kau kembali kepadaku ..., Sayang?" balas pria itu menyorotkan tatapan menggoda. Aneh. Semula, dia mengguncangkan bumi tak karuan, tapi kini dirinya malah menatap lembut laki-laki yang ada di belakangnya.
"Aku ingin bicara denganmu," balas Taiga bernada serius. Laki-laki bermata hijau itu sudah tak mau berbuat kekanak-kanakan dengan naik pitam dan main hajar. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat.
Saba pun membalikkan badan. Pria berdarah Afrika itu berdiri dengan tumpuan yang angkuh. Wajahnya ia mainkan seakan menunggu sujud dari Taiga. Coba tunggu, apa yang akan dia katakan—
"Apakah kau benar-benar mencintaiku?" tanya Taiga membuat pria di depannya tertegun.
Kedua lelaki itu terdiam. Matanya saling menatap. Saba membeku tak percaya. Sementara Taiga menatap tajam dengan sorot mata hijau.
"Mengapa kau menanyakan hal itu? Sudah jelas!" jawab Saba cepat. Bergegas turun ke bawah, Pria berkulit gelap itu langsung berlari mendekati Taiga. Dia hendak memeluk laki-laki yang sudah lama ia nantikan. "Aku selalu mencintaimu—"
"Begitu?"
Taiga mengibaskan kedua tangan Saba hingga menjauh dari tubuhnya. Dia tak sudi. "Jika kau mencintaiku, mengapa kau melakukan ini?"
Taiga mempertanyakan tujuan Saba. Tatapan murkanya tak bisa membohongi pria yang berlutut di depan.
"Mengapa kau mengambil nyawa orang-orang yang tak pernah mengusik hidupmu?" sambung Taiga. Pria di depannya itu tak memberikan jawaban. "Makka tidak akan berbuat hal keji seperti ini!"
Seketika, urat-urat mengalur kencang di wajah Saba setelah mendengar nama itu: Makka. "Mengapa kau harus menyebut nama itu lagi? Apa kau tak pernah mencintaiku? Apa kau mencintainya, huh?"
Perlahan menjauh. Taiga berjalan pergi dengan langkah gontai. Laki-laki bermata hijau itu memundurkan diri dari pria yang sedang termakan percikan cemburu. "Apa arti cinta bagimu—"
"Sudah jelas! Cinta adalah waktu ketika aku bisa memiliki sesuatu! Kau akan menurutiku! Kau akan mengingatku! Bahkan, kau akan rela mati untukku!" bentak Saba melontarkan nada yang semakin meninggi. Air mata tak terasa keluar dari netra hitamnya.
"Kalau begitu, apa kau akan menurutiku?" tanya Taiga.
"Benar!"
"Apa kau akan selalu mengingatku?"
"Selamanya!"
"Apa kau akan rela mati untukku?"
" .... "
Saba terdiam membisu. Pria itu sudah memberikan jawaban dalam diam. Dia hanya membual.
Ketika melihatnya, Taiga hanya tertawa lirih. "Kau benar!"
Laki-laki bermata hijau itu mulai mengeraskan tawa. Dia sudah tak bisa meneruskan sandiwara lagi. Selesai. Taiga akan mengatakan semua hal yang ada di hati,
"Aku benar mencintai Makka!
"Namun, aku tak mencintainya seorang. Aku juga mencintai ayahku, Leviathan! Aku juga mencintai ibuku yang kaupenggal kepalanya! Aku juga mencintai Inoe dan semua MESS! Aku juga mencintai semua manusia! Seluruh orang yang harus kehilangan nyawanya hari ini ..., aku mencintai mereka semua!!!"
Bentakan Taiga membuat keheningan menyelimuti keduanya. Saba hanya bisa menatap laki-laki di depannya dengan hampa.
"Aku membencimu, Saba!" sambung Taiga mengeraskan suara lantang. "Saking bencinya, aku ingin sekali meremukkan tubuhmu!"
Terdiam. Saba tak mampu menerima jawaban orang yang ia kasihi. Air mata perlahan mengalir dari netra hitam. Kaisar bumi itu merengek. "Aku tak habis pikir kau akan mengatakan itu semua."
Sejenak, pria berdarah Afrika itu berhenti. Aneh. Dia malah tertawa. "Sepertinya, aku kurang banyak memberikan suntikan kepadamu."
"Kau sudah tak waras!" balas Taiga mengguratkan wajah penuh rasa jijik. "Hentikan, dasar orang gila—!"
Dentuman dahsyat tiba-tiba menggelegar sekali lagi. Saba mengulanginya. Kali ini, dia tertelan utuh oleh amarah. "Aku tak peduli kepada siapa pun lagi! Entah itu MESS atau manusia, aku tak akan membiarkan kau mencintai orang lain, Taiga!!!"
Bersama amukan Kaisar bumi, tanah A-Capital perlahan bergeser menjauh. Sedikit demi sedikit, ibukota dunia semakin bergeser. Bertambah cepat, gesekan terasa keras mengguncang semua makhluk yang ada di atasnya.
"Sudah cukup aku membiarkanmu, Keparat!" bentak Taiga membalas seringai kejam MESS bumi di depannya. "Aku rasa, kau tidak mengerti perkataanku. Aku sudah bilang, aku mencintai orang-orang yang bertarung bersamaku! Karena aku mencintai mereka ..., aku akan mati untuk mereka!!!"
Sontak Taiga berlari ke lautan lepas, MESS otot itu melompat ke dasar lautan gelap. Seraya melawan derasnya tsunami, dia akan membuktikan perkataannya. Aku akan mati untuk orang-orang yang kucintai! Termasuk kau ...! Makka ..., tetaplah hidup!
A-Capital mendadak terdiam dari guncangan. Ibukota dunia itu kembali tenang tak bergeser.
Sebuah makhluk raksasa seketika muncul di hadapan sang dewa bumi. Makhluk buas yang berukuran masif. MESS otot itu nekat mengeluarkan wujud asli.
Taiga berubah menjadi Leviathan.
Dengan sosok sepanjang dua kutub bumi, Taiga menahan pergerakan seluruh benua yang bergeser sebab ulah Saba.
Taiga sudah mati. Dia tak akan kembali. MESS otot itu akan menjadi monster selama sisa hidupnya. Makka, aku akan membuktikan seberapa besar rasa cinta yang kumiliki!
"Majulah!!!" teriak Saba melawan Taiga yang menghentikan bumi bergerak. "Ayo, buktikan mana yang lebih besar! Rasa bencimu atau rasa cintaku—!"
Taiga menghantamkan sirip ke atas tanah A-Capital. Bergegas memukul Saba kencang, dia menenggelamkan seluruh tanah yang pria gila itu pijak.
Cairan merah memuncrat ke segala arah. Hingga menyebarkan segala bagian tubuh yang tercincang ke jarak yang jauh, Saba sudah menelan jawaban yang selalu ia nantikan. Rasa benci Taiga jauh lebih besar daripada rasa cinta Saba. Sudah selesai.
Saba mati. Amat mengenaskan, tubuhnya tercerai tak berbentuk.
Kisah cinta antara pria tak waras dengan laki-laki monster sudah usai. Sayangnya, masih ada masalah yang belum berakhir. Benua A-Capital tetap terus bergerak. Meski sang MESS bumi sudah menemui ajal, ibukota dunia tak mau kembali diam. Taiga harus terus menahan A-Capital ... untuk selamanya.
Sudah berakhir. Hanya satu orang yang kini tersisa.
Makka harus segera mengakhiri kiamat ketiga. Seluruh harapan berada di atas pundaknya.
Sebuah akhir. Segenggam kebebasan.
Makka ..., bawa kami pulang!
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top