Part 63 : Death

RUMAH milik Max saat ini sudah dikepung oleh para anggota kepolisian.

Tak tanggung-tanggung, bahkan untuk membunuh pemuda itu sang ketua polisi sampai harus ikut turun tangan.
5 buah mobil polisi, dan 2 buah helikopter yang masih terbang ke atas rumah pemuda tersebut menciptakan suara ribut yang jarang sekali terjadi mengingat rumah Max yang biasanya selalu sepi.

Saat ini, polisi sudah siap menembaki si pelaku, dengan mengarahkan bidikan di sekujur tubuh Max.

Alhasil, membuat pemuda itu kini hanya bisa terdiam di tempat dengan tangan terangkat ke atas, begitu juga dengan Kelly.

Kendati demikian, ekspresi Max masih saja datar, meskipun jantungnya cukup berdebar.
Berbeda dengan kekasihnya, Kelly, yang kini sudah terisak dengan bahu bergetar hebat karena menyadari sang kekasih sudah dikepung oleh maut.

Ibarat, jika Max bergerak sedikit saja, cahaya merah yang membidikinya digantikan oleh peluru yang siap menghancurkan tubuh pemuda tersebut.

Salah satu mobil polisi terbuka, menampilkan seorang Charlie Brown dengan memasang senyuman sinisnya, berbeda dengan para anggotanya yang sudah keluar dari mobil sedari tadi, karena harus membidiki Max.

Pria yang meskipun tak muda lagi itu, baru keluar dari mobil, menampakkan dirinya.

Charlie tersenyum miring kemudian menyembunyikan kedua tangannya di balik saku celana memandangi Max yang jaraknya cukup jauh darinya yang sedang mematung, "Apa kabar Max Maxwell? Bagaimana? Apa kau merasa seperti ''kejutan'' atas kedatanganku ini?,"

"ah, tidak bisa menjawab ya? Kali ini kupastikan kau tak akan bisa menghindar lagi dari kematian. Sudah cukup kau hidup membuat menderita keluargaku dan juga orang-orang yang telah kau bunuh. Waktu itu kau telah menghabisi nyawa putraku, lalu kemarin, kau berniat membunuh putriku, Gabriella, dengan mengajaknya ke rumahmu. Aku mengakui jika putriku sudah dibutakan oleh cintamu---"

"Itu salahnya, bukan salahku. Aku tak pernah mencintainya sedikit pun asal kau tau saja."
Sela Max membuat Charlie terperangah dan bertepuk tangan setelahnya.

"Oh, jadi kau masih bisa menjawab rupanya. Itu bagus, kuakui kau memang berani Max. Tapi, mari kita lupakan saja kejadian itu. Kau lihat cahaya yang memenuhi tubuhmu itu? Di dahimu, kedua mata, dan bagian jantung. Aku ingin tau, apa kau merasa takut saat ini Max? Kuharap kau takut, karena malaikat maut sudah berdiri di hadapanmu sekarang. Baiklah, karena hujan sudah turun gerimis, sebaiknya kusudahi ini. Tapi sebelum itu, apa kau punya pesan-pesan terakhir? Mungkin untuk gadis manis di sebelahmu itu? Siapa dia? Kekasihmu?"

Max hanya diam kemudian melirik Kelly yang masih terisak, "Max..." Gumam Kelly lirih, membuat Max rasanya ingin sekali membawa gadis itu ke dalam dekapannya, menenangkannya. Namun, di situasi saat ini mustahil untuk melakukan itu.

"Ssttt, tenanglah Kelly."
Akhirnya, hanya itu yang bisa Max ucapkan. Namun justru karena kata-kata Max tersebut, tangis Kelly semakin menjadi, seolah dia benar-benar akan kehilangan orang yang dicintainya hari ini. Dan itu memang benar adanya.

"Baiklah, sepertinya cukup ucapan selamat tinggalnya. Oh ya, di mana pamanmu itu? Si Tomy Doveri, apa dia tak kabur ke rumahmu? Ah sepertinya memang tidak ya. Baiklah, aku ingin masuk ke mobil dulu. Para anggotaku, kalian boleh menembaknya sekarang."

Saat Charlie sudah kembali masuk ke dalam mobil, para anggota kepolisian yang sudah membidik Max, siap akan menarik pelatuk pistol mereka, membuat Kelly menjerit histeris memanggil nama Max.

Max memejamkan matanya.

Dia benar-benar akan berakhir hari ini.

Meninggalkan semuanya,

meninggalkan Kelly dan juga Blacky---

DUAAAARRRR!!! DUAARRRR!!!

'Apa aku sudah mati? Tapi, kenapa tubuhku tak merasakan apapun? Yang kurasakan hanyalah panas, dan juga...

tunggu dulu,

aku mendengar sesuatu.

Sesuatu yang meledak, dan bunyi dentuman barang-barang terbuat dari besi setelahnya.'

"MAX, CEPAT LARI SEKARANG JUGA!!!"

Mendengar hal itu, membuat Max mengernyit dan membuka mata setelahnya.

Betapa terkejutnya pemuda itu, di hadapannya kini, para anggota kepolisian yang tadinya siap menembakinya sudah bergelimpangan dengan tubuh hancur berserakan.

"CEPAT LARI MAX!!! CEPAT!!!"
Max menolehkan kepalanya, berusaha melihat siapa yang bicara padanya sedari tadi.

Mata hazel pemuda tersebut membulat ketika dari arah samping kiri rumahnya, pamannya, Tomy, sedang mengendarai tank.

"CEPAT LARI MAX!!!"
Ujarnya lagi dari lingkaran keluar transportasi untuk perang tersebut.

Max tersentak, dan segera menarik lengan Kelly untuk segera berlari kemana pun mencari tempat yang aman.

Max dapat melihat jika dua helikopter tadi berusaha mengejar untuk menembaknya yang tengah berlari bersama Kelly.

Ketika Max dan Kelly sudah cukup jauh berlari dari rumahnya, terdengar tembakan besar lagi yang berasal dari tank pamannya tentunya, membuat dua helikopter tadi jatuh dan menimpa puing-puing 3 mobil kepolisian tadi yang sudah terbakar.

Hanya tersisa 2 mobil kepolisian, yang satu dikendarai oleh anggota polisi bersama dengan Charlie, dan yang satunya dikendarai oleh Garrison dan juga Gabriella.

Kedua mobil itu berusaha melarikan diri dengan menjauh dari area, namun ketika keduanya berjalan sudah agak jauh, satu mobil berhasil ditembak habis oleh tank Tommy.

Dan mobil yang tertembak barusan adalah yang diisi oleh Charlie.

Yang tersisa hanya mobil berisikan Garrison dan juga Gabriella.
Mobil mereka sudah berjalan lebih dulu, sudah cukup jauh dari rumah Max.

Melihat hal itu, Tommy pun segera menjalankan tank-nya untuk menembak mobil yang tersisa.

Garrison yang menyadari jika dirinya dikejar, semakin menambah kelajuan mobilnya.

Pria itu sebenarnya tadi juga ikut membidik Max, namun dia berhasil berlari dan segera masuk ke mobil yang masih diisi oleh Gabriella, menyelamatkan diri.

Hati Garrison teriris mendengar gadis yang dicintainya yang kini berada di sebelahnya, sedang menjerit sembari menangis dan terus menyebut ayahnya yang Garrison yakini sudah tewas.

"Ayah, Garrison...Ayah...HENTIKAN MOBILNYA! KITA HARUS MENYELAMATKAN AYAH! AYAH MASIH DI BELAKANG, DIA TERTINGGAL! Kumohon hentikan mobilnya...!!!"
Garrison menolehkan kepalanya dan menghela nafas, "Gabriella lihat aku! Kita sedang terdesak, okay? Dengan segala maaf, aku harus mengatakan ini, ayahmu sudah tiada, kau harus ikhlas."
Garrison menyempatkan diri untuk membelai rambut Gabriella.

"TIDAK!!! TIDAK, AYAH MASIH HIDUP GARRISON---"

"DIAMLAH!!!,"
Di tengah menyetirnya, Garrison mengusap kasar wajahnya.

"Maafkan aku, kumohon jangan membuat ini semakin sulit. Kita sedang dikejar oleh Tommy yang mengendarai tank. Kau tak mau kita berakhir seperti ini kan? Sekarang peganganlah ke pegangan di atasmu, aku akan menambah laju mobil kita. Dia menggunakan tank, pergerakannya lambat, kita bisa memanfaatkan itu. Aku berjanji Gabriella, bagaimana pun caranya, aku akan menyelamatkan nyawamu meskipun harus mengorbankan nyawaku sendiri. Karena aku sangat mencintaimu."
Gabriella cepat-cepat memandangi Garrison yang kini matanya fokus ke jalanan.
Mulut gadis itu terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu.

Namun, tangannya dengan segera berpegangan seperti yang Garrison perintahkan tadi, ketika mobil mereka kini bertambah laju.

Namun sialnya, ban depan sebelah kiri mereka bocor, membuat mobil itu tak bisa berjalan jika Garrison tidak memaksakannya.

Garrison terus-terusan mengumpat, sambil terus berusaha menjalankan mobilnya itu.
Pria tampan tersebut memandang ke arah spion mobilnya, dan matanya terbelalak ketika tank Tommy telah berjalan mendekat.

Alhasil, Garrison terus memaksa mobilnya itu untuk berjalan.

DUARRR!

Beriringan dengan suara tembakan tersebut, mobil yang diisi oleh Garrison dan Gabriella terbakar, menyisakan dua orang itu yang sekarat, dengan darah membanjiri kepala mereka.

Gabriella meringis, matanya kembali berair memandangi kondisi Garrison yang sama-sama parah sepertinya.
Posisi tubuh Gabriella dan Garrison saat ini adalah berbaring menyamping, karena kursi mereka yang sudah mendorong maju membuat kepala mereka bertumpu di depan, dengan kaca mobil yang sudah pecah yang sudah mengenai kepala mereka.

Gabriella berpikir, pria itu sudah mati karena mata Garrison yang terpejam.

Tangan Gabriella kemudian berinisiatif untuk menyentuh pipi Garrison.
Gadis blonde itu tersentak, ketika Garrison membuka matanya dan memberinya senyuman lemah.

Garrison ingin sekali mengelus tangan Gabriella yang berada di pipinya, namun kedua tangan pria itu terjepit membuatnya harus menahan diri.

"Ta-tanganku terjepit, padahal ak-aku ingin menggenggam tanganmu."
Ucapnya terbata-bata, semakin membuat Gabriella mengeluarkan air matanya.

Gadis itu menggeleng pelan, "Ti-dak Garrison, it's okay. Katakan padaku apa ya-yang ku-dengar tadi."

Garrison mengerang, saat dia mencoba menggerakan tubuhnya, "I-ini sakit sekali Gabriella. A-aku benar-benar tak tahan. Rasanya aku---"

"Aku tau Garrison, a-aku pun merasakan hal yang sama. Tapi...sebelum itu bisakah kau mengatakan yang tadi lagi?"

Garrison tersenyum lemah, "A-ku men-cintai-mu Ga-Gabriella."

Gabriella menggigit bibirnya menahan isakannya, "A-aku juga me-mencintaimu Garrison."

Setelah mengungkapkan kata-kata itu, pandangan dua orang tersebut lama kelamaan mengabur dan setelahnya memejamkan mata mereka dengan senyum tipis menghiasi wajah mereka, perlahan tapi pasti...

mereka tak lagi bernafas.

Tbc...

Huaa adegan terakhir manis + baperr😭

Goodbye Gabriella & Garrison😢😢😢

Author mau kasi tau, part selanjutnya bakalan diupdate kira² sebulan lagi atau mungkin lebih, dikarenakan author sdg terkena WB alias Writer's Block 😩😩😩
So, mohon pengertiannya ya.

Tetap setia nungguin MMP sampe tamat yaa.
Author perhatiin recew² udah banyak yg ngilang😶
Apa kalian bosan?

Leave vomment, please?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top