Part 62 : Bullet

LIMA buah mobil polisi sudah memasuki halaman apartemen Gabriella, membuat suasana di halaman tersebut menjadi bising karena suara sirine yang saling bersahutan.

Garrison keluar dari salah satu mobil, dengan seragam polisi andalannya dan kali ini pria tampan itu juga mengenakan kacamata hitam yang semakin membuat penampilannya lebih menawan.

Diikuti oleh rombongannya di belakang, pria berambut pirang tersebut segera beranjak memasuki kediaman Gabriella.

Belum sempat dirinya mencoba menekan bel, sang ketua sudah datang dan menyambut mereka dengan senyuman.
Sontak seluruh anggota kepolisian yang kira-kira berjumlah 12 orang termasuk Garrison itu, memberi hormat kepada Charlie dan tentunya segera dibalas oleh sang ketua.

"Selamat datang semua anggotaku yang terhormat. Apa kalian siap untuk melakukan tugas hari ini?"
Tanya Charlie sembari memperhatikan seluruh bawahannya satu persatu.

"Siap pak!"
Jawab mereka serentak seraya memberi hormat lagi.

Tiba-tiba saja Gabriella muncul dari dalam dan memandangi seluruh anggota kepolisian yang ada di depan pintu apartemennya, kemudian mengalihkan pandangan ke ayahnya, "Mereka tak dipersilahkan masuk, ayah?"

Charlie menggeleng pelan, "Tidak. Kita harus segera berangkat, kau sudah siap bukan?"

Gabriella mengangguk, membuat Charlie tersenyum tipis kemudian mengacak pelan rambut putrinya tersebut, "Oke, ayah ingin mengambil sepatu ayah dulu di dalam. Kalian semua, siapkan mobil kalian dan Garrison, kau harus segera menghubungi para anggota yang membawa helikopter untuk berangkat ke rumah Max Maxwell."

"Siap, mengerti pak!"
Balas para anggota termasuk Garrison, setelahnya Charlie langsung masuk ke dalam untuk mengambil sepatunya.

Sedangkan para anggota kepolisian masuk ke mobil mereka masing-masing. Hanya tersisa Garrison dan Gabriella yang tertinggal di teras apartemen Gabriella.

"Ehm, cuaca sedang buruk, tapi kau justru mengenakan kacamata hitam."
Sindir Gabriella pada Garrison sembari terkekeh.

Garrison melepas kacamatanya, "Kenapa? Katakan saja, kau terpesona melihatku 'kan? Makanya kau sengaja agar aku melepaskannya, tapi berdalih dengan mengatakan cuaca saat ini. Apa aku benar?"

Gabriella mendengus lalu memutar bola matanya, "Kau itu selalu percaya diri, dasar menyebalkan!"

"Menyebalkan tapi tampan 'kan?"

"Shut up! Dasar tuan percaya diri! Sebaiknya kau segera memberitahu rekanmu, seperti yang diperintahkan ayahku tadi."
Gabriella membalikkan badannya dan akan beranjak meninggalkan Garrison jika saja lengannya tak ditahan oleh pria bermata biru itu.

"Tunggu dulu, aku ada sesuatu untukmu."
Garrison dengan cepat merogoh 'sesuatu' dari balik saku celananya yang akan ia berikan pada Gabriella.

Mata abu-abu Gabriella membulat memandangi coklat berukuran persegi panjang dari telapak tangan Garrison di hadapannya, "Vegetarian Chocolate?!"

Garrison mengangguk cepat, alhasil membuat Gabriella tersenyum lebar dan langsung meraih coklat tersebut, "Thank you, Garrison!"

Tanpa sadar, gadis blonde itu kini sudah membawa Garrison dalam dekapannya.
Tentu saja hal itu membuat Garrison bahagia setengah mati sekaligus merona.

Gabriella melepas pelukannya, tanpa sadar dengan wajah Garrison yang memerah gadis sexy tersebut menyentil dagu Garrison, "Okay, baiklah, sekarang kau harus hubungi rekanmu sebelum ayahku kembali dan memarahimu. Aku masuk dulu ingin memakan ini."
Gabriella langsung saja beranjak masuk ke dalam apartemennya tanpa sadar telah membuat jantung seorang pria berdentum keras.

'Shit! Aku ingin terbang sekarang!'

∆∆∆

Varel mengendarai mobilnya asal-asalan melewati jalanan yang tentu saja tak sepi.
Tak jarang, pemuda itu mendapati klakson dari pengendara lain, karena gaya mengendarainya yang uring-uringan.

Namun pemuda itu tentu saja tak peduli, akibat pertengkarannya dengan sang istri, membuatnya benar-benar frustasi.

Nathalie sudah mengetahui hubungannya dengan Grace dan Varel sungguh benci mengingat nama jalang itu lagi.

Jalang yang mungkin akan berhasil menghancurkan rumah tangganya.

Tapi, hal itu bukan sepenuhnya salah Grace.
Yang menjadi penyebab kesalahan ini terjadi adalah dirinya sendiri.
Ya, Varel tau betul itu.

Karena itulah, dia menjadi frustasi sekarang.
Dengan hanya mengenakan kaos dan celana jeans, pemuda tersebut terus melajukan mobilnya tanpa mempunyai arah dan tujuan.

Ckiiiiitttttt

Suara rem mendadak diikuti dengan bunyi gesekan ban, membuat mobil yang dikendarai Varel berhenti karena hampir menabrak seorang pengendara sepeda.

Laki-laki itu yang sewajarnya merasa bersalah, justru malah mengumpat dan membunyikan klaksonnya tanpa henti membuat si pengendara sepeda segera beranjak di hadapannya.

Setelah dirasa pengendara sepeda itu sudah pergi, Varel kembali melajukan mobilnya tanpa mempedulikan protes dari beberapa pengguna jalan lainnya yang merasa terganggu.

Sekelabat bayangan wajah istrinya yang kecewa dan wajah marah Grace tiba-tiba muncul di depan matanya, kembali membuatnya mengerem mendadak. Beruntung kali ini pemuda itu mengerem agak menepi.

Varel memukul setir dan mengumpat berulang kali, "Sial, sial, sial! Nathalie, Grace, sama saja, keduanya membuatku susah! Dasar jalang sialan! Tak ada wanita yang benar-benar membuat hidupku tenang. Sebelumnya Kelly---tunggu dulu, Kelly? Tidak, dia berbeda, dia wanitaku yang benar-benar berbeda. Apa kabarnya? Sudah lama aku tak melihat wajahnya dan mencumbunya. Aku benar-benar merindukannya, ya, sekarang aku akan mengunjunginya."
Varel memutar kunci mobilnya, menghidupkan kembali mesin mobilnya yang tadi sempat ia matikan.

Pemuda itu menyeringai sembari membayangkan wajah Kelly, pikiran Varel benar-benar kacau hingga mengambang ke mana-mana.

Baru saja dia akan melajukan mobilnya, ponselnya yang berada di dashboard bergetar menandakan ada panggilan masuk.
Pemuda itu langsung mengangkat tanpa melihat nama si penelepon, "Halo, jangan---"

"Varel, aku butuh kau sekarang! Keadaannya darurat!"

Tut tut tut

Panggilan dimatikan secara sepihak oleh si penelepon, mendengar hal itu barulah Varel melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

Rahang pemuda itu mengeras menahan emosi, kemudian tangannya melemparkan ponselnya ke sembarang arah, "JALANG SIALAN KAU, GRACE!"

Dengan emosi yang meluap-luap dan pikiran berkecamuk, pemuda itu terpaksa membatalkan niatnya untuk mengunjungi Kelly dan melajukan mobilnya ingin menemui Grace.

}{

Kelly mengikat rambutnya menjadi satu dengan tinggi.

Gadis itu tersenyum tipis kala mendapati Max yang masuk ke kamar dan sedang berjalan mendekat ke arahnya.

"Kau mengikat rambutmu, heh?"
Tanya Max seraya memeluk pinggang Kelly dari belakang dan menyembunyikan wajahnya di bahu gadisnya tersebut.

"Kenapa? Apa aku tak cocok?"

Max terkekeh lalu menumpukan dagunya di bahu Kelly, "Bukan begitu sayang, kau semakin cantik seperti ini. Tapi---"

"Tapi apa, Max?"

"Jika seperti ini, lehermu akan terekspos."

"Lalu?" Tanya Kelly polos, perempuan itu benar-benar belum mengerti arah pembicaraan Max.

Max berdecak pelan, "Tentu saja aku tak ingin laki-laki lain melihatnya selain aku!"

Sontak kedua pipi Kelly langsung merona mendengar hal itu, alhasil gadis tersebut segera membalikkan badannya dan menghadiahi Max dengan pukulan pelan di dada bidang pemuda bermata hazel tersebut, "Kau berlebihan!"
Kelly menyandarkan kepalanya di dada bidang Max menyembunyikan pipinya yang masih merona.

Sedangkan Max menahan dirinya untuk tak mencubit kedua pipi Kelly karena tingkah gadisnya itu sungguh menggemaskan menurutnya.

Kelly mendongak memandangi Max ketika pipinya sudah merona samar, "Kupikir, aku ingin berpenampilan berbeda mengingat ini adalah kencan pertama kita, tapi sepertinya kau tak mengizinkan itu?"

Max buru-buru menggeleng, "Kau tau? Kau itu tetap sangat cantik mau berpenampilan seperti apapun, aku suka dengan semua penampilanmu. Bahkan ketika bangun tidur pun, kau tetap sangat manis. Bukannya aku tak mengizinkan jika rambutmu diikat seperti sekarang, aku hanya takut jika aku cemburu dan akan membunuh orang nantinya."

Kelly bergidik, "Hentikan, kau membuatku takut. Kalau begitu, bagaimana jika aku menutupnya dengan syal?"

"Itu ide bagus. Dengan begitu tak ada yang bisa memandangi lehermu kecuali diriku."

"Berhenti menggodaku Max."

"Aku tidak sedang menggoda. Uh ya Kelly! Aku suka dengan bagaimana pun penampilanmu, apalagi jika kau tak mengenakan sehelai benang pun, kau pasti akan kelihatan sangat cantik, mengalahkan ketika kau mengenakan pakaian---ouch!
Max merintih memegangi pinggangnya yang dicubit ganas oleh Kelly barusan.

"KAU MEMANG MESUM MAX!"
Setelah mengatakan itu, gadis manis tersebut segera meninggalkan Max keluar dari kamar setelah sebelumnya mengenakan syal terlebih dahulu.

"Hei, tunggu aku!"
Teriak Max kemudian menyusul Kelly keluar kamar.

Baru selangkah dirinya keluar dari kamar, jeritan dari Kelly berhasil membuat jantung pemuda itu berdetak cepat.

"MAX!!!"

Max buru-buru lari mencapai pintu utama di mana Kelly berada.
Pemuda itu melihat Kelly-nya membeku ditempat sembari memandang ke luar dari pintu yang sudah dibukanya separuh.

"Ada apa, sayang?!"
Max membuka pintu utama lebih lebar, hingga terbuka sepenuhnya, kemudian mata hazel pemuda itu terbelalak saat bidikan cahaya berwarna merah yang berasal dari pistol sudah memenuhi tubuhnya membuat tubuh pemuda tersebut terpaku secara tiba-tiba.

"KALIAN BERDUA ANGKAT TANGAN DAN JANGAN BERGERAK! JIKA ADA YANG BERGERAK SEDIKIT PUN, MAKA MAX, SELURUH CAHAYA ITU AKAN TERGANTIKAN DENGAN PELURU YANG AKAN MENGHANCURKAN TUBUHMU!"

Tbc...

Akankah MMP berakhir dengan Max yang is death?

Hari ini spesial update, karena author yg imut ini sedang berulang tahun😄
So, author nagih kado nih dari para recew *menyodorkantangan* 😂😂

05Oktober2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top