Part 61 : Charlie's Grudge
PAGI ini matahari yang seharusnya muncul, malah bersembunyi dibalik awan gelap yang siap menumpahkan air yang dibendungnya.
Udara khas pagi yang memang dingin, bertambah dingin sehingga membuat para manusia masih betah untuk berada di alam mimpi mereka.
Namun tidak dengan Charlie yang saat ini sedang berada di apartemen putrinya, karena pria itu yang menginap setelah sang putri dia bawa pulang dari rumah sakit jiwa.
Gabriella sudah menceritakan semua kejadian dari rencananya yang ingin menikah bersama Max hingga dirinya yang dipaksa ke rumah sakit jiwa yang terletak begitu jauh dari kota.
Tentu saja setelah mendengar hal itu dari Gabriella, membuat Charlie dan Garrison geram. Namun, Charlie juga mengomeli habis-habisan dengan pikiran bodoh putrinya karena mudah sekali mempercayai perkataan Max hanya karena cinta.
Maka dari itu, pria yang mempunyai jabatan sebagai Chief tersebut merencanakan ingin membunuh Max Maxwell bersama dengan para anggota kepolisiannya termasuk Garrison.
Gabriella yang juga mengetahui rencana ayahnya itu, hanya bisa pasrah karena cepat atau lambat pun Max akan mati untuk menanggung perbuatannya yang telah membunuh banyak nyawa.
Namun, cara yang digunakan Charlie dan para anggota kepolisiannya saat ini berbeda dengan yang coba ia lakukan waktu itu, yaitu menghukum mati Max.
Kali ini, Charlie akan menyerang pemuda bermata hazel tersebut secara langsung di rumahnya, karena menurutnya hanya dengan cara itu Max bisa musnah.
Charlie meletakkan cangkir berisi tehnya, merogoh saku celananya mengambil ponsel, karena ponselnya itu bergetar menandakan ada panggilan masuk.
Charlie dengan cepat menggeser tombol hijau, ketika nama "Garrison" terpampang di layar ponselnya.
"Halo Garrison."
"Ha-halo pak. Selamat pagi."
Charlie menaikkan sebelah alisnya, "Kau kedengaran gugup, ada apa denganmu? Kau sudah memberitahu semuanya kan jika hari ini ingin menyerang Max? Apa kalian sudah bersiap-siap?"
Terdengar helaan nafas berat dari Garrison di ujung sana, "Pak, maaf sebelumnya, tapi saya punya kabar buruk."
"Katakan."
"Tomy Doveri, paman Max, melarikan diri subuh tadi."
"Apa?! Bagaimana bisa kalian lalai untuk yang kedua kalinya?!"
Garrison belum menjawab pertanyaan Charlie. Chiefnya itu kemudian menarik nafas lelah, "Baiklah, sebaiknya kalian segera bersiap-siap, siapkan senjata yang sudah kuperintahkan, dan bawa dua helikopter, kita akan menyerang Max dan juga Tomy."
"Siap! Baik pak! Kalau begitu saya akhiri teleponnya. Maaf atas kesalahan kami."
"Sudahlah."
Tut tut tut
Charlie mengumpat dalam hati sembari memasukkan kembali ponselnya dalam saku, rahang pria itu mengetat menahan emosi, "Sial! Kalian berdua akan musnah hari ini, lihat saja!"
°°°
Corra menepikan mobilnya memasuki apartemen Gabriella, keningnya berkerut ketika matanya menemukan sebuah mobil asing yang ia kenali, yang tentu saja bukan mobil milik Gabriella.
"Merepotkan! Kenapa ayah Ella harus berkunjung ke sini pagi-pagi, sih?! Aku harus mengenakan masker agar wajahku tak dikenali. Untung saja aku selalu menyediakan masker di mobilku, jika tidak aku bisa membusuk lagi di penjara!"
Gerutunya berbicara sendiri sembari memasang masker berwarna hitam di wajahnya.
Dia tak yakin jika Eddie dan Fred tak akan mengenalinya, karena kedua bodyguard Gabriella itu sudah sering bertemu dengannya, bahkan pertemuan terakhir mereka baru kemarin.
Dengan langkah hati-hati, gadis berambut hitam itu memasuki apartemen Gabriella.
Langkahnya terhenti ketika dirinya menemukan seorang pria tengah duduk di ruang tamu dengan wajah kusut.
Corra berdeham, "Selamat pagi, bisakah aku menemui Gabriella?"
Charlie menolehkan kepalanya dan menaikkan sebelah alis, "Siapa kau? Kenapa sembarangan masuk ke sini? Dan ada perlu apa dengan putriku?"
'Sial! Banyak sekali pertanyaannya! Huh dasar protektif merepotkan!' Keluh Corra dalam hati, namun kentara sekali dengan ekspresi senyum yang ditunjukkannya pada Charlie, meskipun tertutupi maskernya.
"Sebelumnya aku minta maaf, tadi aku sudah mengetuk pintu, namun tak ada yang menjawab, makanya aku langsung masuk dan pintu utama juga terbuka. Aku adalah teman Gabriella, namaku...Cl---Clairy ya! Clairy! Kita memang baru bertemu kali ini, kau pasti baru melihatku. So, bisakah aku bertemu dengan Gabriella?"
Charlie mengibas-ngibaskan tangannya, "Aku tak peduli, cepat temui putriku di kamarnya."
Tanpa menunggu lagi, Corra dengan segera beranjak meninggalkan Charlie dan menuju kamar Gabriella.
Corra berkacak pinggang ketika dirinya kini melihat Gabriella sedang melamun menatap ke luar jendela kamarnya.
"Hei nona Ella!"
Sapa Corra lalu menutup pintu kamar Gabriella dan membuka maskernya.
Merasa tak direspon, Corra dengan cepat mendekati Gabriella yang tampak masih belum menyadari keberadaannya.
Gadis tomboi itu dengan gerakan cepat sudah berdiri di depan Gabriella, alhasil membuat temannya tersebut berjengit kaget.
"Oh ternyata kau masih hidup, syukurlah."
Ujar Corra tenang, membuat Gabriella kesal dan langsung melempari temannya itu dengan bantal.
"Sialan kau! Kau hampir membuatku jantungan!"
"Salahmu sendiri, kenapa melamun? Sedang memikirkan apa? Pasti memikirkan Max 'kan?"
Gabriella mendengus, "Jangan menganggap dirimu tau semuanya! Tunggu dulu---bagaimana caranya kau bisa masuk sedangkan ada ayahku di luar?"
Corra menyeringai kemudian mengangkat maskernya di depan Gabriella, "Tentu saja menggunakan ini. Tampaknya ayahmu sedang gusar, terlihat dari caranya tak peduli dengan kedatanganku, dia seperti tengah memikirkan sesuatu."
"Kau beruntung Eddie dan Fred tak ada. Jika mereka ada, mereka pasti langsung mengenalimu meskipun kau menggunakan masker."
"Ya! Itulah yang ingin kutanyakan, di mana mereka?!"
Gabriella memutar bola matanya, suara Corra benar-benar memenuhi kamarnya, "Mereka disuruh ayahku pulang selagi ayahku menginap di sini. So, ada keperluan apa ke sini?"
Corra langsung menghempaskan bokongnya di sebelah Gabriella, "Kau benar-benar merepotkanku Ella! Kemarin kau menyuruhku untuk datang ke sini karena masih ada Max, tapi saat aku datang, hanya Eddie dan Fred yang menyambutku! Dan parahnya lagi, mereka mengatakan jika kau sedang jalan-jalan bersama Max dan tak ingin diganggu!"
Gabriella menaikkan sebelah alisnya dan memandangi Corra, "Mereka mengatakan itu? Padahal aku hanya ingin menginap di rumah Max."
"Apa katamu?! Jadi, dua pria jelek itu membohongiku?! Awas saja jika aku bertemu mereka lagi, aku akan membuat mereka tak bisa berjalan!"
Gabriella memutar bola matanya lagi, "Whatever! Cepat katakan ada apa kau kemari?"
"Tentu saja ingin bertanya perihal hubunganmu dengan Max. Bagaimana? Kalian sudah jadi kekasih, bukan?" Tanya Corra sembari menaik turunkan kedua alisnya.
Gabriella terdiam.
Dia sudah tau jika Corra akan menanyakan ini, namun dia tak menyangka gadis itu bertanya secepat ini.
Dengan satu helaan nafas panjang, gadis blonde itu mengembangkan senyum palsunya kemudian mengangguk, "Ya. Kami sudah menjadi sepasang kekasih."
"Yeayy!!! Yo, kau memang sahabatnya Corra! Kau hebat sekali nona Ella!"
Sorak Corra senang, yang alhasil membuat Gabriella meringis karena merasa bersalah sudah membohongi gadis pecandu narkoba tersebut.
Tapi mau bagaimana lagi?
Gabriella tak ingin memberitahu Corra tentang kelakuan Max padanya, dan kenyataan jika pemuda itu tidak amnesia.
Gabriella juga tak ingin memberitahu, jika pagi ini dirinya bersama dengan sang ayah dan juga para polisi akan membunuh Max.
Jika hal tersebut dilakukannya, Gabriella yakin bagaimana pun caranya Corra akan menyelamatkan Max dan memaksanya untuk menghentikan ini.
Tanpa sadar, Gabriella membawa Corra yang sedang berteriak senang ke dalam pelukannya, "Kau berisik sekali, benar-benar menyebalkan! Tapi, itulah spesialnya kau, kau membuatku merasa tak kesepian dengan suara kerasmu itu. Kau memang sahabatku Corra, selalu akan seperti itu."
Corra mengernyit, dan langsung melepaskan diri dari pelukan Gabriella, "Hei, hei! Kenapa kau tiba-tiba membuat suasana menjadi sedih begini? Ayolah Ella, apakah mendapatkan seorang Max Maxwell membuat dirimu se-terharu itu?"
Gabriella berdecak, "Kau memang bodoh! Yang kubicarakan di sini adalah kau! Aku bilang aku beruntung sekali memiliki sahabat sepertimu. Ah sudahlah, otakmu memang tak sam---"
Ucapan Gabriella terhenti kala Corra kali ini yang memeluknya erat, "Terima kasih Ella, terima kasih!"
Mata Gabriella berkaca-kaca sembari mengangguk, "Aku juga." Balasnya kemudian mempererat pelukan mereka.
"Baiklah Corra, berhenti bersedihnya, aku akan pergi bersama ayahku pagi ini, so kau tau maksudku 'kan?"
Gabriella melepas pelukannya sembari memandangi Corra.
Sedangkan yang dipandang hanya mendengus, "Ya, ya, ya. Aku sudah mencurigainya ketika melihat penampilanmu sekarang. Katakan, kalian ingin ke mana?"
"Kami hanya ingin mengunjungi pemakaman Walter. Ya, begitulah."
Corra bangkit dari duduknya, kemudian memasang maskernya yang sempat ia lepas tadi, "Baiklah, kalau begitu sampaikan salamku pada Walter ya! Cuaca juga sedang buruk, so, sebelum turun hujan, sebaiknya aku pulang."
"Oke."
Balas Gabriella seraya membukakan pintu kamarnya untuk Corra.
Corra akan segera meninggalkan kamar Gabriella, namun terhenti ketika dirinya mengingat sesuatu, "Oh ya! Apa kau tau Ella? Aku mengaku pada ayahmu jika namaku Clairy, bukankah nama itu keren?!"
Gabriella memiringkan kepalanya, "Untuk apa kau berbohong?"
"Kau itu bodoh ya? Tentu saja agar ayahmu tak mencurigaiku!"
Gabriella memutar bola mata malas, "Jika kau katakan namamu yang sebenarnya pun aku yakin ayahku tak curiga, kecuali jika kau melepaskan maskermu."
"Terserah, sudah ya aku harus segera pulang."
Gabriella melambai-lambaikan tangannya tanda mengusir yang alhasil membuat Corra segera meninggalkan gadis blonde tersebut.
***
Cklek
"Kau sudah bangun?"
Tanya Nathalie sembari berjalan memasuki kamar dengan membawa nampan berisi makanan dan juga kopi.
Varel tak menjawab, pemuda itu malah meringis merasakan kepalanya yang terasa pusing.
"Kau mabuk semalam, apa kau ingat itu?"
Varel mencoba mengingat-ingat, namun gagal karena terakhir kali yang diingatnya hanyalah dirinya yang masih berada di club bersama dengan Grace.
Dan mereka bertengkar.
"Siapa yang membawaku pulang?"
Nathalie membulatkan matanya, "Jadi kau bahkan tak ingat dengan siapa dirimu pulang?!"
Varel menggeleng lemah kemudian menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, "Apa mobilku juga tak ada?"
"Mobilmu ada, Varel. Tapi, aku juga tak tau siapa yang membawamu pulang."
Varel memejamkan matanya sembari memegangi kepalanya, "Sudah jam berapa ini?"
"Jam delapan."
Jawab Nathalie sekenanya.
Wanita itu mengelus perutnya yang kian membesar, "Katakan padaku, kenapa kau minum-minum? Apa ada masalah di kantor?"
Nathalie mencoba untuk bersikap tak mengetahui apa-apa perihal kemeja suaminya yang ia dapati kemarin.
"Tak ada masalah apa-apa, aku baik-baik saja."
Nathalie tersenyum miris, namun tentu saja hal itu tak dapat dilihat oleh Varel, karena suaminya itu masih memejamkan mata, "Benarkah? Lalu bagaimana dengan Grace?"
Tanpa bisa ditahan lagi, Nathalie menyuarakan isi pikirannya.
Tidak, dia tak mampu lagi untuk tak bertanya perihal wanita itu pada suaminya.
Varel tersentak, sontak membuka matanya, "Apa maksudmu?"
"Masih mau berdalih? Sikapmu, kepulanganmu sampai larut malam, itu semua karena Grace 'kan?!"
Varel menggengam lembut tangan istrinya tersebut, "Hei, apa yang kau katakan ini? Aku---"
"Waktu aku ingin mencuci pakaianmu, aku menemukan kemejamu yang terdapat bekas lipstik dan juga aroma parfum wanita,"
Nathalie terkekeh sebelum melanjutkan kata-katanya, "---tak mungkinkan kau memakai lipstik, Varel? Haha itu konyol sekali. Dan tadi malam, ada ayah dan juga ibu tiriku datang, kami berniat ingin menonton bersama, namun semuanya gagal ketika kau pulang dalam keadaan mabuk, dan kau tau apa yang kau katakan di depan ayahku? Kau bilang "Grace si jalang itu mengusikku!". Apa kau masih mau mengelak lagi, suamiku?"
Jelas Nathalie dengan menekankan kata "suamiku" di kalimatnya yang berhasil membuat Varel semakin menggengam erat tangan istrinya, mencoba mendapatkan kepercayaan Nathalie.
"Nathalie aku bisa jelas---"
"JELASKAN APA LAGI, HAH?! SUDAH CUKUP SEMUANYA VAREL, SUDAH CUKUP KAU MENGKHIANATIKU! KENAPA KAU LAKUKAN INI PADAKU? KUPIKIR KAU HANYA MENCINTAIKU SETELAH MELEPASKAN KELLY! KUPIKIR CINTAMU SAMA BESARNYA DENGAN YANG KUMILIKI, tapi...ternyata kau masih sama, kau tetap BRENGSEK!"
"OKE HENTIKAN! AKU MENGAKU JIKA AKU DAN GRACE SERING TIDUR BERSAMA! PUAS KAU?!"
Dengan gerakan cepat, Varel langsung keluar dari kamar, meninggalkan Nathalie yang kini tengah menangis tersedu-sedu sembari duduk di sisi ranjang.
Tbc...
Gabriella dan Charlie akan ngebunuh Max tuh, kira² kali ini mereka berhasil gak ya?
Btw, ada yang penasaran gak, gimana caranya Varel bisa pulang?
Jadi, Grace yang nganterin.
Author kasi tau di sini aja, soalnya gak akan dijelaskan di part² berikutnya😶
Kalian ada yang kasian gak sama Nathalie?
Kalo author sih kasian😔
Eh, maaf ya Max&Kelly nya masih belum muncul😅
Leave vomment Recew!😆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top