Part 6 : Feelings

MAX masih menatap sepasang mata emerald yang baginya sangat indah dan membuatnya hanyut dalam pesona gadis pujaannya itu, Kelly Collins.

Mereka, Max dan Kelly, sedang dalam posisi yang sangat berdekatan, dengan Max yang mengurung gadis itu dengan tubuhnya di pintu utama rumahnya yang tertutup.

Setelah sebelumnya gadis tersebut yang tiba-tiba berkunjung tanpa diundang, dan membuat Max gelisah sebelum membukakannya pintu, yang disangkanya para polisi yang akan membawanya ke penjara.

Betapa terkejut sekaligus bingungnya Max dengan kedatangan Kelly, untuk sesaat, dan setelahnya langsung menarik lengan Kelly kasar dan memasukkannya ke dalam rumahnya dan menghimpit tubuh gadis berambut pirang tersebut ke pintu utamanya.

Dan sekarang, disinilah mereka, dalam kurun waktu yang sudah terlewat 10 menit, tak ada yang mau memecah keheningan, terdiam dalam saling menatap satu sama lain.

Kelly menghirup aroma mint ini lagi, aroma yang sempat ditangkapnya beberapa waktu lalu, dengan posisi yang sama--bedanya sekarang pemuda itu menghimpit tubuh mungilnya dengan jarak sangat dekat.

"Max, bisakah...uh, menjauh dariku?"
Tanya Kelly akhirnya, membuat ruangan itu yang tadinya sunyi kini diisi oleh suara lembutnya yang terdengar sangat pelan, namun dengan jelas ditangkap indera pendengaran Max.

Pemuda itu hanya diam, tak menunjukkan respon apapun.

"Max, aku-..."

"Ada perlu apa kesini?"
Nada suara Max terdengar menusuk dan menuntut jawaban, kedua tangannya yang berada di sisi-sisi tubuh Kelly, makin ter'ulur ke atas, menghimpit gadis itu lebih dekat.

"Aku...ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu."

"Bertanyalah."

"Ta-tapi, bisakah kau menjauh? Se-sak..."
Max menjauhkan tubuhnya dengan gerakan cepat, tak ingin gadis pujaannya itu mati karena kekurangan oksigen.

"Max, bisakah kau jelaskan padaku, apa alasanmu memberiku obat, maksudku...kita tak pernah dekat sebelumnya 'kan?"

Max terkekeh pelan, kemudian berjalan menjauhi Kelly, dan duduk di kursi yang berada di ruangan tersebut.

"Mengapa akhirnya percaya padaku? Bukan pada kekasihmu itu?"

Kelly lebih memilih untuk bungkam, matanya kini beralih pada lantai porselen rumah milik Max.

"Kau datang kesini hanya ingin mengetahui itu? Oh ya, darimana kau tau alamatku? Kau tau, tak ada satu orang pun yang mengetahui rumahku. Kau orang pertama, dan kuucapkan selamat datang. Kelly Collins, kau benar-benar nekat ya."

"Aku mengikutimu saat kau dalam perjalanan pulang tadi. Aku melihatmu sedang berjalan, makanya langsung kuikuti. Cepat katakan Max, apa maksudmu membawakanku obat saat hujan deras kala itu?"

Max bangkit dari kursinya, kemudian menghampiri Kelly yang masih berada di pintunya yang tertutup.

"Kau serius ingin mengetahui alasannya?"
Tangan Max bergerak memutar kunci pintu utamanya yang berada di sebelah Kelly, dan Kelly menyadari hal itu.
Setelah selesai mengunci pintunya, Max menyimpan kunci itu di saku celananya.

Kelly mulai menelan salivanya dengan susah payah, mengingat pria itu sangat 'aneh' dan sekarang dia sudah terjebak ke dalam rumah Max Maxwell.
Dia sendiri tak mengetahui alasan Max mengunci pintu rumahnya, dan pikiran-pikiran buruk mulai menghantui otak Kelly, gadis itu benar-benar ketakutan sekarang.

"Max...kenapa kau mengunci pintunya?"

"Hm? Aku tak ingin siapapun tiba-tiba datang lagi kerumahku. Cukup kau saja, dan kita akan lebih leluasa mengobrol 'kan?"
Max menekankah ketika kata 'kita' dilontarkannya, pria itu terkekeh lagi kemudian tangannya bergerak pada posisi semula, yaitu menghimpit tubuh Kelly lagi, namun kali ini tidak begitu dekat.

"A-apa yang akan kau lakukan?!"
Kelly membentak pria dihadapannya, nada bicaranya sedikit bergetar karena ketakutan.

"Bukankah kau menyuruhku menjawab pertanyaanmu?"

"Jawablah."

"Baiklah, alasanku membawakan obat itu untuk dirimu, karena aku menyukaimu. Yah, hanya itu."

"K-kau? Kau menyukaiku?"

"Iya, aku menyukaimu--ah tidak, mungkin aku mencintaimu."

"Alasan konyol."

"Hahaha, well, secara tak langsung, kau sudah menganggap perasaanku padamu itu sebuah 'kekonyolan'. Meskipun aku tau kau hanya mencintai Varel, kekasihmu. Tapi taukah kau? Aku yang selalu perhatian padamu selama ini, aku-lah yang benar-benar mencintaimu Kelly!"

"Heh, bermimpilah Max, kau memang aneh, pantas saja tak ada yang ingin dekat denganmu bahkan bicara padamu. Kau sakit, kau sakit Max Maxwell! Dan aku, aku menyesali keinginanku ingin bertanya padamu!"

Max mendengus kasar, pria itu tersenyum pahit mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan gadis pujaannya.

Gadis itu tak mempercayai perasaannya yang selama ini tumbuh di hatinya.
Dia bahkan rela berkorban untuk gadis tersebut, namun lihatlah semua pengorbanannya selama ini ditampik begitu saja oleh gadis bermata emerald itu.

Di depan dirinya, gadis itu merendahkannya dan menolaknya secara mentah-mentah.

"Aku ingin pulang, buka pintunya!"
Seru Kelly yang kini sudah membalikkan tubuhnya dan sudah meraih kenop pintu.

Max melangkahkan kakinya lebih dekat lagi, yang kini posisinya sedang berada di belakang tubuh gadis itu dan dirinya menunduk sedikit untuk mensejajarkan tingginya dengan Kelly.
Max menghirup aroma anggur dari rambut gadis itu dan mengecup puncak kepalanya lama.

Kelly yang menghadap ke arah pintu, tubuhnya menegang seketika, ketika merasakan kecupan pada puncak kepalanya.

Pria yang dijuluki 'aneh' itu sedang berani-beraninya mengecup puncak kepalanya, yang membuatnya benar-benar kesal bercampur marah.

Kelly dengan secepat kilat membalik tubuhnya hingga berhadapan dengan Max.
Satu alis gadis itu terangkat tatkala mendapati sudut mata Max yang mengeluarkan setetes cairan bening, yang Kelly yakini itu adalah air mata.

Dia...menangis?!

"Kumohon Kelly, berhenti menyakitiku..."
Ucap Max dengan nada lirih, yang lebih mirip dengan bisikan.

Kelly hanya diam, tak tau harus berbuat apa.
Benarkah perkataannya barusan mampu membuat pria itu menangis?

Mengerjapkan matanya, Kelly melihat Max dengan lekat, mata hazel pria itu sangat indah, yang baru disadarinya, apalagi ditambah dengan sepasang mata tersebut yang sedang berkaca-kaca.

"Berhentilah menyakitiku."
Bisik Max lagi, yang mampu membuat Kelly tertegun.
Detik selanjutnya, Kelly merasakan hantaman di kepalanya dan akhirnya semuanya yang bisa ia tangkap hanyalah kegelapan.

❇❇

Max berlari dengan kencang membuat nafasnya terengah-engah, namun wajahnya masih dengan ekspresi datar sambil matanya tak berkedip terus terjerat memandang seorang pria yang kini juga lari seperti dirinya.

Namun pria itu lari, karena menghindari dirinya.
Dimana pria itu terlihat sangat ketakutan melihat Max yang membawa sebuah sabit di tangannya.

Pria berambut pirang itu merasakan kakinya yang sudah tak kuat dan dirinya yang siap tumbang kapan saja.
Namun, dirinya tetap memaksakan, karena jika tidak, dirinya akan lenyap secara tragis di tangan seorang Max Maxwell.

Alhasil, pria itu tersandung sesuatu menyebabkan tubuhnya ikut terduduk.
Max menyeringai, kakinya yang mengenakan sepatu adidas putih melangkah santai menghampiri korbannya yang sudah terlihat keletihan sekaligus ketakutan.

Pria itu menggeser tubuhnya ke belakang, dengan matanya yang tak lepas dari mata hazel milik Max.

"Kumohon Max...a-aku baru saja tiba di sini."

"Lalu, apa urusannya denganku? Kau sudah membully dan memeras habis seorang junior high school. Kau pikir siapa dirimu?"

"Kau, kau juga mengapa peduli dengan kejadian yang sudah lama itu? Apa kau kakak dari bocah itu? Kau tak berhak mengurusi apapun yang ingin kulakukan!"

"Well, aku memang bukan kakak dari bocah perempuan waktu itu, dan tak ada urusan dengan permainanmu. Tapi...aku benar-benar tak suka ketika seseorang yang sok sepertimu menindas seseorang yang tak bersalah."

"TAPI ITU BUKAN URUSANMU, MAX!"

"SHUT UP! Kau tau? Aku benci dibentak! Well, ada kata-kata terakhir yang ingin kau sampaikan? Katakanlah sekarang juga."

"Kau tak berhak mengha-ARRRGGHH..."

"Selamat tinggal."
Max tersenyum sinis sambil menatap darah yang kini berembesan membasahi sepatunya, sehingga sepatunya yang tadinya berwarna putih menjadi merah pekat sepenuhnya.

Usus-usus pria yang dihabisi Max berserakan di hadapannya, diikuti dengan isi perut yang menyeruak.

Satu korban Max jatuh lagi.

Max mengedarkan pandangannya ke penjuru tempatnya berada sekarang, sabitnya yang juga terlumuri darah di lemparnya begitu saja, hingga kini berada tergeletak tak jauh darinya.

Max mulai membungkuk dan menarik kedua lengan pria yang isi perutnya sudah berceceran di semen itu, menyeretnya ke suatu tempat yang telah disediakannya.

Tak jauh dari tempat Max meletakkan mayat itu, sudah tersedia bensin yang ditempatkan pada ken dan korek api segera dirogoh Max dari saku celananya.

Pria itu mulai menuangkan bensin ke seluruh tubuh mayatnya, dan mulai menghidupkan korek api, setelah itu langsung beranjak agak menjauh karena api yang mulai membesar.

Kepulan asap mulai mengudara bersamaan dengan hangusnya mayat seorang pria yang menjadi korban Max.
Segera saja dia melakukan tugasnya 'membersihkan' jejaknya, agar tak dikenali.
Langkah pemuda tampan nan kejam itu mulai menjauhi daerah tempatnya membunuh.

Padahal dirinya berniat membelikan makanan untuk Kelly-nya, namun tak disangka dia bertemu dengan orang yang sudah lama diincarnya, yang diketahui jika orang tersebut baru pulang dari Australia.

Tbc.....

Max baik kan ya? Dia nggak suka ngeliat seseorang yang gak bersalah ditindas^^

Tapi btw, Kelly kenapa ya? :'v

Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you! 👹

Regards,
M

elQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top