Part 58 : Stuck

MAX segera bangkit dari atas tubuh Gabriella dan menghampiri Kelly yang kini sudah terisak menunggu jawaban darinya.

"JAWAB AKU MAX, APA ITU SEMUA BENAR?!"

"Kelly aku---"
Max tersentak tak menyangka kala tubuh Kelly kini sudah mendekapnya dengan erat.

Kelly memukul dada bidang Max pelan sembari menangis tersedu-sedu, "K-kau jahat! Sungguh!"

Max mengusap bahu Kelly yang berguncang dengan hebat, "Maaf Kelly, maaf. Ssttt jangan menangis kumohon."

Kelly langsung melepaskan pelukannya dengan pipi masih dibanjiri air mata, "Ke-kenapa? A-apa alasanmu melakukan se-semua ini?"
Kelly berkata dengan tersedu-sedu. Gadis itu tampak sekali tengah berusaha mengendalikan tangisnya.

"Ini semua karena si jalang itu, aku ingin memusnahkannya agar tak membahayakanmu lagi."
Desis Max sembari melirik tajam Gabriella yang terduduk di ranjangnya.

"KAU PENIPU MAX! KAU TELAH MENYAKITIKU, SEBERUSAHA APAPUN KAU, TETAP SAJA AKU AKAN MEMBUNUH KELLY DAN MENJADIKANMU MILIK---"

BUGH!

Satu tinjuan Max tepat di wajah Gabriella berhasil membuat gadis blonde itu pingsan.

Kelly yang melihat itu menutup mulutnya, "Ka-kau membuatnya tak sadarkan diri Max!"

"Biarkan saja, ini memang pantas untuknya. Tunggu di sini, aku akan mengambil sesuatu untuk tubuhnya."
Setelah mengatakan itu, Max langsung beranjak ke luar kamar dan beberapa saat kemudian kembali lagi dengan membawa kotak persegi panjang besar.

"Apa yang akan kau lakukan padanya?"
Kelly terus mengamati gerak-gerik Max yang kini sudah membuka kotak besar itu dan mengambil tali di dalamnya.

Kelly ingat sekali, dirinya pernah melihat keberadaan kotak itu di atas lemari pakaian Max, namun ia tak pernah menanyakan isinya pada Max, dan juga tak ingin tau.

Max memotong tali tadi dengan sebuah pisau kemudian mengikat kedua tangan Gabriella yang sedang pingsan di kepala ranjang.
Hal itu juga ia lakukan pada kedua kaki Gabriella hingga posisi gadis tersebut kini membentuk huruf 'X'.

"Kelly, katakan padaku, kira-kira menurutmu aku harus menggunakan apa? Sabit, pedang, gergaji mesin, atau kapak?"

Kelly tersentak, "A-apa maksudmu Max? Jangan katakan---"

"Tidak, aku hanya perlu saranmu, jangan khawatir. Lalu... apa pilihanmu?"

"Ka-kapak?"

"Ah, pilihan bagus Kelly sayang. Baiklah kapak ini kukeluarkan."
Seiring mengatakan itu, tangan Max langsung mengeluarkan sebuah kapak besi dari dalam kotak tadi kemudian menutup kotak itu kembali dan berjalan ke luar kamar untuk kembali menaruhnya.

Ketika Max sudah menaruh kotaknya itu, ia segera mengajak Kelly untuk bicara ke ruang tamu.

Kedua ibu jari Max mengusap sisa-sisa air mata Kelly yang masih tertinggal di pipi, "Maafkan aku, aku telah menyakitimu sejak dramaku dimulai."

Kelly membetulkan posisi duduknya di sofa, "Katakan Max, kenapa kau melakukan semua ini dan membuatku khawatir?"

"Kau ingat, saat pernikahan kita batal gara-gara aku tertembak oleh Gabriella? Ketika di rumah sakit dan aku sudah siuman waktu itu, bukankah kau langsung masuk ke ruanganku bersama dengan Gabriella? Aku terkejut sekaligus bingung tatkala melihat Gabriella juga menjengukku. Kupikir dia hanya menjengukku, namun saat kau mengatakan jika Gabriella adalah orang yang menembakku, otakku dengan segera mendapatkan ide dan mulai membuat rencana dengan berpura-pura amnesia. Meskipun aku belum tau apa alasan dia menembakku, tapi aku tetap berpura-pura hilang ingatan dan berlagak tak mengingatmu sama sekali. Apa kau tak curiga waktu itu, kenapa seseorang yang amnesia tidak mengingat orang yang terakhir kali bersamanya namun justru mengingat temannya yang pernah menolongnya?"

Kelly mengangguk cepat, "Aku sebenarnya juga curiga Max, tapi aku langsung menepis semua prasangkaku karena berpikir kau tak akan melakukan hal tersebut."

Max membelai rambut Kelly, "Aku tau tindakanku memang konyol. Tapi percayalah, satu-satunya ide yang terlintas hanya itu saat kau mengatakan Gabriella pelakunya. Apa kau juga ingat, saat kau berusaha untuk bertanya lebih lanjut kepada dokter yang menanganiku, aku dengan cepat menolaknya dan menyuruh Gabriella untuk membawaku pulang? Ketahuilah Kelly, saat itu kau hampir saja membuat rencanaku hancur."

"Maafkan aku."

Max tersenyum dan mengecupi kening Kelly lembut, "Itu bukan salahmu sayang."

"Max, aku ingat, saat ke apartemen Gabriella, aku pernah bertengkar dengannya hanya gara-gara aku cemburu kalian begitu dekat. Saat itu, aku mengatakan jika sebenarnya aku-lah yang menjadi sasaran tembakan Gabriella bukannya kau, maka dari itu kau mengetahui jika Gabriella ingin membahayakanku 'kan?"

"Kau benar. Kau tau, berpura-pura ingat jika aku adalah kekasih Gabriella sebenarnya tidak termasuk dalam rencanaku, tapi hal itu terjadi secara tak terduga dan sialnya si jalang itu mengiyakan jika kami adalah sepasang kekasih."

Kelly mengerucutkan bibirnya dan mendengus, "Kau memang keterlaluan! Katakan saja kau memanfaatkan kesempatan 'kan!"

"Bukan begitu Kelly, maafkan aku. Kau harus tau jika aku hanya mencintaimu, tidak ada dirinya dalam hatiku. Percayalah, rencana ini juga kujalankan untuk melindungimu. Sampai kapan pun seorang Max Maxwell hanya akan mencintai Kelly Collins."

"Apa? Aku tak dengar Max."

Max terkekeh, "Kau berani menggodaku ya. Baiklah, dengarkan baik-baik. MAX MAXWELL HANYA MENCINTAI KELLY COLLINS, SAMPAI KAPAN PUN JUGA!"

Kelly tak bisa menahan senyumannya yang melebar, alhasil wajahnya segera ia sembunyikan di dada bidang Max, menyembunyikan senyuman dan juga rona merah di pipinya.

"Jangan berteriak juga."
Cicit Kelly namun masih terdengar jelas di telinga Max.

Alhasil, pemuda itu tertawa kecil dan mengacak gemas rambut pirang milik gadisnya itu.

Tangan kekarnya segera ia lingkarkan di pinggang Kelly,
"Kau sudah memaafkan kesalahanku 'kan?"

Kepala Kelly yang masih bersandar di dada Max, mengangguk cepat, "Tentu saja. Aku justru sangat berterima kasih padamu Max, karena semua ini kau lakukan hanya untukku, untuk melindungiku. Aku benar-benar beruntung mendapatkan pria sepertimu. I love you Max Maxwell."

Jantung Max rasanya ingin melompat mendengar ucapan Kelly barusan, ia merasa dirinya pemuda paling beruntung di seluruh dunia karena dicintai oleh gadis seperti Kelly.
Alhasil ia langsung mengecup puncak kepala Kelly dan bergumam, "I love you too Kelly Maxwell."

"APA-APAAN INI?! LEPASKAN AKU!!!"
Suara teriakan Gabriella berhasil merusak momen romantis antara Max dan Kelly.

Pasangan itu segera saja menghampiri kamar Max dan mendapati Gabriella yang sudah sadarkan diri dengan tubuh meronta-ronta.

"LEPASKAN AKU!!! LEPASKAN AKU MAX!!!"
Teriaknya lagi, membuat Max berdecak kesal dan mulai menaiki tempat tidur.

Max menekan rahang Gabriella dengan kuat, "Diam kau dasar jalang!"

"BERHENTI MENGATAKAN AKU JALANG! KELLY-LAH YANG JALANG DI SINI!"
Balas Gabriella dengan berurai air mata dan pipi yang melebam akibat tinjuan Max.

Max yang sudah tak tahan karena Kelly selalu dikatai oleh Gabriella, langsung mengambil kapak besi yang dipilih Kelly tadi yang berada di sisi ranjang tak jauh darinya.

"Selamat bertemu Walter, Gabriella."
Max sudah mengayunkan kapak itu siap memisahkan kepala dan tubuh Gabriella, namun Kelly dengan cepat menahan kapaknya membuat Max menatapnya tak percaya.

"Jangan Max, ki-kita tak bisa membunuhnya. Kumohon jangan lakukan ini."

"Tapi kenapa Kelly?! Dia bahkan ingin membunuhmu, dia harus dimusnahkan sebelum dia merencanakan sesuatu lagi padamu."

Kelly menggeleng cepat, dan segera membuang kapak tadi asal, "Aku punya ide yang lebih baik, tanpa membunuhnya."

***

Dan, di sinilah Max dan Kelly sekarang.
Di tempat di mana orang-orang yang memiliki kelainan jiwa atau gila berada.

Ya, rumah sakit jiwa.

Dengan membawa paksa Gabriella yang kini sudah diikat tangannya dan juga mulutnya sudah diperban, pasangan itu langsung saja menemui dokter utama di situ.

Setelah melalui beberapa tahapan mendaftarkan Gabriella sebagai pasien menderita sakit kejiwaan, Max dan juga Kelly diperintahkan untuk membawa Gabriella ke ruangan baru untuk gadis blonde itu, dan menemui perawat di sana.

Ketika mereka sudah berhasil menemukan perawatnya, Max menyarankan agar Gabriella yang terus memberontak sedari tadi untuk diberi suntikan bius agar dirinya tak merepotkan para suster yang sudah menyiapkan ruangan inap untuknya.

Setelah melakukan semua itu dan Gabriella sudah tak sadarkan diri lagi, Max dan Kelly segera meninggalkan rumah sakit jiwa yang terletak cukup jauh dari keramaian kota tersebut.

Dan pilihan rumah sakit itu, adalah rencana Kelly.

Tbc...

Adegan terakhir author malah kayak berdongeng😛😅

Udah ngerti kan kenapa Max ngelakuin akting amnesianya?

Bukan ingin jadi aktor drakor, tapi Max ingin melindungi calon istri tersayang *plak*

Btw, buat readers² yang di part² sebelumnya ngejudge ataupun menyalahkan Max, masih yakin mau membenci Max setelah dijelasin di part ini?😌

Author mah tetap setia pada Max dan ngedukung semua perbuatan do'i😛💜

Bagaimana dengan kalian?

Author mau tau dong, Readers MMP ada yg cowok nggak?
Atau cewek semua?

Leave vomment, please?

 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top