Part 5 : Question
Gambar on mulmed : Nathalie Lewis.
"Max Maxwell, lepaskan Kelly!"
Suara yang sangat kukenali, membuatku mau tak mau melirik pada dua orang yang berhasil mengganggu waktuku dengan Kelly.
Varel dan Nathalie.
Segera saja Kelly melangkah mundur dengan matanya masih menatapku, namun langsung kualihkan pandanganku, tak mempedulikan gadis itu.
"Apa yang kau lakukan terhadap Kelly-ku, hah?! Kau tak berhak berbicara dengannya apalagi sampai membawanya ke sini. Apa perlumu, katakan padaku apa perlumu?!"
Varel berteriak lalu menarik kerah bajuku, yang membuatku harus terdorong ke depan karena tarikannya yang begitu kuat.
Aku hanya diam dan memandangnya datar, tak merespon pertanyaannya.
Si brengsek sialan ini, bisa saja kuhabisi dalam waktu singkat, namun waktunya memang belum tepat.
Bugh!
Satu tinjuan dilayangkan Varel pada wajahku, membuat bibirku mengeluarkan sedikit darah.
Aku menangkap para mahasiswa dan mahasiswi yang kini sudah berkumpul menyaksikan diriku dengan Varel.
Mereka terlihat mulai berbisik-bisik dan sambil menunjuk-nunjuk diriku.
Kelly yang sedang berada di antara mereka, hanya diam sembari matanya masih berkaca-kaca yang kini Nathalie menenangkannya.
"Kau mau apa terhadap Kelly-ku?! Apa kau ingin menyatakan perasaan padanya? Kau suka padanya? Heh, jika benar begitu, bermimpilah dasar aneh!"
Varel memberikan senyuman mengejek terhadapku, sedangkan para mahasiswa dan mahasiswi bersorak riuh melihat kami, yang bagi mereka mendapat 'tontonan gratis'.
Cih, sialan!
"Aku tak tertarik dengan pacarmu."
Ucapku, lalu dengan cepat mendorong Varel serta beranjak menerobos para mahasiswa dan mahasiswi dan berlalu begitu saja.
'Demi apapun, hidupmu tak akan selamat Varel Rackbourn!'
Kakiku terus berjalan cepat dan kuputuskan untuk pulang dan tak mengikuti mata kuliah kali ini.
Rencanaku untuk memberikan kado pada Kelly gagal hanya gara-gara kekasihnya yang sangat mengganggu hidupku.
Umurnya kupastikan tak akan lama lagi, akan kubongkar semua sisi brengseknya pada Kelly dan aku akan merebut Kelly darinya.
°°°
"Kau tak apa sayang?"
Gadis bernama Kelly itu hanya mengangguk kecil, dan Varel membawanya duduk di taman yang ada di kampus mereka.
"Apa yang dikatakannya padamu? Apa dia berbuat macam-macam?"
"Dia tak melakukan apa-apa rel, tenanglah."
Balas Kelly sembari tersenyum tipis, dia berbohong, padahal pikirannya masih gelisah dengan yang dikatakan Max padanya tadi.
Dirinya bertanya-tanya mengapa Max melakukan itu untuknya?
Mengapa Max sampai rela membelikan obat untuknya padahal selama ini mereka bahkan tak pernah dekat serta menyapa satu sama lain.
"Dia pasti mengatakan sesuatu 'kan? Apa yang dikatakannya? Katakan saja, kau jangan takut."
Lagi-lagi Varel berusaha ingin tau apa yang dikatakan Max pada dirinya, namun Kelly tetap tak ingin membuat pria itu mengetahui kebenarannya.
Dia bahkan bingung mengapa Varel mengaku saat ditanyai memberikan obat padanya?
"Dia hanya bertanya seputar mata kuliah kita kok. Jangan khawatir."
Kelly tersenyum lembut lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Varel yang berada di sampingnya.
"Kau yakin?"
Varel memastikan, dan hanya dibalas anggukan kecil lagi dari Kelly.
Sebenarnya pemuda itu benar-benar tak peduli dengan apapun yang dialami oleh Kelly, itu hanya 'topengnya' saja untuk mengelabui Kelly, seolah-olah dia sangat mengkhawatirkan gadisnya itu.
Varel tentu saja tau jika Kelly berbohong tentang perkataan yang dikatakan Max pada kekasihnya tersebut, mana mungkin seorang Max Maxwell yang tak pernah ingin bicara dengan siapapun tiba-tiba berbicara dan menanyai tentang mata kuliah pada Kelly.
Belum lagi Kelly dan Max tak pernah saling menyapa apalagi sampai dekat.
Kelly terlihat mengerutkan keningnya, kepalanya mulai pening memikirkan semuanya yang baru dialaminya.
Dirinya benar-benar tak mengerti dan masih punya banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya pada Max Maxwell.
Rasa penasarannya benar-benar menguasai otaknya sekarang, meskipun dia berdusta saat menjawab kata-kata Max tadi, tapi semua yang dikatakan pria itu entah mengapa merasuki otaknya dan dapat diterima oleh akal sehatnya.
***
"Meow."
Sebuah suara dari kucing kesayanganku, berhasil membuatku tersadar dari lamunanku.
Aku melambai dan mengisyaratkannya untuk menghampiriku, dan seolah mengerti, kucing hitamku itu langsung meloncat di atas meja dihadapanku.
Tanganku bergerak mengelus kepala Blacky--nama kucingku itu, dengan lembut.
"Blacky, kau tau? Aku tadi untuk pertama kalinya berbicara dengan Kelly Collins, gadis yang ada di foto pada kamar kita."
Aku menatap mata Blacky yang berwarna hijau kekuningan masih terus mengelus kepalanya.
Hanya Blacky-lah temanku satu-satunya di rumah ini. Dan hanya padanya lah aku sering bercerita tentang Kelly dan kejadian yang aku alami sehari-hari.
Blacky mengeong sekali lagi, kusentuhkan hidungku pada kepalanya, sembari tersenyum.
Di otakku terlintas saat diriku berada dengan jarak yang cukup dekat pada Kelly.
Aku menjauhkan tubuhku dari Blacky, membiarkannya turun dari atas meja dan berjalan menjauhiku.
Kurasakan jantungku yang berpacu dengan keras, hatiku rasanya di kelilingi oleh ribuan kupu-kupu, membuat sudut bibirku membentuk lengkungan senyuman kemudian kekehan pelan lolos dari mulutku, ketika menyadari jika aku benar-benar seperti orang yang jatuh cinta.
Ya, meskipun nyatanya memang begitu, mungkin?
Aku segera meraih sebuah kotak kecil yang berada tak jauh dariku.
Dan mengeluarkan sebatang rokok lalu membakar ujung kepalanya dengan korek api.
Menghisapnya perlahan, aku mulai menjauhkan rokok itu dari mulutku, dan asap mulai berhembus dari dalam mulutku.
Mataku tertuju pada tas coklatku yang berada di atas kursi di sebelahku, dan mulai membukanya.
Sebuah kado berwarna hitam putih kini terpajang di atas mejaku.
"Kenapa kau begitu membuatku tergila-gila? Kelly, kau harusnya jadi milikku, bukan milik Varel bodoh itu. Bagaimana reaksimu ketika tau jika Varel mengkhianatimu? Akankah kau masih mencintainya? Meskipun aku aneh, menurutmu dan murid kampus, aku setidaknya tak pernah menyakitimu 'kan? Meskipun kau selalu menganggapku tak ada, tapi taukah kau? Tak melihatmu sehari saja bisa membuatku gila."
Aku menghela nafas pelan, tak ada gunanya berbicara pada sebuah kado.
Segera saja kumatikan rokokku pada asbak di depanku.
Kakiku beranjak ke pintu utama, kuputuskan untuk mencari udara segar.
♥♥
Kelly dan Varel sedang berada di dalam mobil, mereka memutuskan untuk pergi jalan-jalan seperti janji Varel pada Kelly, mengingat ini hari spesial untuk Kelly.
Sekarang mobil mereka berhenti di depan lampu merah, menunggu lampu hijau menyala.
Drrttt drrtt drrtt
Ponsel milik Varel yang berada di saku bajunya bergetar, menandakan ada panggilan masuk.
Pemuda itu segera mematikan handphonenya ketika melihat nama yang tertera.
Kelly yang menyadari hal itu, mengernyitkan dahinya dan memandang Varel yang kini juga memandangnya gugup.
"Kenapa tak diangkat?"
Tanya Kelly cepat, dirinya masih memperhatikan tingkah aneh Varel yang tiba-tiba.
Varel menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Sudah hijau, aku tak ingin mengangkatnya saat berkendara."
Bohong.
Tentu saja itu alasan terbodoh yang pernah didengar Kelly dari kekasihnya tersebut.
Gadis itu hanya geleng-geleng kepala kemudian tertawa kecil, menganggap kekasihnya itu memang suka mengada-ngada.
Padahal Kelly tak menyadari jika itu merupakan alasan Varel saja untuk mengelabuinya, dia tak menerima panggilannya karena selingkuhannya yang meneleponnya.
"Bercanda terus! Tuh, handphonenya bergetar lagi, ada pesan. Ada-ada saja."
Kelly masih tertawa pelan, lalu mengalihkan pandangannya pada jalanan yang terlihat padat, yang kini mobil mereka telah berjalan.
Varel yang melihat Kelly sedang lengah, langsung meraih hpnya dan membuka pesan dari gadis-nya yang lain.
Setelah membacanya, Varel terlihat mendesah pelan.
"Ehm, sayang."
Panggilnya, membuat Kelly menoleh dan bergumam.
"Maaf ya, aku lupa jika hari ini aku ada janji ingin mengantar sepupuku ke bandara, jadi...aku ingin mengantarnya sekarang. Kau, bisakah kau turun di sini saja?"
"Tapi bagaimana dengan jalan-jalan kita?"
"Aku akan menjemputmu nanti malam, jika aku sempat, kita akan pergi. Bisakah?"
"Baiklah rel."
"Maaf ya sayang. Aku-..."
"Sudahlah tak apa kok. Aku turun ya, dah."
Kelly langsung memberi ciuman di pipi kiri Varel dan setelah itu langsung keluar dari mobil Varel yang sudah berhenti di tepi jalan.
Kelly melambai pada Varel, dan setelah itu mobil putih milik pemuda itu berlalu meninggalkannya.
Aneh memang, Kelly dengan mudah percaya pada alasan yang diberi Varel dan menelan itu mentah-mentah.
Tapi gadis itu memang hanya paling percaya pada Varel dan semua perkataannya.
Maka tak heran jika dia langsung percaya begitu saja tanpa ada rasa curiga.
Kelly melirik arloji merah yang dikenakannya, mengedarkan pandangannya ke arah kanan, menunggu taksi lewat.
Gadis itu tak tau harus menunggu kemana, akhirnya dia memutuskan untuk berjalan sambil sesekali mengecek taksi yang kemungkinan lewat.
Mata emeraldnya terbelalak ketika dirinya menangkap sosok yang dikenalnya, yang kini sedang berjalan dengan santai.
Max Maxwell.
Pria yang ingin ditemuinya dan ingin ditanyainya habis-habisan sedang berdiri dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, sembari berjalan berlainan arah dengan Kelly yang berada tak jauh dari tempat Kelly terpaku sekarang.
Gadis itu langsung saja dengan gerakan cepat mengikuti langkah Max.
Max sepertinya belum menyadari kehadirannya terlihat dari dirinya yang hanya berjalan dengan santai, dan sesekali mendongakkan kepalanya ke atas, seperti menghirup udara sepuas-puasnya.
|||
Max meraih kenop pintunya dan mulai memasukkan kuncinya pada lubang pintunya.
Pria itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya melangkah memasuki rumahnya, dan setelah itu mengunci rumahnya itu lagi dari dalam.
Tok tok tok
Baru satu langkah pria itu bergerak menjauh dari pintu utama, namun sebuah ketukan pada pintunya membuatnya berhenti dan terpaku di tempatnya.
Siapa yang mengetuk?
Seluruh manusia di muka bumi ini tak ada yang tau tempat tinggalku.
Kecuali...jika polisi yang ingin menangkapku karena perbuatanku yang sudah mereka ketahui.
Tidak! Aku pasti salah dengar! Tak ada yang mengetuk pintu.
Tak ada...
Tok tok tok tok
Bullshit!
Max membuang nafasnya kasar lalu berbalik dengan cepat membuka pintunya.
"Max Maxwell..."
Max tercengang, hingga membuatnya tak berkedip untuk waktu yang cukup lama melihat seseorang yang kini berada di ambang pintu rumahnya.
"Kelly Collins?!"
Tbc...
Jujur, pas ngetik part ini mager bangett, sampe bikin dua part cuma buat part 5 ini, dan akhirnya harus milih salah satu yang bener-bener cocok, meskipun tetap gaje :''3
Kira-kira bener Kelly-kah yang mengetuk pintu Max?
Atau mungkin jelmaannya Kelly? *plak*
Btw, Max handsome bangett kan yang pas sama si Blacky? ;* *Peluk + Cium Max*
Ah yaudah
ttp baca + vote yaa^^
Yuk siders tobat, biar gak diem mulu, komen woy komen! *maksanih*
Regards,
MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top