Part 39 : Accompany Me

MOBIL mewah berwarna hitam mengkilap yang dikemudikan oleh Max kini sudah terparkir sempurna di bagasi apartemen Gabriella.

"Astaga, aku tak tahan lagi, aku mau buang air kecil!"
Desak Gabriella yang kini melepas sabuk pengaman dan segera berlari keluar dari mobil.

Gadis blonde itu masuk ke apartemennya dengan tak berpamitan lagi pada Max dan juga Corra karena rasa ingin buang airnya yang sudah di ubun-ubun.

"Ella memang merepotkan! Huh, ayo turun Max."
Corra kini juga ikutan turun dari mobil berwarna hitam itu diikuti dengan Max yang membawa barang belanjaan yang dibeli Gabriella untuk dirinya.

"Apa kau mau rokok Max?"
Tanya Corra seraya menyodorkan sebungkus rokok yang terbuka pada Max, lalu menyandarkan tubuhnya pada bagian depan mobil begitu juga Max.

Max menarik sebatang rokok yang ditawarkan Corra, kemudian mengisyaratkan wanita itu untuk memberinya api.

Max menghisap rokoknya yang sudah dibakar, asap tipis mulai muncul dari mulut pemuda itu ketika ia melepas rokoknya dari mulut.

"Apa kau juga seorang perokok?"
Corra bertanya sambil meletakkan rokoknya yang juga hidup di sela jari telunjuk dan tengah.

Max melirik Corra, "Sebenarnya aku hanya merokok saat sedang ingin saja. Maksudku, aku bukan perokok aktif."

Corra hanya manggut-manggut lalu menghembuskan nafasnya yang tercampur dengan asap rokoknya.

"Bagaimana denganmu Corra? Apa kau seorang perokok aktif?"

"Bisa dibilang begitu. Setiap hari aku harus merokok, jika tidak rasanya lidahku pahit."

"Begitu."

"Baiklah Max, sudah malam, aku akan pulang, rasanya melelahkan sekali hari ini. Lain kali kita jalan-jalan lagi, hm?"
Pamit Corra sambil berjalan menghampiri mobilnya yang masih terparkir juga di dalam bagasi Gabriella, gadis itu masuk ke mobilnya dan menjalankannya.

"Selamat malam Max, sampaikan pada Ella ya aku pulang. Bye."
Corra melambaikan tangannya dari dalam mobil sembari tersenyum.

"Hati-hati Corra."

"Oke tampan, sampai jumpa!"
Setelah itu mobil Corra segera menghilang dari area apartemen Gabriella.

"HUAAAAA!!!"
Max mengernyit ketika mendengar teriakan Gabriella dari dalam apartemennya, langsung saja laki-laki bermata hazel itu berlari kecil masuk ke dalam apartemen, menghampiri Gabriella.

"Ada apa? Kenapa kau teriak?"
Tanya Max sambil mengedarkan pandangannya sekitar ruang keluarga, karena Gabriella sudah berada di ruang keluarga.

Gabriella terlihat mengatur nafasnya yang memburu, "Itu...di kamar mandi ada kecoa Max!"

"Kecoa? Kau takut pada binatang kecil itu?"

Gabriella mengangguk cepat, "Tentu saja! Aku takut sekaligus geli dengan binatang itu! Cepat buang Max, dia masih berada di dalam kamar mandi."

Max mengangguk, "Baiklah, akan kuperiksa. By the way, Corra sudah pulang, dia bilang dia kelelahan makanya tak bisa menunggumu keluar."

"Oke, aku akan menutup pintu utama dulu, cepat kau periksa kamar mandi dan buang binatang itu!"
Max langsung beranjak pergi setelah mendengar kata-kata Gabriella, sedangkan gadis blonde itu beranjak ke pintu utama yang belum sempat dikunci Max, karena pemuda itu terburu-buru masuk saat mendengar teriakannya.

***

Varel menatap dirinya sendiri di depan kaca besar di hadapannya.
Ia memandang Nathalie, yang kini sudah sah menjadi istrinya sedang tertidur nyenyak dalam kondisi tubuh tanpa mengenakan sehelai benangpun tergelung selimut.

Dirinya dan Nathalie baru saja selesai melakukan 'malam pertama' mereka. Namun, sebenarnya dia dan Nathalie sudah sampai di apartemen baru yang dibelinya ini pagi tadi ketika upacara pernikahannya selesai.
Mereka melakukan 'malam pertama' jadinya tak harus menunggu hari menjadi gelap.

Varel tersenyum miring menatap pantulan dirinya, mata coklatnya bergerak menatap tubuh bagian atasnya yang ter'ekspos hingga tampak berbentuk kotak-kotak.
Lelaki itu kemudian menyingkirkan rambutnya yang basah ke belakang, dan hal itu merupakan akibat dari 'permainannya' bersama Nathalie yang mereka lakukan beberapa kali hingga membuat keduanya sama-sama berkeringat.

Drrrttt drrrtt drrttt

Varel mengalihkan pandangannya, menatap ponselnya yang bergetar di atas nakas.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Menggeser tombol hijau, ia segera mendapati suara perempuan yang serak.

"Halo Varel?"

"Ada apa menghubungiku?"
Balas Varel acuh.

Terdengar decakan kesal di seberang sana, "Kenapa kau ketus padaku, sayang? Aku ingin memberi pertanyaan, kenapa kau tak mengunjungiku akhir-akhir ini? Apa yang kau sibukkan sampai tak pernah ke sini lagi dan bersenang-senang denganku?"

"Maaf, aku sibuk."

"Aku sangat merindukanmu Varel! Ke sinilah sekarang! Aku tunggu."

"Maaf aku tak bisa, aku sibuk."

"Kenapa kau terus mengatakan maaf? Cepatlah ke sini sebentar, kumohon."

"Jangan memaksa! Aku sibuk."

"Apa yang kau sibukkan?! Jelaskan padaku!"

"Aku sudah menikah! Berhentilah menggangguku!"

Tut tut tut

Varel langsung mematikan ponselnya dan meletakkannya asal di atas nakas. Pria itu mengusap wajahnya pelan, kemudian terperanjat ketika merasakan tepukan di bahunya.

"Varel, siapa yang menelepon?"

"Na-Nathalie, kau bangun?"

Nathalie mengucek kedua matanya, lalu tersenyum tipis, "Ya, jawab aku, siapa yang menelepon barusan? Kenapa kau terlihat kesal?"

Varel tersenyum kikuk, lalu menyentuh hidungnya sebentar, "Bukan apa-apa, itu hanya dari temanku. Sekarang kita tidur ya, kau pasti lelah 'kan?"

Varel langsung bangkit dari duduknya dan naik ke atas ranjang menghampiri Nathalie, mengecup bibir istrinya itu singkat, Varel segera menuntun Nathalie untuk berbaring dan melanjutkan tidur lagi.

Untungnya setelah itu Nathalie hanya menurut tanpa bertanya apa-apa lagi pada suaminya, dan hal tersebut membuat Varel setidaknya bisa bernafas dengan lega.

•••

Max dan Gabriella baru saja selesai menghabisi makan malam mereka, dan kedua orang itu kini ingin cepat-cepat masuk ke kamar mereka dan merebahkan diri di kasur karena rasa kantuk yang sudah menyerang ditambah kelelahan karena satu hari penuh ini mereka habiskan untuk berjalan-jalan.

Baru saja Gabriella melambaikan tangannya dan tersenyum, pamitan pada Max untuk berpisah karena ingin menuju kamar masing-masing yang bersebelahan, listrik tiba-tiba mati mendadak membuat Gabriella segera berlari menubrukkan dirinya pada Max yang kebetulan belum menutup pintu kamarnya.

"Max, kenapa listriknya tiba-tiba padam?!"

"Mana kutau, kau mungkin belum bayar listriknya?"

"Entahlah, setauku ayah tak pernah lupa untuk membayar segala kelengkapan apartemenku."

"Baiklah, Gabriella, sekarang aku akan mencari senter atau sesuatu lainnya yang bisa menerangi kita. Bisakah kau melepas pelukanmu pada tubuhku? Sekarang gelap, dan kau memelukku dengan erat, kau tau? Sesak sekali."

"Tidak Max, aku tak akan melepaskanmu, aku takut. Kita akan mencari senternya bersama-sama, hm?"

"Baiklah, kau hanya perlu menggenggam tanganku tanpa harus memelukku seperti ini. Aku tak akan bisa jalan jika kau terus melakukan ini."

Gabriella mau tak mau melepas pelukan eratnya lalu segera beralih menggenggam tangan Max, berjalan dalam kegelapan bersama pemuda itu.

"Katakan, di mana kau menaruh senternya?"
Tanya Max merentangkan tangannya ke depan, takut menabrak sesuatu, sambil berjalan pelan diikuti dengan Gabriella di sampingnya.

"Ada di kamarku Max, handphoneku juga di kamar."

Mereka terus berjalan hingga memasuki kamar Gabriella, dengan meraba-raba keadaan sekitar, Max akhirnya menemukan senter yang mereka cari dan langsung menghidupkan benda tersebut.

Max membidik senter yang hidup ke samping wajah Gabriella, "Kau baik-baik saja?"

Gabriella mengangguk, "Arahkan senternya Max, aku akan mencari handphoneku."

Max menurut, lalu sekitar 5 menitan Gabriella segera mendapatkan ponselnya dan kini gadis itu langsung merebahkan dirinya di kasur miliknya.

"Max, kemarilah."
Ujar Gabriella sembari menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya, mengisyaratkan Max untuk ikut membaringkan diri.

Max menggeleng, "Aku akan menunggu di sini saja sampai listriknya hidup."

"Bagaimana jika listriknya tak hidup malam ini?"

"Pasti hidup Gabriella."

"Dari mana kau tau? Cepatlah tidur bersamaku di sini, maksudku untuk malam ini saja, lagipula kau pasti sudah mengantuk. Dan lagi aku takut gelap Max, aku tak akan tidur jika kau tak ikut tidur bersamaku."

"Tidak, aku tetap akan di sini saja."

"Max, apa kau takut aku akan berbuat nekat seperti kemarin?"

Max tak menjawab, tentu saja pemuda itu tau apa yang dimaksud Gabriella, di mana peristiwa dirinya yang terhanyut dalam rayuan gadis itu.

"Max aku berjanji tak akan melakukannya lagi, waktu itu aku sedang emosi. Percayalah."

"Gabriella-..."

"Kumohon, aku sangat mengantuk sekarang, lagipula aku ada pemotretan besok pagi. Jadi, kumohon malam ini saja temani aku tidur di sini bersama."

Max terlihat membuang nafasnya pelan, jika boleh jujur ia memang merasa lelah dan kantuknya benar-benar menderanya saat ini, namun Max juga ragu terhadap perkataan Gabriella barusan.

Max mendengus sebal, sebelum akhirnya menaiki tempat tidur Gabriella dan berbaring di sebelah gadis itu.

Gabriella yang melihat itu tersenyum bahagia, "Terima kasih Max. Goodnight."
Setelah mengucapkan kata-kata itu Gabriella langsung membalikkan badannya menghadap ke arah yang berlainan dengan Max.

Dan tak lama kemudian dengkuran halus yang berasal dari mulut Gabriella lolos, menandakan dirinya yang sudah terlelap.

Max menatap punggung Gabriella yang tampak lewat sinaran senter yang sedari tadi dipegangnya.
Dalam hati Max, ia berniat akan menunggu sampai listrik hidup dan setelah itu kembali ke kamarnya, namun karena tak bisa menahan kantuknya yang teramat sangat, membuatnya tanpa sadar ikut memejamkan mata lalu masuk ke alam mimpinya menyusul Gabriella.

Tbc...

Ciee tidur satu ranjang:3
Pasti Readers pada bertanya "Kapan Max dan Kelly bertemu?!!!"

Jwabannya, masih lama. :v

Please, jgn tinggalin setiap part dari cerita ini hanya gara" gak ada adegan MaxLlynya...:')

Sabar aja yaa, ntar ada saatnya MaxLly bertemu kok tenang ajaaaaaaaaa^^
Nanti konfliknya ntar di part selanjutnya muncul lho...

Btw, Varel tetep aja ya selingkuh meskipun udah beristri:3 kan kasian Nathalie:3 (ehpantasgakdikasihanin?)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top