Part 36 : A Walk?

GABRIELLA membuka pintu kamar Max yang berada di sebelah kamarnya dengan pelan, lalu mengintip keadaan dalam kamar Max yang gelap.

Kakinya yang mengenakan sandal segera berjalan memasuki kamar Max, kemudian meraba-raba dinding kamar, mencari stop kontak lampu.

Setelah menemukan stop kontaknya, Gabriella langsung saja menekan tombol lampu kamar itu, dan mendapati Max yang kini sudah tertidur dengan posisi menyamping sambil memeluk guling.

Gabriella tersenyum tipis, dan melangkah menghampiri pemuda yang sudah terlelap tersebut.

Gadis blonde itu menarik selimut yang ada di tempat tidur Max hingga menutupi tubuh Max.

"Selamat tidur my savior man."
Bibir Gabriella mengecup pipi Max sekilas, dan segera berlari pelan meninggalkan kamar Max setelah sebelumnya sudah kembali mematikan lampu.

Gabriella menghela nafas lega, kemudian menutup pintu kamar Max pelan, bahkan nyaris tak bersuara, "Syukurlah Max sudah tidur."
Gadis itu tersenyum merona, sembari memegangi letak jantungnya yang kini berpacu hebat.

'Kenapa jantungku selalu berdetak tak normal saat berada di dekat Max?'

***

Gabriella tersenyum tipis sembari meletakkan nampan berisi dua cangkir yang isinya coklat panas dan berbagai makanan ringan di hadapan Garrison.

Garrison berdeham, "Kenapa kau lama sekali membuat coklatnya?"

Gabriella berdecak, kemudian menghempaskan bokongnya di sebelah Garrison, "Jangan protes, minum saja tuan menyebalkan!"

Laki-laki yang berada di sebelah Gabriella itu terkekeh pelan, lalu langsung mengambil coklat panas tadi dan meminumnya, setelah sebelumnya meniupnya terlebih dahulu.

"Jadi Garrison, katakan kenapa kau sendirian ke sini? Di mana para rekanmu yang lainnya?"

Garrison meletakkan kembali cangkirnya, "Mereka kuperintahkan untuk mencari buronan itu terlebih dahulu, nanti baru aku menyusul. Aku hanya memastikan jika kau tak apa-apa di sini."

"Memastikan? Memangnya aku kenapa?"

Garrison menghela nafas panjang, "Sebenarnya...fakta ini ingin disembunyikan oleh ayahmu, tapi karena ayahmu pikir-pikir lagi, kau memang harus segera mengetahuinya. Max Maxwell sebenarnya adalah pembunuh adikmu, Walter."

Gabriella membelalakkan matanya, ber'akting seolah-olah terkejut dengan pernyataan Garrison barusan.

Padahal toh, ia sudah mengetahui hal itu sedari tadi dari pelakunya langsung.

"J-jadi...Max Maxwell itu yang membunuh Walter?!"

Garrison mengangguk, "Maafkan aku Gabriella baru memberitahu hal ini sekarang. Memang seharusnya kau mengetahui pembunuh adikmu itu."

"Kenapa ayah tak ingin aku tau pembunuh Walter yang sebenarnya?"

"Dia takut kau akan menjadi tak terkendali jika bertemu dengan pelakunya. Ayahmu tau jika kau sangat merasa kehilangan Walter."

Gabriella mendesah, "Biar bagaimanapun aku sudah mengikhlaskan Walter."

Garrison tersenyum kecut, kemudian menepuk kedua bahu Gabriella.
"Ya, kau memang harus melakukan hal itu. Mengikhlaskan Walter memang sulit, apalagi dia meninggal dengan cara tragis seperti itu, tapi kau benar-benar memang harus mengikhlaskannya. Ingatlah, kita semua juga akan mati 'kan?"

Gabriella mengangguk kemudian tersenyum tipis, "Ya, aku tau."

"Uh ya, by the way waktu kau bilang kau pernah bertemu Max Maxwell itu kalian bertemu di cafe kan? Lalu apa kalian pernah mengobrol setelah kejadian itu?"

Ekspresi Gabriella tiba-tiba saja jadi menegang, namun tak disadari oleh Garrison, karena pria itu kembali meneguk coklat panasnya, sehingga membuat Gabriella dengan mudah mengubah ekspresinya agar tak dicurigai.

"Kami tak pernah mengobrol, waktu itu hanya bertemu sekilas."

Garrison mengangguk paham, sambil mengunyah makanan ringan yang kini berada di mulutnya, "Baiklah Gabriella, aku harus pergi sekarang juga, rekanku sudah menunggu sejak tadi."
Garrison mulai bangkit dari duduknya setelah sebelumnya kembali meneguk coklat panasnya hingga tandas.

"Baiklah, hati-hati."
Balas Gabriella yang kini mengekori Garrison dari belakang.
Langkah mereka berhenti di depan pintu utama.

"Baiklah Gabriella, aku pamit hm?"
Ucap Garrison sembari tersenyum tipis pada Gabriella, gadis blonde di hadapannya itu hanya membalasnya dengan anggukan.

Namun setelah dua langkah ia menapakkan kakinya berjalan akan menjauhi Gabriella, Garrison kembali membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan gadis tersebut.

Gabriella menaikkan sebelah alisnya, "Ada apa? Ah ya! Jaketmu ketinggalan."

Garrison cepat-cepat menggelengkan kepalanya, "Bukan, bukan itu. Maksudku...pakai saja jaketku dulu, kau bisa mengembalikannya kapan saja. Tapi aku berbalik karena ada sesuatu yang ingin kusampaikan."

Terlihat Garrison menggaruk belakang kepalanya yang diyakini Gabriella tak gatal, membuat gadis bermata abu-abu itu hanya bisa mengernyit kebingungan menunggu lanjutan kalimat Garrison.

"Bagaimana ya cara menyampaikannya-..."

"Ingin menyampaikan apa? Katakanlah. Lalu, kenapa kau terlihat gugup?"

Garrison terlihat menghembuskan nafasnya, jantung pria itu kini sedang berdetak keras, "Aku...Gabriella aku...uh! Aku cuma ingin mengucapkan selamat natal! Ya, hanya itu!"

Gabriella tertawa kecil, "Astaga kupikir ada apa, ternyata hanya ingin mengatakan itu, dasar!"

Garrison ikut-ikutan tertawa terpaksa, padahal dia ingin mengungkapkan perasaannya pada Gabriella, tapi entah mengapa ingin mengucapkan hal itu sangat susah untuk Garrison.
Lidahnya terasa kelu, ditambah lagi dengan kegugupannya yang semakin jadi, membuatnya harus mengatakan hal yang melenceng dari yang ingin dikatakan sebenarnya.

"Baiklah Gabriella aku permisi."
Setelah mengatakan itu, Garrison langsung beranjak masuk ke mobilnya dan menancap gas mobilnya itu meninggalkan kediaman Gabriella tanpa menunggu jawaban dari gadis tersebut.

"Dia memang aneh." Ujar Gabriella sambil geleng-geleng kepala menatap kepergian mobil Garrison, gadis itu kemudian segera menutup pintu utamanya kembali dan masuk ke dalam apartemennya.

•••

Max menyapukan alat pencukur kumis di sekitaran dagu dan rahangnya setelah sebelumnya sudah mengoleskan krim untuk memperlicin pencabutan kumisnya.

Mata hazelnya yang dari tadi terpaku pada cermin di hadapannya kini melirik sekilas jam dinding yang terdapat pada ruang keluarga.

Pukul 07:00 pagi.

Pemuda itu sangat bersemangat karena hari ini penampilannya harus benar-benar rapi untuk menyambut hari natal yang tepat jatuh pada hari ini.

Pemuda bermata hazel itu tiba-tiba saja menghentikan kegiatannya dan menaruh alat cukur kumisnya di meja, kala menangkap suara ketukan di pintu utama.
Untung saja ia sudah selesai mencukur habis kumis tipisnya.

Terdiam sebentar, pemuda berkulit pucat itu mulai berpikir apakah dia yang harus membukakan pintu tersebut ataukah menyuruh Gabriella.

Tapi Max tau jika Gabriella sekarang sedang mandi, dan itu membuatnya sekarang mulai bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri pintu utama.

Kaki Max menikung sedikit ke arah jendela yang terdapat pada sisi pintu utama, mengintip siapakah yang datang ke apartemen Gabriella pagi-pagi begini.

Max menghembuskan nafasnya lega kala mata hazelnya mendapati Corra sedang menunggu dibukakan pintu di
luar.

Segera saja Max membuka pintu utama itu, dan langsung menemukan Corra yang kini tersenyum manis padanya.

"Yo Max!"
Corra dengan secepat kilat langsung menghambur memeluk Max, hingga tubuhnya dan Max bertubrukan cukup keras dan berhasil membuat Max meringis sesaat.

Baru saja Max akan mengeluarkan kata-katanya agar Corra melepaskan pelukannya, gadis berponi rata itu sudah melepasnya cepat membuat Max bersyukur dalam hati.

"Apa kau ingin bertemu Gabriella? Tunggulah, dia sedang mandi."
Ucap Max sembari menutup pintu utama.

Corra memutar bola matanya, "Untuk apa aku menemuinya? Merepotkan! Aku ke sini tentu saja ingin bertemu denganmu dan akan mengajakmu jalan-jalan hari ini, apa kau mau?"

Max menaikkan sebelah alisnya, "Kau tak ingat? Aku ini narapidana yang kabur, polisi pasti sedang mencari keberadaanku di luar sana."

Corra menjentikkan jarinya, "Tenang saja Max, aku bisa mengatasi hal itu. Kita ini sama-sama tahanan yang kabur, selama ini aku sering berkeliaran juga tak tertangkap."

"Bagaimana kau melakukannya?"

"Ya, aku mengubah penampilanku sih. Awalnya rambutku pirang, tapi setelah kabur dari penjara aku mewarnai rambutku menjadi hitam. Bukan hanya itu, saat berpergian ke mini market ataupun di bar aku selalu mengenakan hoodie agar wajahku tak dikenali. Kau juga bisa melakukan itu 'kan? Setidaknya jika tak ingin mengubah tampilan, kau bisa mengenakan sesuatu yang menutupi sebagian wajahmu, seperti masker? Ayolah, aku tau kau pasti bosan berada di dalam apartemen terus 'kan? Apalagi ini hari natal, dan kita wajib untuk menyambut dan merayakannya."

"Kau benar juga, baiklah aku ikut jalan-jalan bersamamu."

"Okay Max! Ayo kita pergi!"
Ujar Corra sambil mengedipkan sebelah matanya lalu menarik pergelangan tangan Max akan segera jalan-jalan seperti yang ia rencanakan.

"Siapa yang mengizinkan Max untuk pergi?!"

Tbc...

Kata" terakhir tau dong punya siapa...
Btw maaf part ini ngebosenin:'3

Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👹

Regards,
MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top