Part 33 : Awkward
PERINGATAN : DI BAGIAN AWAL PART INI LEBIH COCOK DIBACA OLEH YG BERUMUR 17+.
JIKA MASIH KERAS KEPALA, JANGAN SALAHKANKU.
HANYA DI BAGIAN AWAL, KALIAN BOLEH MENG-SKIP LALU BACA BAGIAN SETELAH YG ADA 'EHEM-EHEM'.
"PERGI KAU PERGI!!!"
Gabriella yang marah besar kini tak peduli lagi jika yang diseretnya sekarang adalah temannya sendiri.
Corra menyentak kasar tangannya dari tarikan Gabriella, mendengus sesaat, Corra memandang Gabriella dengan pandangan tak berdosa sembari memasang pakaiannya kembali.
"Sialan! Merepotkan sekali, kau menganggu kami Ella."
"PERGI DARI APARTEMENKU SEKARANG JALANG!"
Corra memutar kedua bola matanya, lalu menoleh ke arah Max yang masih berada di tempat tidur, "Aku pulang Max, lain kali kita akan melakukannya ya. Bye."
Setelah mengatakan itu, Corra segera meninggalkan Gabriella dan Max.
Gabriella terdiam di tempatnya, dia merasa hatinya seperti ditikam oleh ribuan pisau.
Dia sendiri bertanya-tanya pada dirinya, kenapa dia sampai semarah itu pada temannya?
Toh, padahal Max sendiri bukan siapa-siapanya, lalu kenapa saat melihat Max yang dirayu oleh Corra membuat hatinya sesak dan benar-benar gelisah?
"Gabriella, kau tak apa?"
Gabriella terkesiap ketika merasakan tepukan di pundaknya.
Gadis blonde itu membalikkan badan, dan menatap Max tajam.
Segera saja ia mendorong keras tubuh Max ke belakang, hingga pemuda bermata hazel itu terhempas ke tempat tidur lagi.
"Gabriella, apa yang kau lakukan?"
Max mengernyit kebingungan saat Gabriella kini berada di atas tubuhnya seperti yang dilakukan Corra tadi.
"Menurutmu apa? Tentu saja melanjutkan 'aksi' si jalang tadi."
Ujar Gabriella seraya melepas kancing celana milik Max dan menurunkannya hingga ke paha.
"Gabriella mau apa-..."
"Aku ingin membuatnya semakin menegang."
Balas Gabriella santai, lalu menggerakkan dengan lembut tangannya di milik Max yang menegang yang masih terbungkus cd.
"Gabri-ella..."
Max memejamkan matanya menikmati sentuhan Gabriella, Max pikir gadis itu datang untuk menyelamatkannya dari Corra.
Namun tak disangka-sangka Gabriella malah melanjutkan perbuatan temannya itu.
Gabriella yang merasa bahagia karena Max tak menolak perlakuannya kini membungkuk dan mengecup bibir Max lembut.
Tak mau hanya mengecup, gadis itu mengeluarkan lidahnya membasahi bagian bawah bibir Max, lalu meraup bibir pemuda itu dengan sensual.
Max yang merasa pertahanannya sudah runtuh, langsung saja membalas ciuman Gabriella bahkan membuka mulutnya, membuat gadis itu semakin leluasa menggerayangi mulut pemuda bermata hazel tersebut.
Max membalas dorongan-dorongan lidah Gabriella dan saling bertukar saliva pada gadis itu.
Tangan Gabriella yang tadinya hanya mengelus milik Max dari luar kini langsung membuka cd Max dengan cepat, dan menggenggam milik Max yang sudah menegang sempurna.
Gabriella segera melepas pagutannya dengan Max, dan memundurkan tubuhnya hingga kini memposisikan mulutnya di depan milik pemuda itu.
Gabriella langsung mengulum serta menghisap milik Max itu dan membuat Max mengerang sambil memejamkan mata.
Lama gadis itu melakukan 'kegiatannya' sebelum akhirnya menghentikannya ketika Max sudah berada di puncak.
Drrtt drrrtt drrtt
"Sial! Kenapa harus sekarang?!"
Umpat Gabriella, menyeka sisa cairan Max di bibirnya, lalu bergerak bangkit dari atas tubuh Max dan menyambar tasnya yang berada di dekatnya.
Membukanya cepat, gadis itu mengambil ponselnya yang bergetar.
"Ada apa ayah?"
"Gabriella, di mana Fred dan Eddie? Berikan ponselmu pada mereka, ayah ingin bicara."
Gabriella berdecak malas, lalu berdiri dan melangkahkan kakinya menjauhi Max, "Ayah meneleponku cuma ingin bicara pada mereka?!"
"Bukan begitu sayang. Ayah hanya ingin memastikan jika mereka ada di sampingmu."
"Di sampingku? Memangnya mereka siapa? Malaikatku?"
Terdengar helaan nafas panjang dari seberang sana, "Astaga Gabriella, hentikan ini. Ayah tak ingin berdebat denganmu."
"Jika tak ingin berdebat denganku, jangan membicarakan mereka. Sudahlah, aku muak, aku sedang sibuk. Bye ayah."
Gabriella menggeser tombol merah dengan cepat, menandakan dirinya yang memutus panggilan itu.
Gabriella membalikkan badannya dengan tersenyum, namun senyumnya segera pudar ketika yang dicarinya sudah menghilang.
"Astaga ayah! Kau membuat Max kabur! Ini benar-benar menyebalkan!"
▪▪▪
Varel merasa risih karena sedari tadi Nathalie terus memperhatikannya yang sedang menyisir rambut.
Pemuda itu mengalihkan tatapannya dari cermin dan memandang Nathalie.
Varel menghela nafas, "Kenapa memperhatikanku dengan mimik begitu? Apa penampilanku ada yang salah?"
Nathalie terkekeh, kemudian menggerakan tangannya mengalungkan di leher Varel, "Apa kau merasa gugup akan bertemu ayahku?"
Varel melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Nathalie lalu menggaruk alisnya dengan tangan yang lain, "Ya...sedikit. Menurutmu, apa ayahmu akan menerimaku?"
Nathalie terlihat berpikir, "Entahlah, tapi kurasa kau akan diterima karena aku tengah mengandung anakmu."
Varel tertawa kecil, "Hanya karena itu?"
"Ya...menurutku."
Setelah itu tawa mereka pecah di kamar berdominasi warna hijau muda tersebut.
***
"Blacky, kau mau beli makanan apa? Aku akan membelikanmu, pilih saja."
Kelly mendorong trollynya dengan pelan sambil terus berbicara pada Blacky yang berada di dalam trolly belanjaannya.
Gadis bermata emerald itu sekarang sedang berada di mini market, berbelanja perlengkapan natal yang akan terjadi besok.
Dia membawa Blacky untuk menemaninya berbelanja, meskipun Blacky bukanlah anjing yang bisa dipasangi kalung untuk menariknya selama perjalanan, namun Kelly tetap ingin membawa kucing kesayangan Max itu dengan cara menggendongnya.
Gadis itu terus menelusuri mini market dan memilih-milih barang yang diperlukannya.
Seperti, topi natal, hiasan untuk pohon natal, dan makanan-makanan yang biasanya terdapat pada hari natal.
Kelly mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama ini dari warisan orang tuanya yang telah meninggal.
Dia hanya tinggal sendiri di kota ini, ia bahkan tak tau keluarganya yang lain berada di mana.
Karena memang, ia belum pernah bertemu dengan sanak keluarganya yang lain.
°••°
Dua manusia yang sedang duduk sambil menikmati makan mereka, hanya terdiam satu sama lain.
Atmosfer canggung yang terjadi di antara keduanya, membuat mereka makan hanya diiringi oleh bunyi sendok yang beradu dengan piring.
Akibat perlakuan yang baru saja mereka lakukan, yang sama-sama terhasuti nafsu membuat mereka kini tak ada yang berani mengeluarkan suara.
Keduanya saling diam dengan perasaan gugup menyelimuti mereka.
"Gabriella...uh apa Blacky sudah kau bawa?"
Suara Max yang memecah atmosfer canggung antara dirinya dengan Gabriella, membuat Gabriella kini mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk.
"Blacky...Max aku sudah ke rumahmu sesuai alamat yang kau berikan. Tapi...aku tak menemukan seekor kucing pun di dalam rumahmu."
Ucap Gabriella kemudian berdeham menyembunyikan nada bergetarnya karena gugup.
Max bangkit dari kursinya, "Apa maksudmu dengan tak menemukan?"
Gabriella melirik Max sekilas, lalu segera mengalihkan pandangannya lagi, tak berani menatap pemuda berkulit pucat itu, "Maksudku ya, kucingmu tak ada."
"Tak ada? Memangnya Blacky pergi ke mana?"
Tanya Max lebih ke dirinya sendiri, pemuda itu langsung terdiam dan berpikir, dia menyimpulkan pasti Kelly yang membawa Blackynya.
Ya, pasti gadis itu.
"Max...ada apa?"
"Tak apa, aku sudah selesai makan. Aku permisi."
"Tunggu Max! Walaupun kucingmu tak ditemukan, tapi...aku membelikanmu seekor kucing berwarna putih. Siapa tau kucing ini bisa membantumu dalam mengobati rasa rindu terhadap Blacky?"
Max menggeleng, "Kan sudah kubilang, Blacky tak bisa digantikan oleh siapapun."
"Tapi, lihatlah dulu. Tunggu di sini sebentar, aku akan mengambilnya."
Gabriella segera beranjak berlari meninggalkan Max di dapur sendirian.
Sekitar 4 menit Gabriella sudah kembali dengan menggendong seekor kucing putih di tangannya.
"Ini Max ayo gendong dia."
Gabriella dengan segera menyodorkan kucing tersebut pada Max, membuat Max mau tak mau menggendongnya.
"Dia lucu 'kan Max?"
Gabriella tersenyum hangat sambil mengelus kucing putih itu.
Max hanya diam, ia mulai menggerakan tangannya untuk ikut mengelus kucing putih itu.
Namun, tak sampai 2 detik, pemuda tersebut sudah melepaskan tangannya dan meletakkan kucing tersebut di meja makan kemudian berlenggang pergi meninggalkan Gabriella tanpa sepatah kata pun.
"Dia kenapa sih?"
Gabriella bertanya pada diri sendiri, lalu segera menyambar kucing itu di meja.
Dia melangkahkan kakinya berniat menyusul Max.
•••
"Ayah perkenalkan ini Varel, kekasihku."
Ucap Nathalie sambil melirik Varel yang kini tersenyum sembari menyodorkan tangannya ingin berjabatan dengan ayah kekasihnya itu.
Ayah Nathalie hanya tersenyum tipis lalu menerima jabatan tangan Varel, "Frans Lewis."
"Varel Rackbourn." Ujar Varel singkat.
Ayah Nathalie berdeham setelah melepaskan jabatan tangannya, "Jadi Nathalie, kamu mendadak ke sini ingin memperkenalkan kekasihmu pada ayah? Nathalie, ketahuilah ayah sangat merindukanmu, selama ini kamu tak mau bicara pada ayah bahkan lewat telepon. Ayah senang sekali saat ini kamu mau menemui ayah dan bicara meskipun karena ingin memperkenalkan kekasihmu."
"Ayah, aku...maaf. Aku tau telah membuat kesalahan dengan tak berbicara pada ayah. Aku juga sama rindunya pada ayah, namun setelah mengingat ayah yang sudah bahagia mendapatkan keluarga baru, membuatku teringat lagi pada ibu dan itu menjadikanku dasar untuk tak berbicara pada ayah. Aku datang ke sini jujur, karena ingin menyampaikan sesuatu yang kurasa perlu ayah ketahui."
Frans mengernyit, menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut putrinya itu.
Sedangkan Nathalie mulai berpandangan dengan Varel, kemudian menggenggam tangan mereka satu sama lain, seolah saling memberi kekuatan.
"Ayah, aku...sedang mengandung anak dari Varel."
Ungkapan Nathalie barusan membuat Frans tak berkedip untuk beberapa lama dan memberi putrinya itu tatapan tak percaya, "Nathalie kamu...hamil?!"
Nathalie mengangguk sambil menundukkan kepalanya sedikit, Frans mulai memijit pelipisnya, baginya berita kehamilan putrinya membuat dirinya benar-benar terkejut.
Entahlah kabar itu masuk dalam kabar baik atau mungkin kabar buruk, yang jelas, kepalanya kini menjadi pusing akan hal itu.
"Saya tau kabar ini cukup membuat anda terkejut-,"
Varel menjeda kata-katanya.
"-tapi saya akan bertanggung jawab atas kehamilan Nathalie, dan berniat menikahinya besok."
Frans sukses memelototkan matanya kala kata-kata terakhir lolos dari bibir Varel.
"Besok?! Yang benar saja?"
Nada bicara Frans meninggi, membuat Nathalie dan Varel berpandangan dengan memasang tampang khawatir.
"Ayah, kami memang berencana menikah besok, bertepatan dengan hari natal. Maka dari itu kami ke sini ingin memberitahu berita kehamilanku sekaligus meminta restu dari ayah."
Frans mengusap wajahnya kasar, "Astaga Nathalie, ayah tau. Tapi...ini semua sangat mendadak menurut ayah. Pertama, ayah diberi kejutan dengan kedatanganmu di kediaman ayah, kedua kamu menyampaikan jika kamu sedang hamil anak Varel, dan ketiga ayah kembali mendapat kejutan dengan keputusan kalian yang ingin menikah besok. Astaga, untung saja ayah tak mengidap penyakit jantung, jika iya, ayah akan langsung kejang-kejang menghadapi ini semua."
Varel dan Nathalie sontak tertawa kecil mendengar penuturan dari Frans.
Sedangkan Frans langsung memberi mereka tatapan tajam, membuat Varel dan Nathalie menghentikan tawa mereka.
"Jadi...apa anda mengizinkan saya untuk menikahi putri anda besok?"
Tanya Varel pelan, menatap mata Frans dengan penuh harap.
Frans memijit pelipisnya, lalu menghela nafas berat, "Baiklah, karena memang semuanya sudah terjadi dan kau wajib bertanggung jawab atas kehamilan putriku, aku merestui pernikahan kalian."
Varel dan Nathalie saling berpandangan satu sama lain dan tersenyum lebar, hingga wajah mereka yang tadinya terlihat cemas menjadi cerah dan bahagia.
"Terima kasih ayah!"
Tbc...
Emang sengaja bagian awal part ini adegan 'itu'nya gak hot" amat:3
Ingat, ya. Ini bukan cerita 'ehem-ehem' lho, adegan itu cuma agar menambah kesannya aja, ciaelahh:v
Ada yang cemburu dengan perlakuan Gabriella ke Max?
Kalo aku jangan ditanya lagi,, cemburu bangettt😭😭😭😭
Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👹
Regards,
MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top