Part 31 : Welcoming Christmas

SEKARANG tanggal 24 Desember dimana satu tambahan angka lagi akan bertepatan dengan tanggal 25 Desember.
Yaitu, hari natal akan berlangsung.

Bulir-bulir salju seiring berjalannya waktu semakin turun dengan deras, yang kini memenuhi jalanan, pohon-pohon, bangunan-bangunan, dan juga pekarangan-pekarangan rumah.

Terlihat pemandangan yang selalu mampu membuat senyuman menghangat terulas dari bibir, yaitu bermainnya para anak-anak ke luar rumah untuk membuat boneka salju ataupun bermain lempar bola salju.

Tak hanya anak-anak, para orang-orang dewasa pun menyempatkan diri untuk ke luar rumah sekedar untuk berjalan-jalan sembari menyesapi aroma salju yang dingin.

Mereka semua tentu saja cara berpakaiannya tak sama dengan hari-hari biasanya, mengenakan pakaian yang mereka suka.
Di hari saat musim seperti ini, tentu saja mereka mengenakan baju-baju berbahan tebal, topi kupluk, sarung tangan, dan juga syal.
Kadang ada pula yang mengenakan pakaian hingga berlapis-lapis demi melindungi diri dari kedinginan musim saat ini.

Orang-orang menyambut bahagia datangnya hari natal.
Begitu pula dengan Max, yang kemarin baru saja membebaskan diri dari penjara dan sekarang sedang tinggal bersama Gabriella.

Max menatap pantulan dirinya di depan cermin.
Mengenakan jaket tebal berwarna krem lengkap dengan syal berwarna hitam garis putih, rambut yang disisir rapi belah tepi, dan senyum tipis yang terus terpatri di wajahnya benar-benar membuatnya semakin bertambah tampan.

Max melirik jam tangan barunya yang melingkari tangannya, jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat 30 menit.

"Max, apa pakaiannya cocok dan pas?"
Tanya Gabriella yang kini menyembulkan kepalanya di pintu kamar Max.

"Masuklah, pakaiannya pas ditubuhku."
Max membalikkan tubuhnya yang tadinya menghadap cermin kini menghadap ke arah Gabriella yang saat ini juga sudah berdiri di depannya.

Gabriella tertegun cukup lama melihat penampilan Max yang lebih rapi dari penampilannya semalam.

"Uh, menurutmu...apa ini cocok untukku?"
Max bertanya sembari menunduk memperhatikan pakaiannya, lalu beralih memandang Gabriella.

Namun Gabriella hanya diam, dengan keadaan tak lepas menatap Max dari atas hingga bawah.

"Gabriella? Apa ini tak cocok? Kalau begitu-..."

"Kau cocok memakainya Max, kau kelihatan sangat tampan."
Gabriella sukses menutup mulutnya dengan kedua tangan, lalu menunduk dengan wajah merona merah.

Begitu juga dengan Max, pemuda itu kelihatan mengusap tengkuknya dan langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.

Atmosfer canggung yang terjadi di antara mereka saat ini, membuat keduanya berdiam untuk waktu yang agak lama.

"Uh Gabriella, kau...apa kau tak merasa kedinginan?"
Suara Max memecah kesunyian di antara mereka membuat Gabriella mendongakkan kepalanya cepat dan menatap Max.

Gabriella menggeleng, sedangkan Max tampak menautkan alisnya.
Mana mungkin gadis itu tak kedinginan sedangkan cuaca sekarang begitu menusuk kulit dan gadis blonde tersebut hanya mengenakan kaos lengan panjang dan celana training.

"Bagaimana bisa kau tak kedinginan? Apa kau tak punya pakaian tebal seperti yang kukenakan sekarang?"

"Max, itu...sebenarnya aku belum mengganti pakaianku dengan yang lebih tebal, karena aku merasa penasaran pakaian yang kubelikan lewat online untukmu apakah pas di tubuhmu atau tidak."
Gabriella meringis dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Kaki Max segera saja menghampiri gadis blonde itu, dan ia langsung melepas syal yang dikenakannya lalu mengalungkannya di leher Gabriella.

"Kau pasti kedinginan Gabriella. Tak seharusnya kau mengkhawatirkan orang lain dulu sebelum dirimu."
Gabriella menatap Max dalam, lalu menyentuh syal yang diberikan Max padanya.

"Max...aku...terima kasih."

Max tersenyum tipis, "Sudahlah. Gabriella, wajahmu memerah kau tak apa kan?"

Gabriella menggeleng cepat lalu dengan segera berlari meninggalkan kamar Max membuat Max terheran-heran.

'Ada apa dengannya?'

***

"KENAPA KALIAN SAMPAI MEMBIARKAN SEORANG NARAPIDANA KABUR?!"
Suara bentakan penuh emosi menggema di kantor polisi yang kini para polisinya berkumpul lengkap dengan sang Chief.

Dan suara keras nan memekakkan telinga tadi sudah pasti berasal dari si ketua polisi, Charlie Brown.

Pria yang umurnya sudah 41 tahun namun tubuhnya masih kelihatan tegap dan sehat itu, benar-benar kecewa atas kejadian yang baru saja terjadi.

"Maaf pak, kami bukan membiarkannya kabur, tapi dia mensiasati dengan ingin ke toilet."
Balas Garrison mengoreksi kata-kata yang dilontarkan Charlie.

Charlie memberi tatapan tajam pada setiap polisi bawahannya, "Aku tak mau tau! Kalian harus mencari Max Maxwell itu sampai dapat dan menyerahkannya padaku di sini. Aku akan segera menghukum mati dirinya, karena dia adalah pembunuh putraku!"

Semua polisi tingkat bawah yang berkumpul dengan rapi, dengan posisi istirahat, hanya diam karena tak berani menjawab lagi perkataan dari sang ketua.

"BERTINDAK SEKARANG JUGA!"
Teriakan terakhir Charlie Brown yang mendapat balasan tegas 'siap' dari semua polisi bawahannya yang langsung membuat semua polisi tersebut melaksanakan tugas sang Chief.

°°°

Max mengernyitkan dahinya ketika pandangannya menemukan Gabriella yang sedang bersiap-siap seperti ingin pergi.

"Kau mau ke mana?"

Gabriella menolehkan kepalanya sekilas lalu melanjutkan pemasangan high heels pada kakinya.
"Aku ada pemotretan Max, jadi kau tinggal di apartemen dulu, tak apa kan?"

"Kau seorang model?"

Gabriella mengangguk, dan membetulkan sedikit letak kakinya, "Ya."

Max hanya mengangguk paham, kemudian kembali mengalihkan pandangan pada jendela yang menghubungkannya pada keadaan di luar.

"Oke Max, aku pergi dulu. Kau lakukan apa saja yang ingin kau lakukan di apartemenku ini. Makanan sudah tersedia, jadi nanti kau harus makan, oke? Dan...pastikan dirimu tak keluar dari rumah, karena jika itu terjadi-..."

"Sebenarnya aku berencana untuk pulang ke rumah, aku sangat merindukan kucingku. Apa itu tak bisa?"

"Astaga Max, mana mungkin kau bisa pulang. Polisi pasti sedang berkeliaran mencarimu sekarang."

Max terlihat murung dan menghela nafas, "Benarkah? Kau tau? Aku benar-benar merindukan Blacky, kucingku. Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Aku bahkan tak tau apa dia makan selama aku masuk penjara."

Gabriella terdiam memperhatikan Max, gadis itu tau satu hal, yaitu Max adalah pecinta kucing.
Terlihat jelas sorot kesedihan dan kerinduan dari mata hazel indah pria itu ketika membicarakan tentang kucingnya.

Gabriella mendesah, lalu berpikir sesaat, "Oh baiklah, aku akan membelikan kucing peliharaan baru untukmu, bagaimana?"

Max menggeleng pelan, "Aku mau Blacky. Tak ada yang bisa menggantikan Blacky, bahkan kucing paling mahal pun."

"Astaga Max, jadi bagaimana? Baiklah, aku punya ide. Aku akan ke rumahmu dan mencari kucingmu itu lalu membawanya ke sini. Sekarang tulis saja alamat rumahmu dan katakan kucingmu berwarna apa? Tunggu dulu...namanya Blacky 'kan? Pasti warnanya hitam, aku benar?"

Max mengangguk cepat dan senyuman bahagia segera terukir di wajah tampan pemuda tersebut, "Ya, kau benar. Kunci rumahku ada di bawah pintu, kau cari saja untuk membukanya. Baiklah berikan ponselmu, aku akan mengetikkan alamatnya."

Gabriella segera membuka tas tangannya dan merogoh mencari ponselnya.

Setelah dapat, gadis itu segera memberikannya pada Max dan Max langsung mengetikkan alamatnya.

"Ini, sudah selesai."
Max menyerahkan ponsel Gabriella dengan senyuman yang masih terpasang di wajahnya.
Gabriella melirik Max dan terkekeh, sembari memasukkan kembali ponselnya.

"Terima kasih Gabriella. Aku sangat bahagia."

"Kau memang pecinta kucing ya? Astaga Max, sering-seringlah tersenyum. Kau kelihatan makin tampan."

Max langsung menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dan pipi pemuda itu menampilkan rona samar, begitu juga dengan pipi Gabriella yang merona.

"Hm...baiklah aku akan pergi, kedua bodyguardku sudah menjemputku."
Pamit Gabriella yang hanya dibalas Max dengan anggukan, gadis itu terlihat menggigit bibir bawahnya seraya menatap Max kemudian segera meninggalkan pemuda berambut hitam tersebut.

'Dia punya bodyguard?'

↔↔↔

Max berjalan-jalan dengan kedua  tangan dimasukkan di saku celana, pemuda itu sedari tadi menelusuri seisi apartemen milik Gabriella, yang baru Max sadari jika Gabriella adalah orang kaya.

Mata hazel Max memicing ketika tak sengaja menemukan sebuah foto yang bertengger di meja kamar Gabriella, segera saja ia mendekati foto yang menurutnya mencurigakan tersebut.

Mata hazel Max terbelalak dan mulai meraih foto itu di tangannya.
Di foto tersebut terlihat Gabriella yang sedang bersama seorang pria yang begitu dikenal Max.

Dia...

Walter Brown?!

Tbc...

Latar waktunya aku ambil bulan Desember ya...karena kan waktu itu Kelly ultah tanggal 3 Desember jadi mau gak mau deh di cerita ini ada momen natalnya:v (padahalbulanramadhanlhoini)

Btw, ngomongin bulan Ramadhan, selamat puasa ya bagi yg menjalankan,ttp semangat melewati puasanya^^

Tapi sayangnya aku gak bisa nyambut puasa😭 (taulahyamasalahcewek)

Marhaban ya ramadhan😇

Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👹

Regards,
MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top