Part 26 : Meet (Again)

Gambar on mulmed : Gabriella Brown.

GABRIELLA masih terpaku dengan menatap pemuda berambut hitam di hadapannya lekat-lekat.
Jantungnya yang tadinya bertempo normal, kini merombak menjadi berpacu ke tempo yang semakin cepat kala mata abu-abu miliknya bertemu dengan iris hazel indah milik Max.

Begitu juga Max, ia menatap Gabriella terkejut, bingung, sekaligus teringat jika dirinya pernah bertemu gadis itu sebelumnya.

"Gabriella, ada apa? Apa kau mengenalnya?"
Tanya Garrison yang sedari tadi menyadari atmosfer berubah jadi penuh tanda tanya.

Gabriella tersentak, "I-iya, dia...a-aku pernah bertemu dengannya waktu itu."

"Bertemu Max Maxwell? Di mana?"
Tanya Garrison kini memandang penuh selidik ke arah gadis blonde tersebut, membuat Gabriella menelan salivanya dengan susah payah.

"Aku bertemu dengannya saat di sebuah cafe, d-dia tak sengaja menjatuhkan kartu namanya, aku melihatnya sekilas makanya tau namanya 'Max' saja."

Bohong.

Gabriella terpaksa harus berbohong pada Garrison mengenai bagaimana dia bisa bertemu dengan Max.

"Apa kau yakin?"
Garrison bertanya lagi, untuk memastikan jika Gabriella benar-benar akan kata-katanya.

Gabriella mengangguk cepat, membuat Garrison menghela nafas lega.

"Lapor Pak Garrison, anda di panggil ketua Charlie untuk ke rumahnya. Beliau ingin membicarakan sesuatu, dan itu sangat penting. Bapak di perintahkan untuk pergi sekarang menemuinya."
Lapor polisi lain, yang berjabatan lebih rendah dari Garrison.
Garrison menaikkan sebelah alisnya lalu melirik Gabriella di sampingnya, "Ada apa ayahmu memanggilku?"

Gabriella mengedikkan bahu, "Entahlah."

Garrison hanya menghela nafas sebelum akhirnya beranjak meninggalkan Gabriella setelah sebelumnya berpamitan dulu pada gadis berambut blonde itu untuk menemui ayahnya.

Selepas kepergian Garrison, Gabriella kembali menatap Max yang masih berada di dalam penjara bersama teman-temannya.
Sedangkan Max sendiri juga memperhatikan gadis itu sedari sebelum kepergian Garrison.

'Kurasa...aku pernah melihatnya, tapi di mana? Dan kenapa dia bilang pernah bertemu denganku di sebuah cafe?'
Batin Max bertanya-tanya, meskipun begitu wajahnya masih menunjukkan ekspresi datar sembari menatap Gabriella.

"Jadi, nama lengkapmu Max Maxwell?"
Tanya Gabriella tiba-tiba lalu menghampiri sel Max lebih dekat.

Chris, Hans, dan juga Robbert yang mendengar itu langsung memandang Max secara bersamaan, "Siapa dia? Apa dia teman dekatmu? Atau...wanita yang kau sukai?"
Pertanyaan Hans yang bertubi-tubi membuat Max sontak menggelengkan kepalanya, "Aku bahkan tak mengenalnya."

Chris, Hans, dan Robbert sukses mengernyit keheranan memperhatikan Max dan Gabriella secara bersamaan.
Gadis bermata abu-abu di hadapan Max itu terlihat sedikit kesal, dan berdecak pelan karena Max tak mengingat dirinya, ditambah pemuda itu yang tak merespon kata-katanya barusan.

Jadilah akhirnya Gabriella tampak melangkahkan kakinya berjalan menjauh dari sel milik Max dan memanggil petugas.

Gabriella terlihat membisikkan sesuatu pada petugas polisi yang berjaga, dan detik selanjutnya petugas itu langsung membukakan sel milik Max dan menyuruh Max untuk keluar, karena Gabriella ternyata ingin bicara pada pemuda itu.

°°|°°

Varel menghela nafas panjang kala berhasil membuka pintu kamar milik Kelly dan mendapati gadisnya itu sedang duduk di depan jendelanya, memperhatikan pemandangan di luar.

"Kelly, boleh aku masuk?"
Tanya Varel akhirnya, karena gadis pirang itu sepertinya tak menyadari kedatangannya.

Kelly menolehkan kepalanya, kemudian mengangguk.
Sudah 12 hari Max masuk penjara dan sejak itulah sikap Kelly berubah total.

Gadis bermata emerald itu Varel amati, menjadi sering melamun dan wajahnya selalu kelihatan murung. Bahkan kedatangan Varel setiap hari untuk mengunjungi gadis itu, tak dipedulikannya, seolah Varel orang asing baginya.

Varel hanya bisa mengira jika perubahan sikap Kelly diakibatkan oleh Max.
Ya, meskipun Kelly sendiri yang memasukkan pemuda hazel itu ke penjara, namun tampaknya hal itu membuat Kelly menyesal.

"Aku membawakanmu donat isi selai anggur dan coklat panas. Kau menyukainya 'kan?"
Varel membuka suara, lalu meraih kursi yang ada di kamar Kelly dan ikut duduk di samping gadis tersebut. Tangan Varel bergerak meletakkan paperbag yang dibawanya di atas meja kamar itu.

"Ya." Kelly tersenyum sekilas, tanpa mengalihkan pandangannya pada pemandangan hujan gerimis di luar.

"Apa yang kau pikirkan Kelly? Kenapa kau terus memperhatikan hujan?"

"Memangnya salah aku memperhatikannya?"

Varel menggeleng cepat, "Maksudku, kau menjadi lebih pendiam dan...mengacuhkanku."

"Aku tak apa."
Jawab Kelly singkat masih tak mau beranjak pada pandangannya.

"Aku tau kau berubah akhir-akhir ini, kau jadi jarang makan, bahkan tak mempedulikan kunjunganku ke sini. Apa kau masih memikirkan Max? Atau mungkin...kau malah merindukannya?"

Kelly tersentak, ketika nama Max disebutkan oleh Varel, seperti ada sesuatu hangat yang mendera hatinya.
Ia menoleh dan menatap Varel, "Varel, aku..."

"Hm?"

"Jangan membicarakannya."

"Kenapa? Apa pernyataanku barusan memang benar?"

"DIAMLAH!"
Varel terlonjak kala mendapat sergahan dari Kelly, gadis itu menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, siap meluncurkan air matanya.

"Kelly, ada apa? Sssttt tenanglah."
Varel langsung beranjak memeluk Kelly erat, menenangkan gadis tersebut.
Sedangkan Kelly sudah berhasil meloloskan setetes air matanya dan membalas pelukan Varel.

"Ada apa? Katakan padaku."
Varel melepas pelukannya, dan menatap Kelly lembut.

Kelly mengalihkan pandangannya, tak berani beradu dengan iris coklat milik tunangannya itu.

"Kelly?"

"Varel, aku merindukan Max."

"A-apa?! Kau hanya tinggal bersamanya seminggu lebih, dan kau...serindu itu padanya?"

"Max menanamkan perasaannya padaku, semua yang ada di dirinya aku merindukannya. Dia...benar-benar berbeda, dia membuatku nyaman. Dan rasa nyaman itu tak kumiliki ketika berada denganmu."

"Kau mencintainya?"

Kelly menggeleng, "Tidak, maksudku, jika pun aku telah jatuh cinta padanya aku akan berusaha memusnahkan perasaanku karena aku adalah tunanganmu."

Varel melengkungkan bibirnya, "Syukurlah. Kupikir kau akan meninggalkanku Kelly."
Pemuda berambut pirang itu membawa Kelly dalam pelukannya lagi, dan menciumi puncak kepala Kelly.

"Aku mencintaimu, berjanjilah tak akan meninggalkanku."
Bisik Varel seraya melepaskan pelukannya dan menatap Kelly dalam.

"Aku berjanji." Balas Kelly kemudian tersenyum tipis, sambil mengusap air matanya.

"Bagaimana jika kita menikah dalam waktu dekat? Apa kau setuju?"

"A-apa?! Varel, pikirkanlah segalanya, tempat tinggal, biaya hidup, dan kuliahmu, semuanya harus dipikirkan. Jangan terburu-buru, kita juga masih muda."

"Aku bisa mencari pekerjaan dan membiayai hidup kita setelah menikah."

Kelly menggeleng pelan dan menyentuh pipi kanan Varel dengan tangan kanannya, "Kenapa kau ingin terburu-buru?"

"Karena aku takut kehilanganmu."

Kelly terkekeh pelan, "Jangan terburu-buru, lagipula orang tuamu masih di luar negeri kan?"

"Aku bisa meminta mereka segera pulang dan membicarakan hal ini. Lagipula kau juga sudah pernah kukenalkan pada Ayah dan Ibu kan? Mereka pasti bisa meninggalkan pekerjaan mereka dulu demi anaknya."

"Varel...-..."

"Jangan menolak Kelly, apa kau tak ingin menikah denganku?"

"Bukan begitu, aku hanya..."

"Aku hanya?"

"Entahlah, yang pasti kita tak harus menikah cepat-cepat."

"Tapi kenapa?"

Kelly berdecak, "Tolong, jangan membahas ini lagi."

"Tapi-..."
Ucapan Varel terhenti kala Kelly langsung memeluknya. Dia terpaksa menahan keinginannya untuk cepat-cepat menikahi Kelly.
Dia melakukan ini, karena merasa khawatir jika Kelly tak bisa membuang perasaannya pada si aneh, Max Maxwell.

Menurutnya, jika Kelly sampai benar-benar mencintai dan tak bisa melupakan Max dalam hidup gadis itu, maka bukan hanya Kelly yang tersiksa, tapi dirinya juga.
Dia tak ingin Kelly sampai direbut oleh pemuda aneh teman satu kampusnya itu lagi.
Sudah cukup ia bersama Kellynya selama seminggu lebih, dia tak ingin Max menarik Kelly dalam dekapan pemuda bermata hazel itu lagi.

Ya, dia tak akan membiarkan Kelly menyimpan perasaan pada Max.
Tak akan pernah.

Brak!

"Varel sayang, ternyata benar kau di sini, aku sangat merindukanmu!"

Tbc...

Yang ngomong terakhir siapa ya?

Siapa yang setuju kalo Kelly nikah sama Varel?

Huhaaaa udah ngerti kan Gabriella itu siapa? Atau mungkin kalian masih gak paham?😂
Satu hal yang perlu kalian tau dari Max di part ini, Max itu pikun:3 Masa' Gabriella aja ingat, sedangkan Max masih pikir":v

Btw, makasih buat readers setia yang selalu nunggu update-an cerita ini + yg suka vomment😄 *Terhura*

I like you so much😋

Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👀👃👀

Regards,
MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top