Part 20 : Hear Me
SUDAH seminggu satu hari Kelly menetap di rumah milik Max, dan sudah seminggu pula dirinya dan Max menjadi sepasang kekasih.
Di pagi hari yang agak mendung ini, Max tampak masih berada di alam mimpinya dengan selimut yang kini membungkus tubuhnya.
Kamar biru dongkernya terasa sunyi, hanya ada suara detak jarum jam yang mengisi kesunyian tersebut.
Max menggeliat perlahan, saat dirasakannya sebuah bulu menggelitik pipinya.
Pemuda yang memiliki iris hazel itu membuka matanya dengan perlahan kemudian mengerjap.
Dia menolehkan kepalanya dan mendapati Blacky, kucing hitam kesayangannya tengah berbaring dekat dengan lehernya.
Max tersenyum tipis, lalu memposisikan dirinya menjadi bersandar di sisi tempat tidur, pemuda itu kemudian meregangkan kedua tangannya ke atas diikuti dengan dirinya yang menguap.
Max segera mengambil Blacky dan menggendong kucing besarnya itu.
"Hei, terima kasih sudah membangunkanku hm? Di mana wanitaku? Apa dia sedang menyiapkan sarapan?"
Tanya Max pada Blacky, dan hanya mendapat jawaban goyangan ekor oleh kucing jantan tersebut.
Max mencium kepala Blacky sesaat, kemudian beranjak keluar dari kamarnya dengan masih menggendong Blacky.
"Kelly!"
Max menyeret kakinya ke dapur, berharap menemukan wanitanya yang memiliki rambut pirang itu, namun ternyata gadis tersebut tak ditemukannya di dapur.
Max berpikir, mungkin Kelly sedang mandi, maka dari itu ia langsung ke kamar mandi dan tak menangkap suara seseorang sedang mandi, maka dia langsung membuka kamar mandinya.
Kosong.
Kelly-nya tak ada.
"Blacky, apa kau tau di mana Kelly?"
Max menggeleng pelan, kenapa juga dirinya menanyai seekor kucing?
Kaki Max kini berada di ruang tamu, namun hasilnya tetap sama, gadis bermata emerald itu tidak ada.
"Apa dia melarikan diri? Tidak, tidak! Kelly tak mungkin melakukan itu. Lalu...ke mana lagi dia?"
Max segera meletakkan Blacky ke lantai dan menuntun kucing itu untuk pergi, dirinya berpikir keras, Kelly sudah tau jika dirinya melarang untuk ke luar rumah.
Apa mungkin gadis itu melanggarnya?
Atau...
Dia kabur?
"Max, kau sudah bangun?"
Sebuah suara diikuti dengan terbukanya pintu utama rumah Max membuat Max langsung menoleh ke sumber suara.
"Kelly? Dari mana kau?!"
Kelly mengusap-usap rambutnya yang sudah terkena sedikit air hujan, karena hujan telah turun gerimis.
Terlihat Kelly tersenyum simpul, lalu menghampiri Max, "Aku membeli perlengkapan untuk sarapan pagi ini, lihatlah, pagi ini kita akan membuat sandwich."
Kelly menyodorkan barang belanjaannya di depan wajah Max, sedangkan pemuda itu terlihat acuh dan memberi Kelly tatapan tajam.
"SIAPA YANG MENGIZINKANMU UNTUK KELUAR RUMAH?! BUKANKAH SUDAH KUTEGASKAN KAU TAK BOLEH KELUAR? TAPI LIHATLAH KAU TETAP KERAS KEPALA!"
"Max, a-aku hanya-..."
"HANYA APA?! KITA BISA MEMBELI BAHAN SARAPAN BERSAMA KAN?! KENAPA KAU MALAH NEKAT PERGI SENDIRIAN?! BAGAIMANA JIKA ADA YANG MENGGANGGUMU DI JALAN, ATAUPUN ADA YANG BERNIAT JAHAT PADAMU? KATAKAN! BAGAIMANA KELLY?!"
"Max, aku tak apa, tenanglah. Kau tak perlu khawatir, a-aku janji tak akan mengulanginya lagi. Ini yang terakhir kali."
Max mendengus kesal, lalu segera meninggalkan Kelly yang masih di ruang tamu.
Kelly mengusap wajahnya, jantungnya berdetak lebih keras akibat bentakan Max.
Kenapa Max mempermasalahkan hal sekecil itu?
Oke, aku salah, tapi aku sudah kembali dengan keadaan baik-baik saja 'kan?
Kelly menarik nafas panjang, sebelum akhirnya menyusul Max ke kamar.
Gadis itu menatap ragu punggung Max yang kini duduk di sisi ranjang membelakanginya.
"Max...aku minta maaf."
Tak ada reaksi dari pemuda itu, membuat Kelly kini ikut mendudukkan dirinya di samping Max.
Kelly bergerak memeluk tubuh Max dari belakang, "Max, aku tau kau sangat mengkhawatirkanku. Tapi aku bisa menjaga diri dan tak akan membiarkan siapapun menyentuhku. Aku minta maaf Max, aku bersungguh-sungguh."
Max yang mendengar itu, langsung menyentak lengan Kelly yang melingkari tubuhnya.
Pemuda tersebut segera bangkit dari duduknya dan beranjak ke kamar mandi tanpa mengatakan sepatah katapun pada Kelly.
Kelly mendesah, "Astaga, dia benar-benar marah. Bagaimana ini? Sebaiknya aku siapkan sarapan dulu kemudian meminta maaf lagi padanya."
•••
Kelly menggigit sandwichnya yang sisa setengah sembari terus memperhatikan Max yang menatap pemandangan di luar jendela kamarnya.
Sandwich yang dibuatkan Kelly untuk Max, tak tersentuh sedikitpun oleh pemuda itu, meskipun piring berisi sandwichnya sudah diletakkan Kelly di pangkuan Max.
"Max, kenapa kau tak memakan sarapannya?"
"..." Tak ada jawaban dari pemuda itu, matanya tak bergerak sama sekali tetap memandang lurus ke arah luar.
Kelly segera memasukkan sandwich miliknya seluruhnya di dalam mulut, kemudian mengunyahnya cepat.
"Max, aku tau kau masih marah padaku, tapi ayo kita lupakan masalah tadi dan bicaralah."
Max melirik Kelly sekilas, lalu kembali pada pandangannya tadi, "Kau pikir semudah itu aku bisa melupakannya?"
Kelly mendesah, gadis itu kini menyandarkan kepalanya di bahu Max.
"Baiklah, katakan bagaimana caranya aku bisa mendapatkan maafmu?"
"Aku ingin membunuhmu, boleh?"
Kelly tersentak, dan sontak mengangkat kepalanya memberi Max tatapan tak percaya.
"Max k-kau bercanda 'kan?"
Max menyeringai, pemuda itu kini menatap Kelly dengan tatapan yang sulit diartikan, "Sejak kapan seorang Max Maxwell pernah bercanda soal membunuh?"
"Max a-ku..." Kelly refleks memundurkan tubuhnya ketika mendapatkan raut muka Max yang berubah menakutkan.
"JANGAN BERGERAK! Kenapa sayang? Apa kau takut? Seharusnya kau tak mencari gara-gara padaku 'kan? Meskipun kau kekasihku, aku bisa membunuhmu jika kau membuat masalah."
Kelly menggeleng cepat, "Hentikan Max! Ini tak lucu!"
Max bangkit dari duduknya,
Prang!
Piring berisi sandwich milik Max dijatuhkan begitu saja oleh Max hingga piring tersebut pecah dan serpihannya mengenai kaki pemuda itu.
Max berjalan dengan tak mempedulikan kakinya yang kini tertusuk pecahan piring, pemuda itu menghampiri Kelly yang kini sudah agak jauh darinya.
"Max kaki-mu..."
"Kenapa? Ada apa dengan kakiku? Kau mencoba pura-pura peduli padaku? Lalu apa yang telah kau lakukan tadi? Kau melanggar peringatanku bukan?"
"Max...hentikan! Kau berdarah!"
Kelly segera bangkit dan akan menjauhkan Max dari lantai yang terdapat pecahan piring itu, namun Max dengan cepat juga mendorong tubuh Kelly dengan keras hingga gadis tersebut terhempas ke dinding dan kepalanya terbentur.
"AKU MEMBENCIMU KELLY! AKU SANGAT MEMBENCIMU! KAU TAK BENAR-BENAR MENCINTAIKU 'KAN?! KATAKAN! KAU PASTI SENGAJA INGIN MEMBUATKU TERLUKA LAGI DAN TERUS MENGHANCURKAN HATIKU!"
"Siapa yang mengatakan itu Max?! SIAPA?!"
"AKU! AKU-LAH YANG MENGATAKANNYA!"
"KENAPA?! APA KAU TAK PERCAYA PADA CINTAKU?! LALU APA YANG KITA JALANI SELAMA SEMINGGU INI?! JAWAB MAX!"
Kelly menyeka air matanya yang sudah turun membasahi pipinya, gadis itu melihat Max yang hanya terdiam di hadapannya sekarang, dengan kondisi darah yang memenuhi kakinya.
Kelly lalu bangkit dan menghampiri pemuda itu, matanya menatap Max dengan nanar, namun tatapan Max terkesan datar dan tak peduli.
"Kau tak percaya padaku?"
Tanya Kelly pelan dengan suara serak.
"Aku tau aku membuat kesalahan, dan aku benar-benar minta maaf Max. Aku mohon...jangan lakukan ini padaku, jangan mendiamkanku."
"Kelly aku..."
Suara Max merendah, pemuda itu kelihatan baru menyadari keadaan sekitarnya, membuat Kelly sedikit lega dan masih menunggu lanjutan kalimat kekasihnya itu.
"Aku minta maaf, aku hanya marah dan tak bisa mengontrol emosiku, aku-..."
"Max, sudahlah, aku mengerti dirimu. Sekarang yang terpenting apakah kau memaafkanku?"
"Ya." Jawab Max singkat yang berhasil membuat Kelly tersenyum bahagia dan langsung memeluk Max erat.
"Aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku."
Kelly mengangguk dalam dekapan pemuda itu, "Aku mengerti. Aku juga mencintaimu Max."
Detik selanjutnya Max segera mengecup kening Kelly lama, menumpahkan rasa sayangnya pada wanitanya tersebut.
"Max, luka di kakimu akan segera kuobati. Tunggu di sini, aku akan mengambil P3K, katakan saja di mana kau menaruhnya?"
"Di ruang tamu, tepat di dalam laci meja."
Kelly segera beranjak keluar kamar dan mengambil kotak P3K.
Sekitar 2 menitan gadis itu sudah kembali dengan menenteng kotak yang dicarinya.
Kelly langsung membersihkan luka Max, lalu memberi luka di kaki pemuda itu dengan alkohol.
Setelah itu Kelly memperban luka Max dan mengikatnya pelan.
"Sudah selesai." Ucapnya seraya tersenyum.
Max hanya memandang Kelly, tangan kekarnya kini bergerak menyentuh kepala gadis tersebut, "Kepalamu tak apa?"
"Tak apa, hanya terbentur sedikit."
"Maafkan aku, seharusnya aku tak melakukan itu. Kau tau? Aku bermasalah dengan pengontrolan emosiku sendiri, hingga membuatku kadang tak sadar dengan kelakuan yang kubuat."
Kelly tersenyum tipis, "Sudahlah Max, aku sudah seminggu tinggal bersamamu. Dan aku jadi sedikit mengerti bagaimana dirimu. Aku hanya ingin kita tak akan bertengkar lagi, memang, dalam sebuah hubungan bertengkar itu wajar, tapi aku tak ingin pertengkaran malah membuat kita jauh. Kau mengerti kan maksudku?"
Max mengangguk kecil, pemuda itu segera meraih tubuh Kelly dan membawanya dalam dekapannya.
"Aku tak akan mengulangi kesalahanku lagi Kelly, maafkan aku."
"Aku juga minta maaf atas kenekatanku melanggar perintahmu."
Max tersenyum hangat, lalu menatap Kelly yang kini sudah mengangkat kepalanya dan mengusap sisa air mata gadisnya yang masih tertinggal.
BRAK!
"KALIAN BERDUA! ANGKAT TANGAN KALIAN!"
Tbc...
Itu kata-kata terakhir milik siapa?😐
Hayooo hayoo silakan tebak sendiri:3
Well, udah mencium bau" keberadaan konfliknya gak?
Yaudah, kalo mau tau ya trus baca^^
Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👹
Regards,
MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top