Part 15 : You Hurt Me
KELLY hampir saja meloloskan desahan dari mulutnya, namun untungnya hal itu dapat ia atasi dengan langsung membungkam mulut dengan kedua tangannya.
Pemuda yang sedang menimpanya kini, benar-benar membuat Kelly gila sekaligus tersiksa.
Gila karena dirinya sekarang benar-benar menyukai cara pemuda bermata hazel itu saat menyentuhnya.
Dan tersiksa karena akal sehatnya mengatakan dia tak boleh membiarkan perlakuan pemuda itu padanya, namun tubuhnya memberikan respon menerima.
"M-Max...he-hentikanh inih."
Kelly mendorong kepala Max untuk mendongak, agar wajah pemuda tersebut tak terus-terusan tenggelam dalam leher jenjangnya.
"Kau menyukainya?"
Pertanyaan Max berhasil membuat pipi Kelly yang tadinya merona samar menjadi bak kepiting rebus.
Max terkekeh, "Sepertinya aku sudah tau dengan jawabannya."
Pemuda berambut hitam itu akan kembali menundukkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya di leher Kelly, namun dengan sigap Kelly langsung mendorongnya lagi dan memberi Max tatapan horror.
Max menghela nafas, "Aku masih marah padamu."
Dan setelah mengucapkan kata-kata itu, Max segera bangkit dari atas tubuh Kelly dan beranjak meninggalkan Kelly begitu saja di sofa ruang tamu.
Kelly mengernyit keheranan dengan tingkah Max yang menurutnya benar-benar aneh, namun dirinya juga dapat menghela nafas lega karena Max tak akan melakukan apa-apa padanya lagi.
Kelly segera bangkit dari sofa dan berjalan ke arah kamar Max, yang kini juga terdapat pemuda itu yang sedang mendengarkan musik menggunakan headset berwarna dark blue.
Kelly menatap Max yang kini sedang membaringkan tubuh di tempat tidur sambil mendengarkan musik dengan mata terpejam.
Gadis bermata hijau itu melangkah dengan pelan lalu duduk di sisi ranjang Max.
Dia mengamati Max lagi, sebelum akhirnya mendesah.
Perkataan Max yang dalam kurun waktu kurang lebih 2 menit yang lalu masih terngiang di otaknya.
Kini ribuan pertanyaan kembali menghujami batin gadis tersebut.
Seperti,
Kenapa Max marah padaku?
Apa aku benar-benar membuat kesalahan?
Tunggu dulu, dia bilang tadi cemburu dengan wanitanya. Apa itu aku? Apa dia marah karena kejadian di toko pakaian itu?
Kenapa jadi marah padaku? Astaga! Sudah jelas-jelas bukan aku yang salah, tapi paman itu!
Ah! yang terpenting, kenapa juga aku mengkhawatirkannya?
Apa peduliku?
Bukankah jika dia marah akan lebih bagus, dia akan cepat membebaskanku dari rumahnya yang seperti penjara ini.
Kelly menangkupkan kedua tangannya di wajahnya, sekarang dia merasa tiba-tiba merindukan seseorang.
Seseorang yang dicintainya, Varel.
Namun, pernyataan Max jika kekasihnya itu berselingkuh dengan sahabatnya membuat jauh di lubuk hatinya merasakan kekecewaan.
Meskipun dia merasa itu hanya kebohongan yang dibuat Max, tapi entah mengapa hal itu perlu dipertimbangkan lagi karena Max selalu kelihatan jujur saat mengatakan sesuatu kepadanya.
Kelly berpikir, apa Varel benar-benar selingkuh dan sekarang sudah melupakannya?
Pemuda itu bahkan tak berusaha mencarinya.
Dan dia harus tak bertemu dengan Varel untuk beberapa lama atau mungkin selamanya, jika pemuda tersebut tak datang mengeluarkannya dari rumah Max.
Dia sangat merindukan Varel, terlepas dari perselingkuhan yang dilontarkan Max tentang pemuda itu.
Dia benar-benar ingin mendengar suara rayuan Varel yang selalu berhasil membuat pipinya merona.
Ya, dia menginginkan mendengarkan suara Varel sekarang, maka satu-satunya cara adalah dengan membujuk Max untuk mengembalikan hpnya sebentar, agar dirinya bisa menelpon kekasihnya dan mengabari jika dia baik-baik saja, jika memang pemuda itu mengkhawatirkannya.
Kelly menolehkan kepalanya pada Max yang kini masih terpejam, tangannya bergerak menepuk kaki pemuda dingin itu.
Manik hazel Max kini terlihat diikuti dengan pemuda tersebut yang melepaskan headsetnya.
Max menaikkan alis matanya, menunggu ucapan keluar dari mulut Kelly.
"Max, aku ingin menelpon Varel, a-aku hanya merindukannya. Beri aku waktu sebentar saja untuk bicara padanya."
Max bangkit dari tempat tidur, "Kau ingin menelpon Varel?" Tanyanya mengulangi.
Kelly mengangguk antusias.
"Baiklah, jika kau ingin menghubunginya kita harus bercinta dulu."
▪▪▪
Varel sudah mengetuk pintu rumah Kelly untuk yang kesekian kalinya, pemuda bermata coklat itu terlihat gelisah dan terus meneriakkan nama kekasihnya.
Dia menghela nafas panjang, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mendobrak pintu rumah Kelly, entahlah, dia hanya takut jika kekasihnya itu pingsan di dalam rumah dan tak ada yang menyadarinya.
Kaki Varel yang mengenakan sepatu kets hitam dengan sisinya berwarna putih melangkah memasuki rumah Kelly yang kelihatan sepi.
"Kelly, apa kau di dalam?"
Langkah Varel agak terburu-buru menuju ke kamar Kelly, namun dia langsung terdiam ketika membuka pintu kamar Kelly dan tak mendapati siapapun.
Kening pemuda itu berkerut, dia sangat bingung, jika kekasihnya itu tak ada di rumah, maka ke mana dirinya pergi?
Varel mencoba mengecek ke tempat lain, seperti dapur bahkan toilet, namun tetap saja hasilnya sama, gadis bermata hijau itu tak didapatinya.
Pemuda tersebut kini mendudukkan dirinya di sofa kamar milik Kelly, mungkin kekasihnya sedang keluar sebentar, pikirnya, maka ia pun memutuskan untuk menunggu kedatangan Kelly jikalau gadisnya itu pulang.
❇❇❇
"MAX LEPASKAN AKU!!!"
Kelly segera menerjang perut Max dengan sekuat tenaga ketika pemuda itu berusaha membuka pakaiannya dan menimpanya di atas tempat tidur.
Pemuda bermata hazel itu kini terduduk di tepian ranjang, hampir jatuh, kalau saja dirinya tak sempat berpegangan di sisian ranjang.
Max meringis dan memegang perutnya yang terasa cukup sakit karena tenaga yang dikeluarkan Kelly untuk menendangnya begitu kuat.
Sedangkan Kelly kini langsung bangkit lalu bersandar di sudut tembok kamar milik Max, terlihat sekali jika dirinya tampak ketakutan, terbukti dari nafasnya yang memburu.
Gadis berambut pirang itu kini menjongkokkan dirinya kemudian menundukkan kepalanya.
Dia terisak sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Kenapa kau mencoba melakukan itu Max?! Ke-kenapa?!"
Lirihnya di sela-sela tangisannya.
Max yang menyadari itu langsung beranjak menghampiri Kelly.
Ada perasaan bersalah yang mendera hati pemuda itu saat ini.
Dia sendiri tak mengerti kenapa kecemburuannya terhadap Kelly bisa membuatnya kalap, dan melakukan hal diluar dugaannya sehingga membuat Kelly terluka.
Max meremas rambutnya kasar, menangkupkan kedua tangannya di wajah, pemuda tersebut menatap Kelly yang tertunduk dengan tatapan terluka.
Tidak, seharusnya dia tak mencoba melakukan ini pada gadis yang dicintainya.
Dia seharusnya tak melukai perasaan Kelly.
"Kelly, aku-..."
"KENAPA KAU KE SINI?! KENAPA? APA KAU INGIN MENGATAKAN JIKA KAU MENYESAL?! AKU MEMBENCIMU MAX! AKU SANGAT MEMBENCIMU! KAU MEMPERLAKUKANKU SEAKAN AKU PELIHARAANMU!"
"KAU BUKAN PELIHARAANKU KELLY!"
"Lalu apa? Ah, aku pelayanmu? aku budakmu? atau yang lainnya?"
Nada suara Kelly berubah merendah dan terdengar sinis.
Air matanya sudah membanjiri pipi mulusnya yang masih tertampal hansaplas.
Dia benar-benar kecewa atas perlakuan Max pada dirinya.
Di saat pemuda itu menghisap lehernya dia mungkin membiarkan sekaligus menikmati sentuhannya, namun jika sampai lebih dari itu, Kelly benar-benar tak akan sudi, dia bukan perempuan jalang yang mau melakukan hal itu kepada sembarang lelaki.
Apalagi Max bukanlah siapa-siapanya, pemuda itu yang membuatnya tinggal di sini dan memaksanya untuk mengenal kehidupan Max.
"Kelly hentikan ini, kumohon hentikan."
Kelly tersenyum sinis kemudian menghapus air matanya kasar, "Kau yang memulai semua ini, tapi sekarang kau lah yang memintaku berhenti, lucu sekali!"
"Aku minta maaf."
Max mengucapkan itu seraya menundukkan kepalanya, dia sudah tak tau harus berbuat apa sekarang.
Hanya permintaan maaflah yang bisa ia lontarkan, dan tanpa diberitahu pun dia sudah tau jika ini salahnya.
"Aku benar-benar minta maaf, maafkan aku. Ada sesuatu hal yang bisa membuatku kehilangan akal sehatku, seperti kemarahan dan... rasa cemburu."
"BODOH! Kau tau Max? Aku tak mencintaimu camkan itu! Aku tak akan pernah mencintaimu karena aku hanya mencintai kekasihku, Varel Rackbourn! Jadi mulai sekarang berhentilah mengatakan hal-hal bodoh seperti tentang perasaanmu terhadapku. Aku benar-benar tak peduli dengan perasaanmu itu! Aku tak peduli apa yang telah kau lakukan untukku selama ini! Yang kutau hanyalah aku mencintai satu orang di dunia ini, yaitu Varel, ah ya, kau bilang padaku jika dia selingkuh 'kan? Aku tak peduli, aku hanya percaya padanya meskipun kata-katamu kuakui berhasil membuatku terpengaruh, aku terjebak di sini hanya untuk nyawa Varel-ku, kekasih yang sangat aku cintai!"
"HENTIKAN KELLY! HENTIKAN!!!"
Max memajukan dirinya lebih mendekati Kelly kemudian memegang kedua bahu gadis tersebut.
Max menunduk, bahunya berguncang mendengar perkataan Kelly barusan.
Dia tak menyangka Kelly-nya akan mengatakan hal itu.
Max mendongak, menunjukkan air matanya yang sudah mengalir deras, manik hazelnya menatap Kelly dengan terluka dan tersirat kekecewaan yang amat dalam.
Kelly dapat menangkap tatapan Max, dia kini juga balas menatap Max, namun tatapan yang ia berikan hanya kosong.
"Kumohon berhentilah menyakitiku Kelly, kau tak tau bagaimana perasaanku sekarang, hatiku rasanya diremukkan ketika kau mengatakan itu semua. Kau tau? Entah mengapa tak ada yang mencintaiku di dunia ini selain ibuku sendiri, tapi dia sudah meninggalkanku dan aku tak memiliki siapa-siapa. Salahkah jika aku menemukan orang lain untukku cintai? Katakan padaku Kelly, apa salahnya dengan itu?!"
Kelly hanya bungkam, masih ikut menurunkan air matanya yang memberontak ingin keluar terus-terusan.
"Yah, mungkin perasaanku memang salah, dan tindakanku yang egois salah! Aku mencintaimu, hanya itu. Jika kau tak mencintaiku tolong setidaknya jangan lukai perasaan ini. Aku benar-benar tak tahan mendengarnya. Aku memang salah atas kejadian yang baru saja terjadi padamu, aku minta maaf, aku bersungguh-sungguh aku minta maaf. Tolong maafkan aku. Kau boleh memukulku jika kau mau, agar aku merasakan kekesalanmu atas tindakanku."
Kelly masih terpaku di tempatnya, dia tak bergerak sedikitpun, hanya air matanya-lah yang masih terus keluar.
Pegangan di bahunya yang dilakukan Max kini melonggar diikuti dengan lepasnya pegangan itu.
Max menunggunya untuk beberapa saat agar dia melakukan apa yang disarankan pemuda itu padanya.
Pemuda bermata hazel di depannya itu kini mulai beranjak perlahan meninggalkannya.
"Handphonemu ada di dalam tasku di ruang tamu, kau boleh menggunakannya dan menelpon Varel untuk menjemputmu. Kau bisa pergi sekarang dari rumahku, aku tak akan mengancam nyawa Varel, tenang saja."
Setelah mengatakan itu tepat di ambang pintu, Max langsung meninggalkan Kelly sendirian di kamarnya.
Lutut Kelly terasa lemas, dan tubuhnya langsung beringsut terduduk di lantai.
Pandangannya kini kosong.
Di satu sisi dia merasa senang karena dia sudah bisa pulang ke rumahnya.
Tapi di sisi lain, entah kenapa dia ragu untuk meninggalkan Max.
Well, sebenarnya apa maunya Kelly, sih?!
Tbc...
Di part ini entah kenapa aku baper seolah ngerasain perasaan Max😢😢😢
Tenang bang *Meluk Max, nangis bersama sembari ngeluarin ingus di tisu*
*Tisu bekas aku lempar ke readers*
Tuh buat ngelapin ingus kalian kalo emang juga baperr di part ini 😂😂😂
Tapi emang ada yg ikutan nangis?!
AU AH!
Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👹
Regards,
MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top