Part 14 : Jealous

TOKO pakaian yang terlihat cukup ramai itu kini para karyawan serta pengunjungnya sedang berkerumun menyaksikan perkelahian antara seorang pria kerja kantoran dan seorang pemuda yang masih berstatus mahasiswa.

Bugh!

Satu pukulan telak (lagi) dilontarkan Max secara kuat dan brutal.
Pemuda bermata hazel itu kelihatan kalap dan wajahnya kini memerah karena marah.

Bagaimana tidak?
Dirinya menangkap pria bersetelan jas itu sedang berusaha menggoda wanitanya, Kelly Collins, di saat dirinya tengah meninggalkan gadis itu sebentar untuk membeli minuman.

Well, bahkan satpam di toko itu pun kewalahan menghadapi Max, ketika pemuda itu sudah dua kali melayangkan tinjuannya tepat di wajah Josh hingga membuat pria berumur 31 tahunan tersebut terjerembab ke lantai dan sudut bibirnya mengeluarkan darah, tanpa melakukan perlawanan.

"Sudah hentikanlah nak!"
Lerai satpam toko pakaian lagi, lalu mendorong tubuh Max agak kuat, menjauhkannya dari jangkauan Josh.

Max terlihat mendengus, keringat pemuda itu kini bermunculan di dahinya.
Dia juga tak akan melakukan hal ini di depan umum, kalau bukan karena pria itu sendiri yang mencari masalah padanya.

Apalagi ini menyangkut gadis yang dicintainya, Kelly, tentu saja Max tak akan membuat hidup pria mana pun dengan tenang, ketika berani menyentuh atau menyakiti Kelly-nya.

"Max, tenanglah, pria itu tak waras. Seharusnya kau tak usah pedulikan dia."
Ujar Kelly lalu berusaha menggenggam tangan Max yang masih mengepal kuat.

Max memandang Kelly dengan tatapan dingin, kemudian ia menggertakan giginya sebelum akhirnya mendekati Josh yang kini mulai bangkit.

"Kuingatkan kau, jangan pernah menyentuhnya lagi! Kau tak sadar dengan umurmu? Mengajak wanitaku bercinta? Heh, lelaki murahan macam apa kau ini?! Seharusnya kau malu dengan pakaian yang kau kenakan!"
Ucap Max dengan penekanan di setiap katanya.
Mata hazelnya memandang Josh dengan pandangan tajam dan menusuk.

Josh tergelak, tangannya bergerak menghapus jejak darah di sudut bibirnya. "Hei, kau itu masih bocah. Berapa kira-kira umurmu? 19? 20? Biar kutebak, kau pasti masih seorang mahasiswa, tapi kelakuanmu?

Josh terkekeh, sembari menggelengkan kepalanya.

Kau bahkan berani memukul pria sepertiku, yang lebih tua darimu. Di mana tata kramamu? Bukankah kau orang terpelajar? Ah memalukan sekali!"
Sambung Josh masih dengan memberi senyuman mengejek ke arah Max.

"Ya, kau benar sekali, aku seorang mahasiswa. Tapi apa kau tak berkaca? Kau yang seorang pria kantoran menggoda seorang mahasiswi dan mengajaknya bercinta. Apa pendidikanmu serendah itu? Kau bahkan lebih rendahan dari seorang jalang! Sebaiknya kau lepaskan jasmu dan bertelanjang saja, itu lebih cocok untukmu."

"Kau?! Berani-beraninya kau mengatakan itu?! Dasar kau-..."

"Pak, silahkan keluarkan dia dari sini, kalau tidak dia akan menggoda semua karyawan dan pengunjung wanita di sini."
Ujar Max memotong perkataan Josh, dan menyuruh satpam membawa Josh pergi.

Akhirnya Josh dibawa keluar oleh satpam, dalam keadaan pria itu yang masih emosi dan memberontak.

Seluruh karyawan dan pengunjung bubar setelah menyaksikan perdebatan Max dan Josh.

"Ayo kita bayar pakaianmu."
Ajak Max dan mengambil alih semua pakaian yang dipilih Kelly dari tangan gadis itu.

Kelly hanya mengangguk dan mengekori Max dari belakang.
Gadis bermata hijau itu hanya bisa menatap punggung Max yang berada di depannya, dia tak habis pikir Max sampai semarah itu ketika dirinya diganggu oleh seorang pria.

Sepertinya Kelly mulai mempercayai jika Max benar-benar menyukainya.
Apalagi saat bertengkar dengan Josh tadi, Kelly mendengar dengan jelas Max menyebut dirinya sebagai 'wanita-ku', dan hal itu berhasil membuat Kelly mengulum senyum.
Padahal toh, mereka kan bukan sepasang kekasih, bahkan menjadi teman pun bisa dikatakan belum.

•••

"Aku khawatir dengan Kelly, apa aku ke rumahnya saja?"
Varel terlihat mematikan handphonenya dan segera menaruhnya di saku celananya.

Nathalie bangkit dari pangkuan pemuda itu, dan mengerucutkan bibirnya kesal.
"Kenapa kau terus memikirkannya? Dia tak ingin kau ganggu, terbukti dari dirinya yang tak mengabarimu."

"Tapi Nathalie, dia tak pernah melakukan ini padaku. Bagaimana pun dia kekasihku, dan aku takut terjadi apa-apa padanya. Kau juga tau jika Kelly tak punya siapa pun dan hanya tinggal sendiri. Aku harus menemuinya di rumahnya."
Pemuda berambut pirang itu segera bangkit dari duduknya, dan membuat Nathalie benar-benar merasa kesal bercampur marah.

Tidak biasanya Varel sangat mengkhawatirkan Kelly?
Mungkin ini hanya aktingnya saja untuk berperan sebagai seorang kekasih pada umumnya.

"Kau ingin meninggalkanku? Jangan lupa, aku juga hanya tinggal sendiri."
Ucapan Nathalie berhasil membuat Varel menghentikan langkahnya.
Pemuda tersebut terlihat membalikkan badannya dan segera menghampiri Nathalie.

Varel menghela nafas, "Aku tau, tapi-..."

"Tapi apa?"

"Kelly membutuhkanku sekarang, mungkin dia memang sedang sakit, dan biasanya aku akan menemaninya ketika sedang sakit. Setidaknya aku menunjukkan kepedulianku sebagai kekasihnya. Maafkan aku, aku memang harus ke rumahnya."
Mengecup dahi Nathalie lembut, Varel segera beranjak meninggalkan apartemen Nathalie bersama mobil putihnya.

Menyisakan Nathalie yang perasaannya kini bercampur aduk, antara marah, sedih, kecewa, dan sangat kesal, karena baginya, Kelly, sahabatnya itu benar-benar merusak hubungannya dengan Varel.

Well, siapa sebenarnya yang merusak hubungan di sini?

***

Sudah seperseratus kian kalinya Kelly melirik Max yang duduk di sampingnya, gadis itu mencoba berbicara dengan Max yang kini sedang asyik melakukan 'kegiatannya' memberi makan kucing kesayangannya, Blacky.

Kelly membuka mulutnya, kemudian mengatupkannya lagi, bingung harus berbicara atau tidak.
Pasalnya, pemuda berambut hitam di sebelahnya itu sepanjang perjalanan pulang dari toko pakaian terus mendiamkannya.

Sampai-sampai mereka yang niat awalnya ingin membeli kebutuhan memasak sehabis dari toko pakaian, tidak dilakukan pemuda itu dan malah dirinya dibawa Max langsung pulang ke rumah pemuda tersebut.

Bahkan sesampainya di rumah pun Max tak mempedulikannya dan malah sibuk dengan Blacky.

Bukan, bukan Kelly merasa sedih ketika dicuekkan oleh pemuda tampan nan dingin itu, hanya saja dia merasa aneh dengan sikap Max yang tiba-tiba berubah.
Kelly merasa dirinya juga tak melakukan kesalahan pada Max.

Kelly menghela nafasnya pelan, dia menyisipkan anak rambutnya di belakang telinganya, yang kini rambutnya itu sudah ter'urai.

Astaga! Kenapa susah sekali sih ingin memulai pembicaraan padanya?!
Padahal kan aku cuma ingin bertanya mengapa dia tak jadi membeli kebutuhan masakan, lalu nanti mau makan apa aku? Ah tidak, maksudku kita!
Batin Kelly terus-terusan berbicara dan ingin sekali langsung menanyai pemuda di sampingnya.

Toh, apa sih susahnya cuma bertanya hal sekecil itu?
Entahlah, Kelly hanya merasa suasananya saat ini sangat canggung, dan bisa-bisa saat dia melakukan apa yang ada di benaknya, Max nanti malah mencuekkannya atau malah mungkin tak mendengarkannya.

Kelly berdeham pelan, berusaha membuat Max setidaknya menolehkan kepala ke arahnya.
Namun tak disangka-sangka Max tetap tak menghiraukan dan malah sibuk menciumi kepala Blacky serta memeluknya gemas.

Kelly yang melihat itu hanya berusaha untuk sabar dan menahan emosinya.

Positive thinking Kelly! Mungkin saja Max tak mendengarkanmu!

Kelly berdeham sekali lagi, kali ini agak keras, dan usahanya itu berhasil!
Gadis bermata emerald itu bersorak dalam hati ketika melihat Max yang membetulkan posisinya hingga menghadapnya.

"Max, a-aku..."

Max menaikkan sebelah alis tebalnya, menunggu lanjutan kalimat yang ingin di lontarkan Kelly.

"Max a-aku itu-..."

"Ada apa? Katakanlah dengan jelas."

"Kenapa kau mendiamkanku?!"
Kelly sontak menutup mulutnya, apa-apaan ini? Pertanyaan yang seharusnya ia keluarkan bukanlah pertanyaan mengenai itu, tapi mengenai ketidakjadian membeli kebutuhan memasak.

Well, mau bagaimana lagi?
Dirinya sudah terlanjur melontarkan pertanyaan itu dan ia kini tengah menunggu jawaban keluar dari mulut Max.

Apa-apaan itu? Kenapa wajah Max berubah dingin? Apa pertanyaanku salah?
Kelly menggigit bibir bawahnya ketika Max menatapnya dengan dingin, "Max, maaf aku hanya ingin tau apa kau marah padaku?"

Max masih tak menjawab, tapi matanya terus mengunci pandangan Kelly untuk menatapnya.
Pemuda bermata hazel itu segera menaruh Blacky ke lantai dan tubuhnya kini bergerak semakin merapat ke tubuh Kelly yang menghadapnya.

Sedangkan Kelly hanya diam tak bergerak, seolah kini dia benar-benar terkunci oleh tatapan Max.

Max bergerak semakin merapatkan tubuh mereka, hingga kini Kelly refleks membaringkan tubuhnya di sofa ruang tamu itu, dengan Max yang berada di atasnya.

"Kau ingin tau alasan aku mendiamkanmu?"

"Ya." Balas Kelly tanpa berkedip, dia dapat merasakan nafas Max yang kini memburu seperti habis melakukan lari marathon.

Tangan kekar Max bergerak mengelus pipi Kelly yang tertempel hansaplas, hidung mancungnya kini menempel dengan hidung milik Kelly.

Tak ada reaksi apapun yang diberikan Kelly ketika tubuh mereka bersentuhan seperti itu, bahkan Kelly tak menunjukkan penolakan.

"Apa yang bisa dilakukan seorang pria ketika cemburu? Yah, tentu saja hanya diam."

Kelly mengangkat sebelah alisnya, "Cemburu?"

"Ya, tentu saja. Aku sedang cemburu sekarang, wanitaku hampir saja disentuh oleh pria lain, dan aku sangat benci itu!"

"Max, apa maksudmu?"

Max tak menjawab pertanyaan Kelly, pemuda itu malah menundukkan kepalanya dan menenggelamkan wajahnya di leher Kelly.
Max mulai dengan menjilati leher Kelly, dan menghisapnya kuat hingga menimbulkan bercak merah di sana.

"M-Max! A-apa yang kau lakukan?!"

"Ayo kita bercinta."

Tbc...

Aku tau part ini cukup membosankan!
Tenang yaa konfliknya gak banyak muncul, karena emang aku masih sembunyiin kekeke*tertawajahat*

Udah ah, mau kencan dulu bareng Max.

Keep Reading and Vomment, or if not I will send Max capture and kill you!👹

Regards,
MelQueeeeeen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top