Part 1 : Narrow Alley
Vote & Commentnya please?^^
"Seorang pria ditemukan tewas dengan kondisi tubuh yang mengenaskan, di gudang besi tak terpakai yang berada di dekat University Achievement. Diketahui jika korban juga mahasiswa dari University Achievement tersebut. Para polisi menyelidiki jika ini motif pembunuhan, dan bukan bunuh diri. Polisi juga mengungkapkan bahwa ini bukan kali pertamanya terjadi pembunuhan pada mahasiswa dan mahasiswi dari University Achievement. Polisi masih menyelidiki kasus ini dan sedang mencari pembunuhnya."
Max terkekeh pelan dan mulai menekan tombol merah pada remot tv di tangannya.
"Mencari pembunuh? Dasar polisi bodoh! Sudah berapa lama aku membunuh mahasiswa dan mahasiswi di kampusku? Ck, kalian bahkan masih membiarkan pembunuhnya itu bersantai dan menonton tv sekarang."
Membuang asal remot tv di genggamannya, pria tersebut mulai membaringkan tubuhnya di kasur miliknya.
Mata hazel indahnya bergerak menelusuri setiap foto yang terpajang dan tergantung memenuhi kamarnya.
Foto seorang gadis.
"Kelly, kapan kau akan jadi milikku?"
Gumamnya pada foto-foto yang bergantung bebas, yang menampilkan wajah manis seorang wanita yang sangat didambakannya.
Dia menghela napas panjang, sebelum akhirnya bangkit dan mulai meraih jaket kulitnya yang teronggok di lantai porselen kamar.
Ia kemudian segera mengambil tas ransel coklat miliknya dan menggendongnya di punggung.
Langkahnya mulai menuju ke luar rumah dan tak lupa mengunci pintu mengingat dirinya hanya tinggal seorang diri.
👊👊👊
"Jangan, kumohon. Jika kalian tetap mendekat, aku akan berteriak sekarang juga!"
Wanita itu terlihat sangat ketakutan sembari matanya terus menatap para pria berbadan besar di hadapannya.
Para pria yang berjumlah 4 orang yang memiliki tato di masing-masing otot di lengannya itu terlihat menghisap rokok mereka, kemudian tampak asap keluar dari hidung serta mulut mereka.
Mereka tertawa keras sebelum akhirnya menerjang tubuh wanita yang kini berjongkok memeluk tas selempangnya.
"Berteriaklah! Ayo berteriak sekarang juga! Kau pikir di sini akan ada yang mendengar teriakanmu? Hah, dasar wanita bodoh!"
Kata salah satu pria tadi, dengan rokok yang kini berada di antara jari telunjuk dan tengah, dia kelihatan seperti pemimpin dari ketiga orang temannya yang lain.
Wanita yang ketakutan itu hanya meringis merasakan kakinya yang tersandung semen akibat tendangan pria tadi. Tanpa ia lihat pun dia yakin, lututnya sudah lecet dan berdarah sekarang.
Sedangkan air mata tak henti-hentinya mengalir dan tubuhnya gemetaran karena tau jika para penjahat di depannya itu tak akan membiarkannya lolos begitu saja.
Kumohon tolong aku siapa pun juga.
Batinnya menjerit. Meskipun dia tau mungkin mustahil akan ada yang menolongnya di gang sempit yang jarang sekali dilewati orang-orang ini, tapi dia masih berharap akan ada keajaiban yang menghampirinya.
Salahkan dirinya sendiri yang tetap kekeuh ingin lewat jalan pintas untuk pulang ke apartemennya, karena dirinya merasa lelah jika harus melewati jalan yang lama memakan waktu tetapi aman.
"Bos, kita apakan dia?"
Tanya lelaki berbadan paling gelap kepada pria yang tadi.
"Tubuhnya bagus. Bagaimana kalau kita gilir, heh?"
"Yeah ide yang bagus, Bos. Silahkan Bos yang memulai."
Pria yang dipanggil dengan sebutan Bos oleh ketiga anak buahnya itu mulai membuang rokoknya yang sisa setengah asal, dan tangannya kini bergerak menarik tubuh wanita yang masih menangis itu, sehingga posisinya menjadi berdiri.
"Mau apa kau?"
"Bersenang-senang, sayang."
"Tidak! J-jangan lakukan apa pun!"
"Eh? Hahaha kau pikir kau bisa mencegahku?"
Dengan gerakan cepat, Bos dari para preman tadi mulai memposisikan dirinya mengunci tubuh wanita berambut blonde ke tembok di belakangnya, dan mulai menekan kedua lengan wanita itu pada sisi kepalanya.
"Tidak! Jangan, kumohon..."
Rintih si wanita yang tentu saja tak digubris oleh pria tersebut, si pria malah melanjutkan aksinya.
"Berhenti sekarang juga atau kalian kubunuh!"
Sebuah suara yang diikuti dengan munculnya seorang pemuda berambut hitam, membuat Bos dari preman itu menghentikan aksinya dan memandang pada pria yang baru saja berseru.
Pria berambut hitam tadi adalah Max.
"Siapa kau? Apa aku mengenalmu, anak muda? Pergilah selagi kami masih bermurah hati. Jangan sia-siakan nyawamu, bocah."
Ujar Bos preman tersebut dengan nada mengejek menimbulkan suara tawa anak buahnya memenuhi gang sempit itu.
"Sudah selesai tertawanya?"
Tanya Max tenang, wajahnya masih datar tanpa ekspresi.
"Aku serius bocah, pergilah sebelum aku kehilangan kesabaran. Jangan ikut campur pada urusan kami bersama wanita manis ini."
"Bagaimana cara menghilangkan kesabaranmu? Majulah satu persatu, lawan aku."
Tantang Max yang masih berbicara dengan nada tenang, dirinya terbilang nekat karena berani menantang 4 orang preman yang semuanya memiliki tubuh besar dan terlihat kejam. Tentu saja tubuh Max dua kali lipat lebih kecil dari tubuh para preman di sana, dan ia tau itu.
Salah satu anak buah dari preman tadi mulai maju sambil menyeringai, tubuhnya yang berwarna kecoklatan kini berjalan dengan angkuhnya. Seolah sudah percaya bahwa dia bisa mematahkan anak muda di hadapannya itu.
Baru saja si preman itu ingin meninju wajah Max, tangannya sudah diputar balikkan oleh Max dengan gerakan cepat dan tenang, sehingga menimbulkan bunyi krek yang sangat jelas.
"Tanganku patah! Arrgh! Tanganku patah! Bocah sialan berani-beraninya kau!"
Rintihnya sambil memegangi tangan berototnya yang sudah mati rasa dan terkulai.
Melihat rekannya yang tak berdaya karena pria yang mereka sebut bocah tadi, kedua anak buah lainnya langsung maju sekaligus, dan berlari menerjang tubuh Max yang dilapisi jaket kulit hitam, namun dengan gerakan secepat kilat Max menghindar dengan santainya dan kedua tangannya menangkap masing-masing kaki kedua preman dan membalikkan tubuh keduanya hingga tubuh keduanya membentuk posisi kepala di bawah dan kaki di atas.
Max tersenyum sinis, dan mulai menghempaskan tubuh keduanya di semen dengan keras.
Dirogohnya sebuah pisau yang selalu tersedia di saku celana, dan menghampiri kedua preman yang masih terbaring sambil memegangi kepala mereka yang menghantam semen tadi.
"Ada apa? Kenapa tak berdaya melawan bocah ini, heh?"
Pria bermata hazel itu mulai menciptakan lubang di celana bagian selangkangan kedua preman secara bergantian dengan pisaunya.
Setelah dirasanya cukup, dengan tatapan jijik dia melihat pemandangan di depannya.
"Apa yang kau lakukan bocah?"
"Bulu kalian berdua lebat, aku hanya ingin membantu mencukurnya."
"A-apa yang---Argh!"
"Milikku! Kau memotong milikku!"
Kedua alat vital milik kedua preman itu kini sisa setengah dibanjiri dengan darah yang muncrat hingga ke wajah Max, menimbulkan ringisan jijik yang ditunjukkan dari Max sendiri.
"Oh, astaga, menjijikkan sekali. Kurasa kalian tak ingin ukurannya yang terlalu panjang, kan? Hahaha."
"Argh! Ini sakit sekali! Demi apa pun sialan, terkutuklah kau, bocah!"
Kedua preman itu menggelepar bak ayam yang disembelih, darah yang berasal dari alat vital mereka yang dipotong masih mengeluarkan darah segar hingga berceceran di dekat mereka.
Sedangkan bagian ujung potongan alat vital mereka kini tergeletak di semen jalanan.
"Ini benar-benar menjijikkan."
Pria itu mengelap darah yang tersembur di wajahnya dengan sapu tangan berwarna biru gelap miliknya, tak menggubris makian yang keluar dari para preman tersebut.
"Kalian benar-benar merepotkan, akan kubuat kalian diam."
Ditusukkannya pisaunya pada kedua kepala preman itu hingga bagian terdalam, sampai menembus otak. Sampai keduanya benar-benar berhenti bergerak karena sudah tewas mengenaskan.
"Bos! Dia tak waras, ayo kita lari saja."
Ucap salah satu anak buah preman yang masih tersisa yang dalam kondisi tangan patah tadi, sambil berusaha berlari.
Max hanya terkekeh lalu menarik pisaunya yang masih tertanam di dalam kepala salah satu preman, dan mulai melempar pisaunya tepat ke tubuh preman yang berusaha lari itu.
Ketiga anak buah sudah ambruk dengan kondisi mengenaskan.
Yang tersisa hanya Bos dari preman tadi.
"Jika kau mendekat, aku akan membunuh wanita ini! Diamlah di tempatmu!"
Bos preman itu mulai menggaet leher wanita tadi dan menjadikan tubuh wanita itu sebagai tameng.
Namun entah dapat keberanian dari mana, wanita itu menendang selangkangan si preman, dan Max langsung merespon dengan melemparkan pisau tepat ke arah kepala Bos dari preman, seolah aksinya tersebut sudah dikuasainya sejak lama.
"Kau tak apa, Nona?"
Wanita berambut blonde tadi hanya mengangguk lemas, dengan tubuh yang masih bergetar melihat mayat-mayat yang berada di sekelilingnya.
"Te-terima kasih. Aku Gabriella. Kau?"
"Max. Pergilah sebelum aku membunuhmu juga."
"Tapi---"
"Pergilah, kau tak akan selamat jika keinginan membunuhku meledak!"
Wanita bernama Gabriella itu segera melangkahkan kakinya agak cepat menjauhi gang sempit yang kini sudah jadi tempat pembantaian, meninggalkan Max sendirian.
Gabriella sebenarnya tak mengerti kenapa pria yang menolongnya justru ingin membunuhnya juga, meskipun begitu ia tak akan melupakan wajah pria yang benar-benar sudah menolongnya dari para preman yang ingin memperkosanya.
Tbc...
Halooo gimana ceritanya? Udah serem kah? Atau gak serem? Maafkan aku jika ini benar-benar gak menakutkan seperti cerita-cerita Thriller kebanyakan😢
Karena aku baru pertama kali ini buat cerita ada thriller"nya.
Dan sorry banget update ceritanya lama yaa:'' sbnrnya mau update hari kamis kmrin, tapi ada beberapa faktor yang menghalanginya :'v eeakk
Uh, gimana sih tanggapan kalian tentang karakter Max Maxwell disini?
Dia udah ngebunuh, tapi masih ada baiknya juga nolongin orang, iya gak?😂
Btw gambar yang di mulmed itu Max Maxwell ya. Gimana? Gans + Sadis" gitu kann^^ :v
Oh iya, kalo kalian mau ngebayangin karakter Max sesuai kemauan kalian gpp kok, kan itu imajinasi kalian:3
Oke, terus lanjut yaa baca Max Maxwellnyaa^^
Karena vote + comment kalian sangat berharga buat akuuu😆
Jangan lupa masukin di reading list kalian juga cerita ini, okay?
Jangan plagiat.
Jangan siders.
Jangan sampe gak Vomment😚
❤MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top