Extra Part (2)
MAX menyesap perlahan moccacino panasnya sembari matanya tak ia lepaskan dari ponsel yang baru saja ia beli.
Ia mengscroll layar ponselnya dengan gerakan lambat, menelusuri internet mencari cara pembuatan makanan yang biasa diinginkan ibu hamil.
Alasan mengapa ia sampai harus membeli ponsel baru adalah karena ponselnya yang lama terbilang ketinggalan zaman, dan istrinya terus mendesaknya untuk membeli ponsel yang baru seperti yang dimiliki Kelly yang lebih canggih.
Maka dari itu, karena tak punya pilihan lain, selain agar tak menjadi pria yang kuno---namun juga agar memudahkannya mencari cara pembuatan makanan ibu hamil, Max pun membeli ponsel barunya itu tadi malam.
Setelah mendapat cara pembuatan dan langkah membuat berbagai makanan, Max pun mengscreenshoot artikelnya lalu mengesavenya di dalam galeri.
Setelah berkutat dengan resep makanan itu, Max melirik jam yang tertampil di ponselnya.
Pukul 07:30.
Dia sudah merasa lapar, namun istrinya masih tertidur jam segini.
Semenjak Kelly hamil, wanita itu tak pernah bangun awal lagi untuk menyiapkan sarapan.
Alhasil rutinitas tersebut biasanya digantikan oleh Max yang saat ini mulai terbiasa membuatkan istrinya itu sarapan.
Max menggeser kursi kayu yang didudukinya, rencananya pria tersebut akan langsung ke dapur untuk membuat sarapan untuk dirinya dan juga Kelly, namun belum sempat ia melangkahkan kaki setapak pun pintu utama rumahnya sudah diketuk oleh tamu yang dia sendiri tak tau siapa.
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu Max terdengar lagi, sepertinya sang tamu tak sabaran hingga membuat Max berdecak kecil merutuki siapa yang bertamu pagi-pagi buta begini.
Cklek
Max membuka pintu, pria itu baru akan mengeluarkan kata-kata dari mulutnya tatkala matanya melihat sang tamu, namun hal itu tak bisa terlaksanakan karena ketiga orang tamu Max itu langsung menubrukkan tubuh mereka di tubuh Max memeluk erat pria bermata hazel tersebut, membuatnya hampir saja terjungkal ke belakang kalau saja ia tak kuat menahan bobot tubuh ketiga pria yang datang berkunjung itu.
"AH MAX, KAMI SUNGGUH MERINDUKANMU!"
Teriak ketiga tamu Max cukup kencang dan masih berpelukan bak telletubies.
Max menghirup nafas panjang, rasanya pria itu benar-benar sesak dipeluki oleh ketiga tamu itu, "Chris, Hans, Robbert, bi-bisakah kalian menyingkir? Kalian tau? Aku rasanya ingin mati!"
Chris, Hans, dan Robbert yang menjadi tamu Max cepat-cepat melepas pelukan erat mereka dan ketiganya memandangi Max lekat-lekat.
Hans menangkupkan wajah Max, "K-kau masih bisa bernafas 'kan?!"
Robbert yang melihat hal itu segera menepis kedua tangan Hans dari wajah Max, "Dasar bodoh! Tentu saja Max masih bernafas, lihatlah!"
Max hanya mendengus sebal tatkala Robbert memegang dagunya, dan dengan cepat pria bermata hazel itu menjauhkan tangan Robbert.
"Memangnya Max kenapa?"
Max, Hans, dan Robbert sontak dengan serentak menepuk jidat mereka ketika Chris bertanya barusan.
Ternyata Chris sedari tadi masih tak mengerti apa yang terjadi dengan Max.
"DASAR IDIOT!"
Teriak Max, Hans, dan Robbert tepat di telinga Chris.
Setelahnya ketiga pria itu langsung diajak masuk oleh Max.
***
"Kalian semua sudah bebas? Dan bagaimana bisa kalian tau alamat rumahku?"
Tanya Max seraya mengambil posisi duduk di hadapan ketiga sahabatnya.
Chris, Hans, dan Robbert saling berpandangan lalu tersenyum sok misterius dengan menaikkan kedua alis mereka, "Kami dibebaskan oleh pamanmu! Dan juga kami tau alamat rumahmu dari paman Tomy!"
Max mengernyit, "Maksud kalian?"
"Ceritanya panjang, kami malas menjelaskan. Intinya, pamanmu sudah baik sekali membebaskan para tahanan di kantor polisi milik Charlie setelah kematian Charlie dan para anggota polisi, lalu setelah itu kami bertanya pada pamanmu di mana alamatmu. Begitulah singkatnya."
Hans dan Chris mengangguk hampir bersamaan menyetujui penjelasan Robbert barusan.
"Awalnya pamanmu tak mau memberitahu alamatmu, tapi setelah kami---ah tidak, Chris menangis, dan kami mengatakan kami adalah sahabatmu dia akhirnya mau memberitahu."
Chris mendelik Hans tajam, "Aku tidak menangis, Hans berbohong!"
"Kau menangis, iya 'kan Robb?"
Robbert mengangguk, "Hans benar, si bodoh ini menangis."
Chris mendengus kesal karena merasa terpojokkan, alhasil pria itu hanya bisa mengerucutkan bibirnya dan menopang wajahnya dengan kedua tangan.
"Baiklah terserah, tapi aku ingin tau mengapa kalian ingin menemuiku?"
Hans dan Robbert serentak memutar bola mata mereka mendengar pertanyaan klasik Max barusan, "Tentu saja karena kami merindukanmu."
Max menggaruk pelipisnya, "Kalian sungguh bukan gay 'kan?"
Robbert dan Hans saling berpandangan dengan mulut terbuka, "Pertanyaan macam apa itu, Max!"
Max cepat-cepat meletakkan jari telunjuk di bibirnya sendiri, mengisyaratkan untuk tak berisik, "Ssssttt, istriku masih tidur."
1 detik.
10 detik.
15 detik.
"APA?! ISTRI?! ADUH!"
Chris, Robbert, dan Hans sontak memegangi jidat mereka yang baru saja dijitak oleh Max.
"Berisik! Sudah kubilang 'kan jangan berisik, istriku sedang tidur!"
Chris menelan salivanya dengan susah payah, "K-kau serius sudah punya istri? Kenapa cepat sekali? Kau masih kecil, tak mengerti bagaimana caranya membuat anak!"
Hans mendengus sebal, "Dasar bodoh kau Chris! Aku sungguh tak beruntung punya teman sebodoh kau! Bukan itu masalahnya, kapan kau menikah Max?"
"Iya, dan siapa mempelai wanitanya?" Timpal Robbert.
Max mengusap wajahnya kasar.
Dalam benaknya ia bertanya, mengapa dia diberi oleh Tuhan sahabat yang model begini?
Dasar berisik!
"Max, siapa yang datang?"
Dari arah kamar tiba-tiba saja Kelly sudah datang dengan mengenakan longdress tidur, dan rambut masih acak-acakan.
Wanita itu menguap lebar lalu memandangi ketiga pria yang bersama Max di ruang tamu---yang sejak tadi memperhatikan setiap gerak-gerik Kelly.
"Max, siapa...mereka?"
Tanya Kelly bingung, sedangkan ketiga pria yang berkunjung itu masih tak berkedip memperhatikan Kelly dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Mata mereka berbinar dengan mulut ternganga membuat Max risih sekaligus tak suka istrinya ditatap dengan tatapan seperti itu oleh pria lain.
Max tak langsung menggubris pertanyaan Kelly, pria itu malah memukul meja dengan kuat yang berhasil membuat ketiga temannya terperanjat kaget dan mengalihkan pandangan mereka ke Max.
Max memberi tatapan menusuk pada masing-masing temannya itu, "Jangan memandang istriku seperti itu lagi, jika kalian lakukan, akan kubunuh kalian!"
Bisik Max sebelum akhirnya menghampiri Kelly dan mengecup bibir istrinya itu singkat.
"Mereka adalah teman-temanku sewaktu di penjara, sekarang mereka sudah bebas."
Ekspresi bingung Kelly tergantikan dengan ekspresi ceria, "Benarkah? Uhm, tapi mereka tidak berbahaya 'kan?"
Kelly sedikit berbisik sembari matanya terus memandang ketiga pria yang duduk tersebut.
Max tersenyum lembut lalu menggandeng tangan istrinya membawanya ke Chris, Hans, dan Robbert.
"Mereka tak berbahaya, tapi bodoh."
Chris, Hans, dan Robbert yang dapat mendengar dengan jelas perkataan Max mendengus sebal.
"Pria yang paling hitam itu namanya Robbert, di sebelah Robbert itu Hans, sedangkan yang di sebelah Hans yang tampak idiot itu namanya Chris."
Max mengenalkan ketiga temannya pada Kelly.
Wanita yang tengah hamil itu tersenyum lebar memandangi ketiga teman Max, membuat ketiga pria tadi ikut tersenyum senang karena menurut mereka Kelly sangatlah manis.
"Hai Robbert, Hans, dan Chris! Senang bertemu kalian, aku istri dari Max, namaku Kelly Maxwell aku sungguh senang kalian mau datang di sini dan mengunjungi suamiku."
"Iya Kelly cantik."
Sontak saja Chris, Robbert, dan Hans membungkam mulut mereka dengan sebelah tangan karena kebablasan mengatakan itu.
Ketiga pria itu menggaruk tengkuk mereka yang tak gatal ketika mendapat tatapan membunuh dari Max.
"Okay, kalian ingin minum apa? Akan aku buatkan."
Chris, Robbert, dan Hans saling berpandangan kemudian memandang Kelly, "Berhubung kau sedang hamil, kami ingin minum air putih saja."
"Ah, akan kubuatkan kalian kopi saja, bagaimana? Jangan merasa aku tak bisa membuatkannya karena sedang hamil. Bagaimana? Kalian setuju ya?"
Max memberi isyarat dengan menggelengkan kepalanya sembari matanya tetap memberi tatapan membunuh pada ketiga temannya tersebut.
"Ayolah ya."
Kelly mendesak mereka lagi, membuat mereka bertiga mau tak mau menganggukkan kepala mereka.
"Okay! Tapi, aku ingin salah satu dari kalian membantuku---"
"Biar aku saja, sayang."
Sela Max cepat, namun hal itu justru diabaikan Kelly.
"Ah, kau saja Chris! Aku butuh bantuanmu untuk membuatkan kopi!"
Kelly menunjuk Chris, pria itu sontak saja menunjuk dirinya sendiri seolah mengatakan "aku?".
"Iya, ayo!"
Langsung saja dengan sigap Chris bangkit dari duduknya, dan sebelum dirinya beranjak ke dapur mengikuti Kelly, pria itu bersorak heboh di hadapan teman-temannya termasuk Max membuat Max, Hans, dan Robbert hanya bisa mengumpat.
-•-
Tunggu Extra Part yang terakhir yaa.
❤MelQueeeeeen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top