Chapter 28
Renard menegang dengan tangan kiri mencengkeram ponsel milik Bella. Selama beberapa detik yang seolah takkan berakhir, dia tak mampu bergerak. Parahnya, mata Renard tak bisa mengerjap, tertuju pada video laknat itu. Dia melihat Siahna muda tergeletak tak berdaya di atas ranjang, dengan kepala terkulai ke kiri dan mata terpejam. Kakinya terjuntai ke lantai. Sementara seorang pria muda membungkuk di atasnya, sedang membuka satu per satu kancing kemeja Siahna.
"Aku udah ngirim tautannya ke hapemu. Jadi, kamu bisa nonton kapan aja, Re."
Suara jahat Bella membuat Renard tersadarkan. Hari sudah hampir gelap dan mereka sedang berdiri di depan Puspadanta, dengan banyak orang berlalu-lalang. Saat itulah dia menoleh ke kanan dengan panik. Di sebelahnya, Siahna merapat ke arah Renard dengan wajah sepucat kapas. Perempuan itu tak bicara, tapi bibirnya bergetar dan nyaris menangis. Lelaki itu menarik kekasihnya untuk menepi agar tak menghalangi orang yang keluar masuk ke Puspadanta.
Setelah itu, Renard mengangkat tangannya, bersiap membanting gawai milik Bella. Akan tetapi, gerakannya dihentikan oleh Siahna. Perempuan itu malah merebut ponsel itu, lalu menatap layarnya dengan serius. "Sweetling, jangan dilihat lagi," bujuk Renard dengan hati hancur. Tatapannya beralih pada Bella. "Kamu tega nyebarin video ini? Kamu nggak takut sama konsekuensi hukumnya? Kamu kira kamu kebal dan bisa bebas ngelakuin apa aja?"
"Bukan aku yang nyebarin," bantah Bella dengan gaya angkuh yang sudah dikenal Renard. "Verdi yang nyebarin sebelum dia mati gara-gara overdosis tahun lalu. Dia butuh banyak uang untuk beli narkoba, lalu punya ide keren untuk nyebarin semua video yang dia punya. Aku cuma mau nunjukin gimana sebenarnya Siahna. Pura-pura tampil sebagai cewek alim yang bikin banyak orang simpati. Nyatanya..."
"Ini... Ashton?" suara Siahna yang terdengar bergelombang menghentikan hinaan Bella. Renard menoleh ke arah pacarnya tapi Siahna sedang menatap Bella dengan tajam.
"Kamu kira siapa?" balas Bella cepat. Siahna maju dua langkah dan tampak goyah. Renard buru-buru memeluk bahu kekasihnya.
"Sweetling, jangan diladeni. Kita pulang, ya?"
Siahna seolah tak mendengar kata-kata Renard. "Kenapa bisa Ashton?"
Bella mengerutkan alis dengan ekspresi jijik. "Maumu siapa? Verdi? Dia yang pegang kamera untuk bikin video ini."
"Kenapa Ashton?" ulang Siahna dengan wajah luar biasa pucat.
"Aku justru pengin nanya ke kamu tujuh tahun lalu. Kenapa kamu harus ngegoda Ashton? Sebelum sama kamu, dia nggak pernah nidurin cewek dengan cara kayak gitu. Dia cuma jadi penonton. Verdi yang biasa nidurin pacar-pacarnya." Bella mengacungkan telunjuk kanan di depan Siahna, "Tapi kamu udah bikin Ashton berubah. Kamu yang bikin kami putus karena aku nggak bisa terima pacarku berkhianat. Kalau tau Ashton yang bakalan ada di video itu bareng kamu, aku nggak akan pura-pura ulang tahun. Karena hari itu harusnya jatahnya Verdi." Napas Bella memburu. "Sekarang, kamu malah mau ngambil Renard juga? Jangan mimpi!"
Kalimat-kalimat jahat Bella itu membuat Renard membeku. Dia mulai bisa membaca apa yang terjadi. Namun, ini bukan saatnya untuk membuat analisis detail. Lelaki itu maju untuk menjadi penghalang antara Siahna dan Bella. Dia tak mau melihat Bella kehilangan akal sehat dan menyerang Siahna, seperti yang pernah dilakukan perempuan itu pada Renard dalam beberapa kesempatan.
"Wah, kamu mau jadi pahlawan untuk Siahna, ya? Kamu kira aku bakalan mukul dia di tengah keramaian kayak gini?"
Renard merebut ponsel di tangan kiri pacarnya, membanting benda itu ke trotoar dan menginjaknya hingga berkeping-keping. Bella terpekik dan memaki. Lalu, tanpa memedulikan sang mantan istri, Renard menarik tangan kanan Siahna sehingga perempuan itu maju dan bersandar di punggungnya. Lelaki itu mengernyit karena tangan kekasihnya sedingin es. Diremasnya jemari Siahna dengan lembut.
"Bel, jangan terus mojokin Siahna. Mantanmu yang bejat, bukan Siahna. Kamu harusnya malu karena udah bikin celaka orang lain. Kamu kira soal video ini nggak bisa bikin kamu masuk penjara?"
"Kamu ngancem aku?"
"Nggak. Untuk apa? Itu fakta yang harus kamu pikirin sebagai efek dari tindakanmu sekarang ini."
"Aku belum selesai, Ren," beri tahu Bella dengan suara dingin. Seorang lelaki berjalan lamban sambil menatap mereka. Selain orang itu, tidak ada yang memperhatikan kelompok kecil berjumlah tiga orang itu. Bella tampaknya kali ini cukup bijak karena bicara dengan nada rendah meski kalimatnya luar biasa mengerikan.
"Terserah aja. Yang pasti, kita udah selesai sejak lama. Kalau kamu kira aku bakalan ninggalin Siahna cuma karena video itu, salah besar. Dan jangan pernah lagi ngelakuin hal-hal kayak gini. Karena tiap kali kamu ganggu pacarku, aku nggak bakalan diam aja." Renard memiringkan kepalanya. "Aku nggak pernah nyangka, gimana bisa kita berakhir kayak gini? Lebih nggak nyangka lagi, gimana bisa aku pernah jatuh cinta dan jadi suami kamu?"
Bella memucat, tak siap mendengar kata-kata Renard. Namun perempuan itu dengan cepat bisa menguasai diri dengan baik. "Ada yang pengin ketemu sama kamu, Na."
Kalimat mengejutkan itu membuat Renard mendengkus. "Kami mau pulang. Minggirlah, Bel. Siahna nggak mau ketemu siapa-siapa." Renard bergerak sehingga bisa memeluk bahu kekasihnya. "Kita pulang ya, Sweetling," ucapnya dengan suara lembut. Siahna mengangguk tanpa suara. Wajah perempuan itu sudah tak sepucat tadi.
Mereka mulai melangkah, mengabaikan Bella yang masih menggumamkan sesuatu. Tiba-tiba, lelaki yang tadi dilihat Renard memperhatikan mereka, mengadang pasangan itu. Tatapannya tertuju pada Siahna.
"Siahna, apa kabar? Aku udah lama nyari kamu. Tadi tiba-tiba Abel nelepon dan minta aku ke Bogor. Kamu..."
Renard membentak. "Siapa kamu? Mau bikin drama lagi kayak Bella?"
"Namaku Ashton. Kami..."
Kepala Renard seolah baru saja ditembak. Nama itu sudah disebutkan oleh Bella dan Siahna tadi. Tanpa pikir panjang, lelaki itu melepaskan pelukannya di bahu Siahna. Lalu maju dua langkah sebelum mengayunkan tinjunya ke arah Ashton.
"Laki-laki biadab!" umpatnya.
Namun Ashton hanya mengusap hidungnya yang berdarah, tatapannya tertuju pada kekasih Renard. "Siahna, aku minta maaf. Aku beneran nyesel. Bertahun-tahun aku nyari kamu. Aku udah berubah. Aku siap untuk bertanggung jawab karena..."
Emosi Renard memuncak, membuat matanya berkunang-kunang. Ada begitu banyak kata-kata makian yang ingin dilontarkan Renard. Namun dia tak mampu bicara. Hanya tangannya yang terus bergerak, memukuli pria yang sudah menghancurkan dunia Siahna muda. Dia tersadarkan ketika ada dua lelaki yang menariknya dan teriakan Siahna yang meminta Renard berhenti.
oOo
Begitu berada di dalam mobil, Renard langsung menelepon Riris. Dia meminta gadis itu menginap untuk malam ini. Renard mengabaikan protes Siahna dan langsung membawa perempuan itu ke rumahnya.
"Kamu nginep di rumah aja. Ada Riris juga. Aku nggak bakalan ngijinin kamu tidur di kosan. Sekali ini, jangan ngebantah, ya? Dan nggak usah pusingin pendapat orang," bilang Renard ketika Siahna minta diantar ke tempat indekosnya.
"Re..."
"Sweetling, ini hari yang berat untuk kita. Aku cuma pengin ada di dekat kamu sekarang ini. Jangan ke mana-mana, oke?"
Siahna akhirnya mengangguk pelan. Renard pun mencurahkan konsentrasi ke arah jalanan yang membentang di depannya. Buku-buku jarinya terluka dan nyeri karena dia memukuli Ashton. Kegeramannya menjadi-jadi karena laki-laki biadab itu masih sempat meneriakkan permintaan maaf dan keinginannya bertanggung jawab.
Entah tanggung jawab apa yang bisa diambil oleh seorang pemerkosa yang sengaja merekam perbuatan biadabnya dan menyebarkan video tersebut secara daring. Walau tadi Bella menyebut nama Verdi sebagai si penyebar, Renard tidak percaya begitu saja. Sekali bejat, tetap saja bejat.
Apakah laki-laki bernama Ashton itu mengira bahwa hidup ini sesederhana plot novel atau drama romantis? Seorang pemerkosa yang entah kenapa menyesali perbuatannya, bisa menikahi korbannya dan hidup bahagia selamanya? Bahkan jika si korban hamil pun tidak berarti perkawinan dengan orang yang merogolnya menjadi jalan keluar terbaik. Jika tetap dipaksakan, bukankah sama saja menanamkan trauma yang luar biasa dalam hidup si korban? Menikah dengan orang yang sudah mencelakainya sedemikian rupa, sama artinya dengan membiarkan sang korban diperkosa lagi dan lagi?
Renard mencengkeram setir dengan kencang, hingga kedua tangannya makin nyeri. Dia sengaja melakukan itu untuk mereduksi kemarahan yang menguasai jiwanya. Tiap kali ingat bahwa Siahna pernah mengalami mimpi terburuk bagi seorang manusia, Renard sungguh murka. Karena dia tak bisa melindungi perempuan yang sangat dicintainya. Perkosaan, bukanlah tentang kesulitan mengendalikan hawa nafsu karena melihat seorang perempuan memakai baju terbuka, misalnya. Perkosaan adalah tentang kendali dan kuasa. Si pemerkosa ingin menunjukkan siapa yang memegang kendali.
Bayangkan betapa kemarahannya berlipat ganda saat tahu ternyata peristiwa biadab itu malah direkam dan disebar. Seolah belum cukup, laki-laki yang memerkosa Siahna malah muncul dan berlagak menjadi pahlawan kesiangan yang ingin mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan semua kesintingan itu melibatkan Bella, ibu dari anaknya.
Sebelum mereka berpisah, Renard sekali lagi menumpahkan emosinya pada Bella yang berubah pucat setelah lelaki itu memukuli Ashton. "Aku nggak akan lupa yang terjadi hari ini, Bel. Kamu udah keterlaluan. Aku baru tau kalau kamu bukan manusia."
Kepala Renard dipenuhi benang kusut yang membuat otaknya menumpul. Namun dia dengan serius mempertimbangkan untuk membawa masalah itu ke ranah hukum. Mungkin, Renard harus berdiskusi dengan Kevin dan Siahna karena dia tak sudi membiarkan Bella dan Ashton melenggang bebas begitu saja.
Namun saat mengingat Gwen, hati Renard berkeping-keping. Dia merasa hancur untuk putri tercintanya. Apa yang terjadi kelak pada Gwen jika dia tahu seperti apa ibu kandungnya? Bagaimana kelak putrinya menghadapi kenyataan pahit itu?
Begitu tiba di rumah, Renard menyadari ada dua mobil yang diparkir di halaman. Sungguh, hari ini bukan saat yang tepat untuk menerima tamu lain. Renard bertekad dia akan mengusir semua orang yang berani mengucapkan kalimat keterlaluan.
"Re, mending aku balik ke kosan aja deh. Tuh, ada Mbak Arleen dan Mbak Petty." Siahna tetap duduk saat Renard membukakan pintu mobil. Tanpa bicara, Renard membungkuk untuk melepaskan sabuk pengaman kekasihnya. Dia sempat mengecup bibir Siahna sekilas.
"Nggak, kamu nginep di sini aja. Kan ada Riris. Aku nggak mau kamu sendirian."
Renard mengulurkan tangan kanannya. Siahna mendongak, menimbang-nimbang selama beberapa detik, sebelum akhirnya mengikuti kemauan kekasihnya. Renard mendesahkan kelegaannya sambil menutup pintu mobil.
Rumah menjadi begitu ramai karena kedua kakak kembarnya datang bersama keluarga masing-masing. Renard memeluk bahu kekasihnya, memasuki ruang keluarga. Siahna sempat berusaha menjaga jarak tapi Renard tak berkenan melepaskan kekasihnya. Dia tak peduli dengan kekagetan yang ditunjukkan oleh kedua kakak dan ipar-iparnya.
"Siahna..." suara Arleen tak begitu jelas.
"Iya, ini Siahna," tukas Renard seraya memandangi semua orang berganti-ganti. Tatapannya sempat berhenti pada Riris yang berdiri di dekat pintu menuju dapur. "Hari ini Siahna tidur di sini, makanya aku minta Riris nggak pulang."
"Kenapa?" Petty langsung merespons.
"Karena aku pengin jagain pacarku," aku Renard tenang. "Kami udah pacaran sekitar empat bulan ini. Kevin tau. Secara teknis, nggak ada perselingkuhan karena kita semua tau status pernikahan Kevin," imbuhnya, defensif. "Kalau ada yang mau komen macam-macam, tolong dipertimbangkan lagi. Karena aku nggak bakalan diam aja pacarku dihina orang."
"Renard, jangan gitu," gumam Siahna lirih. Namun lelaki itu tak peduli. Semua orang benar-benar terperanjat. Pengecualian pada para ponakannya yang sedang asyik bermain.
"Kamu istirahat dulu ya, Sweetling? Kuantar ke kamar sekarang." Renard mengarahkan kekasihnya menuju kamar milik Kevin. "Ris, tolong bikinin susu untuk Mbak Siahna," pintanya tanpa menoleh ke belakang.
"Re, aku nggak apa-apa. Kamu jangan bikin aku keliatan kayak orang sekarat," Siahna berusaha mengucapkan kalimat lucu. "Aku mau mandi dulu."
"Oke. Setelah itu istirahat aja di kamar. Nggak usah keluar. Nanti aku balik lagi."
Setelah meninggalkan kamar yang ditempati Siahna, Renard menuju ruang keluarga. Tanpa basa-basi dia langsung membuka mulut. "Oke, ini saatnya buka-bukaan. Ada hal penting yang mau kubahas sama kalian. Karena aku nggak mau kalian dapat info dari Bella. Ini soal masa lalu Siahna. Tolong jangan ada yang menyela sampai aku kelar ngomong." Renard duduk di sofa tunggal sembari menyilangkan kaki, mengabaikan tangannya yang nyeri dan mulai bengkak. Hari ini makin panjang saja tampaknya.
Cuma pengin tau, apa kalian kaget soal Ashton?
Lagu : I'm With You (Avril Lavigne)
Catatan :
Ada kabar gembira nih, buat penyuka cerita-cerita yang agak berbeda. Entah dari romansanya sampai kondisi para tokoh utamanya. Aku dan lima penulis lainnya bikin seri baru yang dikasih judul #UnconditionallyLoveSeries.
Pengin tau seberapa berbeda kisah-kisah yang kami tulis? Bisa cek di sini jadwalnya. Eh iya, jangan lupa komen dan vote-nya, ya.
Senin dan Selasa : I Need You - kakahy
Selasa dan Rabu : Ready to Love You - purpleefloo
Rabu dan Kamis : Lovesick – Indah Hanaco
Kamis dan Jumat : Shades of Cool - awtyaswuri
Jumat dan Sabtu : Inspirasa - coffeenians
Sabtu dan Minggu : Icy Eyes - matchaholic
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top