Chapter 2. Jaejoong Juga Murid Kelas Yunho

            Yunho masih ingat bagaimana teman barunya di kelas piano itu terjatuh. Yunho ingat semuanya. Dia ingat bagaimana teman barunya itu menangis dan menjerit tak terima. Setelah memukau yang lain dengan permainan piano Beethoven Simponi nomor 8, anak itu membuat yang lain terbahak kencang. Yang lain hanya tak bisa menahan tawa karena Jaejoong – sang murid baru itu – punya sisi lain.

Akhirnya Jaejoong kembali jadi sasaran di kelas piano. Semua anak menggodanya habis-habisan. Mereka memanggil Jaejoong dengan sebutan gendut dan gembil. Yang paling parah adalah panggilan Babi. Mereka mengusik Jaejoong dengan panggilan itu hingga akhirnya Jaejoong menangis kencang. Guru masih mencoba menyatukan Jaejoong dengan anak-anak lain, namun usaha mereka tidak berhasil.

"Hei, Gendut! Rumahmu dimana?"

Jaejoong mengerut kesal. Dia tidak terima ketika diolok-olok seperti itu, namun dia tak bisa membela diri. Jaejoong terlalu takut melakukannya. Semua orang sepertinya sedang mencoba membully Jaejoong.

"A... Aku tidak..."

"Apa kami boleh mampir? Apa kau punya piano di rumahmu? Karena itulah kau berlatih setiap hari hingga jadi ahli begini."

"A... Aku tidak punya piano!" Jaejoong hampir menangis ketika mengatakan itu. Dia memang berkata benar. Sebenarnya orang tuanya bisa membelikan piano mahal untuk Jaejoong, tetapi mereka tidak akan membeli barang itu kalau Jaejoong tidak memintanya.

Jaejoong tidak akan menyentuh benda itu kalau dia tak memintanya lebih dulu. Karena itulah Jaejoong lebih senang bermain dengan piano sekolah. Dulu di sekolah lama ada ruang musik. Jaejoong selalu bermain di sana bersama guru musik. Anak lain akan duduk dan mendengarkannya bermain selama waktu istirahat. Setelah Jaejoong bermain piano, anak-anak lain akan menghampirinya dan membelikan makanan.

Itu dulu.

Di sekolah lamanya, Jaejoong sangat disayangi. Meski ada yang memanggilnya Gendut, namun mereka masih tersenyum ramah. Tidak mengolok seperti ini. Jaejoong paling benci diremehkan.

"He? Kau bohong! Bagaimana kau tidak punya piano kalau permaianmu bisa sebagus tadi?"

Jaejoong gelisah.

"A... Aku memang tak memilikinya."

"Kau bohong."

"Tidak! Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku tidak punya piano."

"Kau pembohong, Jaejoong! Orang tuamu kaya, kau pasti memiliki piano mahal. Kau juga sudah ahli bermain piano."

"Aku tidak bohong."

"Kau pasti bohong!"

"Ti... Tidak...."

"Dasar Gendut Pembohong! Babi tukang bohong!"

Jaejoong merengut. Dalam hitungan detik, anak itu kembali menangis. Menjerit dan mengatakan kalau dia tidak berbohong. Yunho baru saja masuk ke kelas ketika anak itu menjerit. Yunho melongo dan memandang teman-teman yang lain. Di antara mereka semua, Yunho adalah anak yang paling berpengaruh. Tak ada yang berani melawannya. Yunho pemilik sekolah mewah ini, berikut dengan gedung mewah tempat les piano yang mereka tempati.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Yunho cepat.

Mereka semua bungkam, hingga beberapa anak perempuan mulai bercerita. Jaejoong sesenggukan di bangkunya. Yunho menatap Jaejoong tajam, seolah meminta jawaban. Namun percuma, Jaejoong hanya tertarik dengan tangisannya.

"Hei, kau!" Yunho membuka mulut, namun Jaejoong masih tampak tak peduli.

"Jae, diamlah! Yunho akan memarahimu nanti!" Anak-anak perempuan di kelas heboh. Mereka memaksa Jaejoong untuk bungkam. Jaejoong masih menangis kencang.

"Kalau kau masih menangis, aku akan melemparmu keluar." Yunho mengancam dingin.

Jaejoong malah makin menjerit.

"Kau akan membuat kelas kami tertunda dengan tangismu. Kalau kau ingin menangis, lakukan itu di luar. Jangan di sini!" Yunho kembali berdecak kesal. Jaejoong bungkam seketika.

"Apa aku boleh keluar? Apa aku boleh bolos kelas selanjutnya?"

Eh?

Jadi Jaejoong sebenarnya ingin pergi dari kelas? Anak ini tidak ingin bermain piano lagi? Yunho dan yang lain melongo. Jaejoong mengangguk, lalu berdiri dari bangkunya. Anak itu benar-benar pergi dan bolos kelas selanjutnya.

Ketika guru bertanya kemana Jaejoong, yang lain sepakat mengaku. Yunho hanya bungkam di tempatnya. Murid baru itu benar-benar merepotkan!

***

Jaejoong tidak hanya masuk di kelas piano, namun dia juga masuk di TK sebagai murid baru. Yunho dan teman-teman yang bergabung di kelas piano melongo dan bersorak. Sebagian murid tidak ikut les piano, jadi mereka bungkam. Mereka bertanya-tanya pada yang lain setelah itu.

"Genduuuuttt!" Mereka melambai. Jaejoong bersembunyi di balik tubuh guru. Kepalanya mengintip, lalu ia kembali bersembunyi.

Ada Yunho!

Sejak kemarin Jaejoong takut sekali dengan Yunho. Ia tidak menyangka kalau Yunho juga akan jadi teman sekelasnya. Jaejoong ingin pindah kelas, namun guru pasti tidak akan mengizinkannya. Jaejoong berdiri sendirian di depan kelas sementara guru hari itu sangat bersemangat sekali. Wanita itu berkeliling kelas dan memerintahkan Jaejoong untuk memperkenalkan diri sendiri.

"Namaku Jae..."

"Genduuuut!" Seisi kelas kompak memanggilnya. Jaejoong mendongak dan mendapati teman-teman yang lain terbahak kencang. Jaejoong mengerjap dan akhirnya...

Jeritan itu muncul lagi.

Yunho muak sekali dengan anak itu. Apa dia tidak bisa diam saja? Kenapa harus menangis? Apa lagi yang dia bisa selain menangis? Ah, dia juga bisa bermain piano, Yunho!

Dan juga jago!

Kelas hari itu masih sama seperti kelas piano kemarin. Jaejoong masih sibuk dengan dunianya sendiri. Anak itu tidak lagi sibuk dengan alat tulisnya, namun sekarang dia sibuk dengan bukunya. Pelajaran hari itu menggambar.

Yunho menatap meja Jaejoong sekali lagi. Anak itu menggambar sebuah bunga dengan kupu-kupu. Yunho terpaku. Ketika anak lelaki lain menggambar mobil, pesawat dan juga hal-hal keren lainnya, Jaejoong malah menggambar hal yang dibuat oleh anak perempuan. Jaejoong juga menambahkan gambar not di sudut atas.

Tak ada anak yang mau berdekatan dengannya, selain menggodanya habis-habisan. Yunho mengerjap beberapa kali. Ketika pelajaran olahraga dimulai, Jaejoong masih enggan bergabung dengan yang lain. Ia lebih senang bermain sendiri karena tak ada yang mengajaknya bermain.

Jaejoong sangat lambat ketika berlari, jadi mereka enggan memasukkannya dalam kelompok.

"Yunho, mau kemana?" Guru bertanya cepat ketika mendapati Yunho melangkah pergi dari grup.

"Lututku terluka, Seonsangnim. Aku ingin minta obat." Yunho menjawab enggan. Guru-guru lain sudah tahu siapa Yunho dan sifatnya. Mereka awalnya terkejut dengan kedewasaan yang Yunho tunjukkan, namun mereka paham kenapa Yunho bertingkah sedewasa itu.

Semua itu berkat orang tuanya. Didikan mereka sangat luar biasa. Yunho kembali melangkah ke arah ruang kesehatan. Hingga akhirnya kaki mungil Yunho terhenti. Matanya terpaku pada pemandangan di depannya. Anak gendut itu objek yang menarik perhatian Yunho.

Si Gendut yang sering digoda di kelas itu sedang menyirami bunga. Anak itu tersenyum cerah. Yunho masih terpaku. Ternyata anak gendut itu juga bisa tersenyum seindah itu. Selama ini Yunho hanya hafal bagaimana ekspresi Jaejoong ketika menangis. Sekarang Yunho mendapati wajah indah Jaejoong dengan senyuman lembut di bibir. Hati Yunho menghangat tiba-tiba.

Yunho tahu kalau Jaejoong anak yang baik meski orang-orang tak memperhatikannya. Jaejoong hanya anak yang sering dianiaya di kelas. Yunho tahu itu. Karena itulah Yunho merasa kalau Jaejoong tidak akan pernah menunjukkan kebaikannya pada semua orang. Jaejoong lebih dulu digoda sebelum sempat melakukan perbuatan baik.

Ketika bel pulang berbunyi, semua anak berhamburan keluar kelas. Mereka semua sudah dijemput oleh orang tua atau pengasuh. Di antara sekian banyak murid TK, hanya ada dua orang yang masih tetap ada di kelas. Mereka menunggu jemputan.

Tentu saja, Yunho yang selalu pulang paling akhir dan satu orang lagi. Jaejoong.

Yunho membisu. Dia ingin mengajak Jaejoong bicara, namun dia tak punya topik pembicaraan. Yunho ingin berteman dengan Jaejoong. Yunho tahu kalau Jaejoong anak yang baik, yang tidak akan berpura-pura seperti teman yang lain.

"Ah, orang tuamu belum datang, Jaejoong?" Guru muncul dan bertanya pelan.

"Belum, Seonsangnim. Mereka pasti masih di jalan." Jaejoong menjawab pelan.

"Kalian berdua bermain saja dulu, ya! Seonsangnim akan segera kembali." Guru itu pergi lagi, meninggalkan Yunho dan Jaejoong berdua dalam kelas. Yunho makin gelisah. Dia ingin mengajak Jaejoong mengobrol, namun dia tak tahu mulai dari mana.

Padahal biasanya anak TK selalu punya topik pembicaraan. Hanya saja Yunho yang lahir dan dididik keras dalam keluarga berada itu juga dibekali dengan pendidikan tata krama. Tidak boleh bertingkah bodoh hanya untuk berkenalan dengan orang lain. Hari itu keduanya masih sama-sama bungkam. Hingga supir Yunho datang, Jaejoong masih belum dijemput.

TBC

Mamih pas endut unyu...

Emberaaaannn....


Udah bawa botol, lagi... :v Unyuuu...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top