Luka

Naysilla mengunci pintu kamarnya lalu mengempasakan tubuhnya ke ranjang menumpahkan segala yang mengimpit dadanya. Dia merasa semua yang telah diupayakan percuma.

Berulangkali Naysilla mencoba membuang jauh ego demi meraih hati Saka, tetapi tetap saja hati pria itu seolah membatu. Tidak satu pun perbuatannya yang bisa membuat Saka melunak atau paling tidak menghormati apa yang dia rasakan.

"Ibu, mungkin Mas Saka pria yang baik. Mungkin itu benar, tetapi baiknya bukan untuk Nay. Mas Saka baik untuk orang lain, bukan untuk Nay, Bu," gumamnya seraya menelungkupkan wajah ke bantal.

Naysilla masih terisak di kamarnya sedangkan Saka duduk di sofa dengan mata terus menatap pintu kamar sang istri. Berkali-kali Saka mengutuk dirinya sendiri karena kembali membuat Naysilla menangis.

Rasa sesal menyeruak di hatinya. Selalu begitu yang dirasakan Saka setelah membuat istrinya luka. Namun, entah mengapa dia masih saja bermain-main dengan perasaannya pada Venina. Terlebih kini ada Hani yang diakui atau tidak telah sedikit menyita perhatian karena sekilas memiliki kemiripan dengan mendiang kekasihnya itu.

Perlahan Saka bangkit dari duduk, menarik napas dalam-dalam lalu melangkah ke kamar Naysilla. Meski ragu, dia memutuskan untuk tetap mengetuk pintu kamar itu. Saka berharap sang istri mau mendengarkan ucapannya.

"Nay. Nasyilla buka pintunya, Nay. Naysila, please, aku mau bicara," serunya seraya mengetuk pintu.

Berkali-kali dia melakukan hal yang sama, tetapi tidak ada jawaban dari Naysilla. Saka kembali menarik napas dalam-dalam.

"Nay aku tahu kamu belum tidur, tolong dengarkan aku," pintanya. "Aku tahu aku salah. Sangat salah, tapi aku mohon jangan minta untuk berpisah. Aku nggak mau, Nay."

Hening. Saka memijit pelipisnya, wajah pria itu tampak kacau. Jika bicara tentang perasaan, sampai saat ini pun dia masih mencoba mencari apa sesungguhnya yang terjadi pada hatinya. Apakah dia benar-benar mencintai istrinya atau hanya sebagai bentuk rasa kemanusiaan yang sudah seharusnya dia lakukan. Bentuk rasa terima kasih dan ... mungkin kasihan.

Saka tak ingin hubungan yang dia bangun dengan Naysilla hanya berdasarkan kewajiban. Terlebih dia juga paham apa yang seharusnya terjadi jika sebuah pernikahan telah terjadi.

"Oke, aku harap kamu mau dengar apa yang aku katakan tadi. Sekali lagi, jangan pernah meminta untuk pisah. Aku nggak bisa. Aku mohon beri aku waktu untuk memperbaiki hubungan ini. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperbaiki kesalahan yang sudah kulakukan," ucapnya panjang lebar.

Sepi. Tak terlihat tanda jika Nasyilla mau membuka pintu. Wajah Saka tampak kecewa, meski dia tahu sang istri tidak akan membukakan pintu kamarnya.

"Oke, Nay. Setidaknya aku ucapkan terima kasih karena sudah mendengar. Istirahat ya. Selamat malam."

Saka melangkah gontai kembali ke sofa. Malam ini untuk pertama kalinya dia merasakan sakitnya tak dianggap oleh Naysilla. Akan tetapi, tentu saja dia tak mengerti bagaimana sakitnya perasaan Naysilla yang sejak lama dia tahan.

Satu pesan masuk dari Hani. Saka hanya membuka tanpa membalas.

[Pak Saka, apa ibu marah karena kejadian sore tadi?]

**

Saka menatap Naysilla yang sejak tadi duduk di ruang baca. Di depannya segelas minuman hangat terlihat dari asap tipis yang mengepul. Tak biasanya perempuan bermata indah itu diam membisu.

Setiap pagi jika dia sedang bersiap-siap untuk ke kantor, maka senyum manis akan menghiasi bibirnya. Naysilla akan berceloteh tentang apa saja rencana yang akan dilakukan seharian.

Akan tetapi, pagi ini berbeda. Wajah cantiknya tampak sendu meski sepertinya dia mencoba menyembunyikan dibalik make up tipisnya.

Saka melihat ke meja makan. Sarapan untuknya sudah tersedia, dan tak lupa segelas susu hangat juga ada di sana.

"Kamu nggak sarapan, Nay?" tanyanya menatap ragu.

Naysilla hanya mengalihkan tatapannya sejenak dari buku ke arah Saka kemudian kembali ke bacaannya.

"Nay, aku ...."

Naysilla menggeleng lalu bangkit meninggalkan ruangan itu menuju ke kamar.

"Nay kamu nggak ke coffe shop pagi ini?" Saka mencoba menahannya dengan bertanya.

Namun, lagi-lagi Naysilla hanya menatap sejenak dan seperti tak berniat untuk menjawab.

Merasa tak diperlakukan dengan baik, Saka beranjak mendekat.

"Naysilla aku sedang bertanya," tuturnya cepat meraih tangan sang istri.

Mata Nasyilla menatap tajam tangan Saka yang tengah menggenggam tangannya. Menyadari istrinya tak ingin diperlakukan seperti itu, Saka menghela napas dan perlahan melepaskan.

"Oke, kamu nggak ke coffe shop pagi ini, tapi apa kamu nggak mau nemenin aku sarapan?"

"Nggak! Kalau butuh sesuatu bilang aja. Aku akan berusaha menyiapkan semuanya! Permisi!" jawabnya tegas kemudian cepat melangkah ke kamar.

Saka kembali menarik napas dalam-dalam sembari menggeleng.

"Kamu belum maafin aku, Nay?" tanyanya saat Naysilla di depan pintu kamar.

Sejenak sang istri menghentikan langkahnya, tetapi lagi-lagi dia mengacuhkan ucapan Saka dengan masuk kamar dan menutup pintu rapat-rapat.

**

"Kamu ini selama menikah jarang malah hampir bisa dibilang nggak pernah ke rumah Mama. Kenapa, Saka? Padahal Mama kangen sama Nay. Gimana kabarnya anak perempuan Mama itu? Aini memberondong Saka dengan banyak pertanyaan.

Saka menatap mamanya yang berada di dapur, kemudian menggeleng sambil mengusap tengkuknya. Pria berkemeja hitam itu menarik kursi meja makan kemudian duduk di sana.

Sore itu, Saka mengunjungi rumah orang tuanya, bukan untuk apa-apa, hanya saja dia mencoba menenangkan diri dan pikiran dari rasa bersalah pada Naysilla.

"Mama, satu-satu nanyanya, Ma. Saka mau jawab yang mana dulu ini?"

Aini tersenyum geli, dia kemudian menyodorkan segelas jus mangga kepada putranya.

"Mama sebenarnya pengin ke rumah kalian, tapi takut mengganggu," tutur Aini seraya duduk di sebelah sang putra.

"Takut, Ma?" Saka menatap heran, "takut apa?" imbuhnya.

Dengan mengulum senyum, Aini menatap putranya yang tengah meneguk minuman yang dia berikan tadi.

"Kalian kan masih termasuk pengantin baru, ya Mama tahulah gimana jadi pengantin baru. Jadi Mama pasif aja nunggu kamu sama Naysilla ke sini membawa kabar bahagia, begitu, Saka," paparnya.

Hampir tersedak, Saka segera meletakkan jus mangga yang sudah hampir habis ke meja. Dia paham maksud sang mama, tetapi saat ini kondisi yang dibayangkan Aini tentu berbanding terbalik. Jangankan menikmati indahnya di ranjang bersama, dia bahkan tidak pernah melihat bagian atas lutut istrinya itu. Mengingat itu Saka menggeleng cepat.

"Kamu kenapa, Saka? Pelan-pelan dong minumnya!" tutur Aini lalu mengusap punggung putranya.

"Nggak apa-apa, Ma. Eum ... Papa belum pulang, Ma?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Eh! Kamu belum jawab pertanyaan Mama udah tanya soal Papa," protes Aini.

"Nay baik-baik aja, Ma. Dia sedang fokus sama coffe shop-nya, dan sepertinya sedang berencana buka gerai di tempat lain," terangnya kemudian bersandar di bahu kursi.

Melihat ekspresi Saka, Aini mengernyit. Dia bahkan tidak mendengar nada bahagia pada kalimat putranya.

"Saka?"

"Iya, Ma?"

"Kalian kenapa?"

Giliran Saka yang mengernyit.

"Kenapa, Ma?" Saka balik bertanya.

Aini menggeleng. Masih dengan kening berkerut dia kembali bertanya, "Kamu sama Nay baik-baik saja, kan? Kalian nggak sedang berselisih, kan?"

Terhenyak mendengar pertanyaan Aini, Saka menarik napas dalam-dalam kemudian menggeleng.

"Kami baik-baik saja kok, Ma."

"Yakin?"

Saka mengangguk cepat.

"Kalau begitu, kenapa kalian nggak bareng datang ke sini? Kenapa kamu nggak ngajak istrimu?" selidik Aini.

"Ya, karena Saka mau ketemu Mama dan Nay masih sibuk. Eum ... nanti deh, kita pasti datang bareng, Ma."

Aini memindai wajah sang putra, sebagai ibu dia meragukan ucapan Saka. Dia kenal betul siapa dan bagaimana putranya, dan tentu saja dia tahu seperti apa Naysilla.

"Udahlah, Ma. Saka sama Nay nggak kenapa-kenapa kok."

"Kalau memang nggak kenapa-kenapa, Mama  telepon Naysilla sekarang."

Saka menoleh, terkejut dengan keputusan Aini.

"Mama, Naysilla sibuk, Ma."

Aini menggeleng sambil tersenyum.

"Mama tahu bagaimana menantu Mama itu. Dia paling tidak bisa mengabaikan permintaan Mama."

**

Terima kasih sudah berkunjung dan setia💚🙏

Boleh colek jika typo ya 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top