Part. 2 - The Ubersexual Man

WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Written by. Sheliu.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Hari Senin. Satu-satunya hari yang membuat Neil merasa tidak senang dengan aktifitasnya di kantor. Selain karena banyaknya laporan yang harus dibuat, ada rapat internal yang harus dihadiri. Tentu saja, dia harus melakukan presentasi tentang profit yang tidak terlalu memberi banyak perkembangan di setiap minggunya.

Bekerja di salah satu perusahaan manufaktur terbesar di ibukota, dengan jabatan sebagai kepala Accounting & Finance, tentu saja tidak mudah. Jam kerjanya tidak seperti orang kebanyakan dan pulang tepat waktu hanyalah angan-angan belaka. Bisa pulang di jam tujuh malam adalah anugerah yang jarang didapatkan, apalagi jika itu mendekati akhir bulan.

Meski memiliki beberapa asisten dalam melakukan pekerjaannya, tapi tetap saja, jika satu orang saja tidak ada, maka beban pekerjaannya bertambah. Salah satunya, Erika Saptono, asisten yang membantunya dalam membuat setiap laporan pengeluaran, sedang menjalani cuti melahirkan yang baru berjalan satu minggu. Tentunya, pekerjaan Erika untuk sementara ditangani olehnya.

Baru satu minggu. Yeah. Satu minggu, dan Neil sudah harus menggeram setiap kali menerima data pengeluaran dari kepala divisi, terutama dari asisten direktur marketing yang sangat berantakan dan tidak tahu caranya membuat sebuah laporan dengan benar. Satu kali Neil pernah memberi berbagai catatan kecil di setiap lembar tagihan untuk diperbaiki, tapi kembali tanpa adanya revisi. Neil masih paham jika mungkin saja asisten itu sangatlah sibuk untuk membuat revisi yang diinginkan.

Kedua kali, Neil melakukan hal yang sama dan tetap tidak ada perubahan. Dan hari ini adalah kali ketiga, kesabaran Neil sudah terkikis. Di setiap Senin pagi, dia akan menjadi orang yang datang lebih awal untuk mengecek berbagai laporan sebelum rapat internal dimulai. Semuanya tidak ada masalah, hanya ada satu urusan kecil yang membuat Neil tidak tahan untuk segera menghampiri asisten sialan itu yang sama sekali tidak memberi respon, meski sudah diberi catatan sejak Jumat lalu.

Dan ketika Neil tiba di lantai teratas, menuju ke sebuah meja kerja yang berada tepat di depan ruangan direktur marketing, disitu dia bisa melihat seorang wanita muda yang tampak sibuk bercermin. Neil tidak terlalu banyak bersosialisasi dengan para pekerja di perusahaan itu, tapi Neil cukup tahu tentang kabar yang berhembus di sekeliling, karena para asistennya sangat rajin untuk bergosip di sela-sela jam kerja, dan Neil tidak sengaja mendengar.

Adapun Ayle Roseline, asisten pribadi direktur pemasaran yang baru bekerja beberapa bulan, sudah menjadi pusat perhatian karena berwajah cantik dan bertubuh molek. Sering memakai pakaian yang sepertinya kurang bahan dan terlalu ketat untuk dijadikan pakaian kerja. Sayangnya, Neil tidak pernah merasa tertarik kepada wanita yang sama sekali tidak bisa menghargai diri sendiri dan terus mempertontonkan tubuhnya pada pria yang sudah pasti menatapnya dengan sorot mata lapar, seperti ingin memakannya hidup-hidup.

Tapi itu tadi. Yeah. Tadi sebelum Neil bertemu dengan wanita itu. Sekarang? Atau ketika Ayle tiba-tiba mencium bibirnya, penolakannya entah menguap kemana. Aroma floral yang menguar dari wanita itu, membuat napas Neil memberat. Meski kaget, juga tidak percaya, tapi Neil tidak bisa mengabaikan sorot mata penuh damba yang ditampilkan wanita itu. Sorot mata yang memohon untuk diberi kepuasan karena sempat tertunda oleh kedatangannya yang menghentikan kegiatan mesumnya dengan salah satu pria dari divisi marketing.

“Mmm, sori, itu… tadi…” Ayle tampak salah tingkah, terlihat bingung, dan mungkin bisa dibilang tidak menyangka akan menciumnya begitu saja.

Neil memperhatikannya selama beberapa saat, menilai paras wanita itu yang memang sangat cantik, bahkan terlihat menyakitkan. Satu ide terlintas dalam benak untuk memberi pelajaran pada wanita sialan yang sudah mengabaikan pekerjaannya, yang begitu berani membalasnya dengan ucapan tidak sopan, dan dengan lancang menciumnya tadi.

Masih ada sedikit waktu sebelum rapat dimulai dan Neil tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Tanpa berkata-kata, Neil menarik wanita itu keluar dari toilet dan menyeretnya ke sudut terjauh di koridor menuju ke pintu exit, lalu membuka pintu itu dan membawanya ke tangga darurat.

“I-Ini mau ngapain sih? Kenapa jadi bawa gue ke…”

Cup! Neil memberi kecupan ringan di bibir itu, membuat Ayle tersentak kaget sambil menatapnya bingung.

Fyi, saya nggak suka sama cewek sembarangan,” ucap Neil datar sambil membuka kacamata minus-nya dan memasukkannya ke dalam saku kemeja. “Tapi rasanya perlu dicoba sesekali, buat ganti suasana.”

“Maksud lu apa?” sembur Ayle marah.

Satu tangan besar Neil sudah mendarat di dada Ayle dan mendorongnya mundur, hingga punggungnya membentur dinding. Wanita itu hendak mengeluarkan suara tapi Neil sudah lebih dulu bergerak untuk membungkam bibir sialan itu dengan ciumannya yang kasar.

Shit! Harus diakui jika mencium bibir Ayle cukup membuat Neil hilang ingatan selama sepersekian detik. Bibirnya terasa lembut, juga manis, dan begitu pas dalam hisapannya. Erangan terdengar dari Ayle, dengan mudahnya terangsang lewat hanya ciuman Neil yang belum seberapa. Bitch, batinnya. Apakah wanita muda di zaman sekarang, benar-benar melupakan harga diri dengan memiliki napsu murahan seperti ini?

Tangan besar Neil yang menekan dada Ayle, kini bergerak turun dan menangkup satu payudaranya secara penuh, tidak perlu dijelaskan lagi jika wanita itu tidak memakai bra di balik terusan satin berwarna gelap. Meski ada blazer yang dijadikan lapisan luar untuk menutupi lekuk putingnya, namun itu sama sekali tidak berarti.

Ah,” desah Ayle ketika ibu jari Neil mulai memainkan putingnya yang sudah begitu keras, seiring dengan lidahnya yang meliuk liar di dalam rongga mulutnya.

Engghhh,” kembali Ayle mendesah, kali ini sambil mengusap kepala Neil, dan menjambak rambutnya dengan gemetar.

Satu kaki Ayle terangkat dan dikaitkan pada pinggang Neil, lalu mendesakkan tubuhnya seolah menginginkan lebih. Wanita itu sudah sepenuhnya bergairah, terbukti ketika satu tangan Neil yang bebas meluncur ke bawah dan mengusap titik sensitifnya yang sudah begitu basah dari balik celana dalam satinnya.

“How it feels, Bitch? Do you want me to fuck you, huh? Here?” bisik Neil dengan suara mengetat sambil menatap Ayle tajam.

Ayle mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya. “Please.”

“With what? My finger? Or.. my dick?” balas Neil sambil mengarahkan satu tangan Ayle untuk mengusap ketegangannya, sukses membuat mata Ayle melebar kaget.

Neil menyeringai puas melihat kekagetan Ayle sekarang. Tidak hanya Ayle, tapi setiap wanita yang pernah digagahinya. Memiliki ukuran penis di atas rata-rata adalah kebanggaan tersendiri bagi Neil, tentunya jaminan kepuasan yang akan memberi pengalaman tak terlupakan adalah hal yang selalu diinginkan setiap wanita yang pernah melakukan seks dengannya.

“Fuck me, please!” mohon Ayle sambil memijat naik turun ketegangannya dari balik celana kerja.

Neil mendengus dan kembali mengarahkan tangan pada titik sensitifnya, menyelipkan satu jari ke celah celana dalam untuk memberi akses baginya menyentuh lebih banyak, merasakan betapa basahnya Ayle sekarang, dan tanpa ragu, Neil memasukkan jari tengahnya ke dalam tubuh Ayle.

Tidak menyangka jika wanita itu masih terasa begitu sempit, meski baru memasuki satu jari ke dalamnya. Erangan Ayle kian memberat dan napasnya semakin memburu ketika Neil mulai memompa tubuhnya dengan gerakan teratur.

“Ah, ah, please,” desah Ayle dengan nada memohon.

Neil menyaksikan betapa wanita itu bergairah, begitu sensitif pada sentuhannya, dan tampak liar dalam ekspresi yang begitu nikmat. Seperti pria normal pada umumnya, Neil menyukai bagaimana wanita memohon dan mendesis di waktu yang bersamaan, berharap untuk segera dimasuki. Tapi tidak sekarang. Tidak di tempat seperti ini. Juga tidak dengan wanita sialan ini.

Persis ketika Ayle hendak mencapai puncaknya, di situ alarm ponsel yang ada di saku celana berbunyi, dan Neil spontan menarik jarinya, menjauhkan diri dari Ayle, lalu meraih satu tangannya untuk membantunya berdiri.

“Lu itu apa-apaan sih?” protes Ayle dengan napas terengah-engah, yang berusaha untuk berdiri dengan benar, meski tubuhnya masih bergetar oleh gairah.

Tanpa merasa berdosa, Neil mengambil sapu tangan dari saku, membersihkan jari tengahnya yang lengket oleh cairan gairah Ayle, dan diakhiri dengan memakai hand sanitizier untuk membersihkan dua tangannya sampai batas siku. Sudah menjadi kebiasaan lama untuk selalu membawa sanitizier, kemana pun dirinya pergi.

“Brengsek lu!” maki Ayle yang mulai kembali normal.

Masih dengan ekspresi biasa saja, Neil membuang sapu tangannya ke tempat sampah yang ada di sudut dekat tangga, lalu mengambil ponsel dari saku celana untuk mematikan alarm-nya. Sebagai seorang yang penuh perhitungan, yang juga sangat menghargai waktu, Neil selalu memasang alarm di ponsel sebagai pengingat agar tepat waktu.

“Rapat akan dimulai lima menit lagi, pastikan kamu udah revisi klaim reimbursement sesuai yang saya mau,” ujar Neil sambil memakai kacamatanya kembali, dan menatap Ayle dengan tatapan meremehkan.

“Lu bakalan nyesel karena udah bikin gue marah!” desis Ayle geram, sambil membetulkan pakaiannya.

Neil menyeringai hambar dan tampak tidak mengindahkan ancaman Ayle barusan. “Nggak cuma kamu yang bisa marah, karena bukan saya yang mulai duluan.”

“Lu…”

“Dan satu lagi, saya nggak mau ada kesalahan lagi dalam pengajuan klaim reimburse yang kamu buat. Terhitung satu minggu, udah ada tiga kali kesalahan dan nggak ada perbaikan,” sela Neil tajam.

Ayle mendengus tidak suka. “Udah jadi tugas keuangan buat benerin kali, masa mesti gue juga?”

Terbersit keinginan yang sama seperti tadi, Neil mencengkeram rahang Ayle, mendongakkannya sedikit untuk memberi ciuman kasar agar mulut sialan itu tidak terus mengeluarkan bantahan yang semakin membuatnya gerah.

Dia menyesap keras, dibalas dengan gigitan yang tidak kalah keras dari Ayle, seolah wanita itu memang adalah lawan yang tangguh, yang tidak gentar untuk memenangkan setiap pertarungan. Lucunya, meski begitu berani dalam melawannya, tetap saja Ayle akan kalah dalam erangan yang tidak sanggup ditahannya ketika Neil memperdalam ciumannya.

Beberapa detik berlalu dan Neil mengakhiri ciuman itu dengan hisapan keras di bibir bawah Ayle sambil menariknya hingga terlepas. Keduanya saling bertatapan dalam ekspresi yang sama, yaitu amarah bercampur gairah yang tertahan.

“Gue akan bener-bener bikin lu nyesel,” ucap Ayle dengan penuh penekanan.

Neil mengangkat bahu, masih dengan ekspresinya yang datar. “Terserah.”

Setelah itu, Neil meninggalkan Ayle di sana, tidak menoleh ke belakang sampai tiba di ruangannya. Sama sekali tidak merasa harus memikirkan apa yang sudah dilakukannya karena perhatian Neil sudah sepenuhnya pada berkas-berkas yang harus dibawanya. Waktu sudah sangat singkat dan tidak ada kesempatan untuk sekedar meneguk air putih.

Tiba di ruang rapat, semua kepala divisi sudah berkumpul dan duduk di kursi masing-masing, begitu juga dengan Neil. Direktur utama, yaitu Pak Gatot, selalu menjadi orang terakhir yang datang bersama dengan para direktur lainnya, berikut dengan asisten masing-masing.

Tidak mengindahkan kedatangan Ayle, Neil sudah membuka berkas-berkas bawaannya, bersiap untuk menyiapkan laporan yang akan dipresentasikan, dan tertegun ketika sebuah map mendarat tepat di atas berkasnya. Spontan mendongak dan mendapati Ayle sedang tersenyum manis di sana, lalu meninggalkannya untuk duduk di kursinya tanpa berkata apa pun.

Neil hanya mendengus pelan dan membuka map yang diberikan Ayle. Matanya melebar sesaat lalu kembali normal, meski dalam hatinya sudah mengumpat kasar. Isi dalam map bukanlah revisi yang diinginkan, melainkan satu bundle laporan yang dikembalikan padanya dengan sebuah note yang ditempelkan di depan.

“Ada tambahan satu tagihan buat lu yang baru aja gue masukin, karena baru pesen via online tadi. Lipstick Chanel Rogue Coco kesayangan gue habis, dan tadi ada yang hapusin lipstick di bibir gue pake lidahnya.”

Shit!


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Apakah part ini cukup membuatmu puas?
Hah? Belom?
Gih sana, praktek aja sendiri 🤣

Next part goes to AndienWintarii




12.04.2020 (10.33 AM)
P.S. Hormat sama kepala suku Mom_Indi 🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top