Bab 2

Satu kardus ukuran sedang ditumpuk bersama kardus-kardus lain dalam bagasi mobil Toyota Yaris warna putih. Ian menghitung jumlah tas dan kardus yang telah ia masukkan ke mobilnya.

"Sudah semua, 'kan?" tanya Aaron dari belakang Ian. Suara Aaron tidak begitu jelas terdengar karena dia berbicara sambil mengunyah kacang telur. Kacamata hitam yang bertengger di pangkal hidung Aaron membuatnya terkesan akan liburan, sangat santai.

Ian menutup bagasi mobilnya lalu berkata, "Yang berat sudah sih. Aku ambil backpack sebentar, ya."

Selagi Ian mengambil tas punggungnya, Aaron bersandar pada mobil Ian sambil memandangi unit apartemen yang selama ini dia dan Ian tempati. Tak terasa akan tiba saatnya Aaron harus tinggal sendiri di sana. Ian akan pindah ke rumah miliknya sendiri atas permintaan orang tuanya.

Aaron menebak kalau ayah Ian yang terlihat begitu baik sampai mau membelikan anaknya mobil dan rumah sebenarnya memiliki motif lain. Dia ingin Ian mulai mempersiapkan diri membuka praktik di rumahnya sendiri setelah lulus kuliah dan punya cukup pengalaman.

"Cuma di lantai empat, tapi kalau bawa banyak barang buat pindahan capek juga ya ternyata," gumam Aaron.

"Ian pindah hari ini, ya?"

Suara wanita yang lembut tiba-tiba terdengar di samping Aaron, tidak asing sama sekali. Spontan, Aaron berbalik dan melepas kacamata hitamnya.

"Eh, Sarah. Iya nih mau pindah sekarang dia. Lagi ambil tas di atas."

Gambaran Aaron yang biasanya berandalan seketika berubah jadi pria baik sekaligus kaku di depan Sarah. Sarah, mahasiswi semester tiga jurusan ilmu ekonomi Universitas Gadjah Mada yang cantik dan anggun secara kebetulan menjadi tetangga Aaron sejak satu tahun lalu.

Awalnya Aaron tidak begitu memperhatikan Sarah. Sampai suatu hari, ketika Aaron bertengkar dengan Ian dan terpaksa tidur di luar unitnya, Sarah datang sebagai penyelamat dengan menawarkan sofa hangat unitnya untuk Aaron bermalam. Meski pada akhirnya Ian tidak tega dan mengizinkan Aaron kembali masuk setelah lewat tengah malam.

Sejak saat itu Aaron mulai suka pada Sarah. Walaupun sekarang sembilan puluh persen kemungkinan Sarah tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya, Aaron yakin suatu hari nanti dia pasti bisa membuat gadis baik hati itu menyukainya balik.

"Wah nanti jadi sepi ya berarti," ucap Sarah diikuti senyum manis lesung pipitnya. "Kamu nggak mau pindah ke apartemen studio kah?"

"Nggak nih aku suka tempat yang luas hehe. Nanti juga butuh banyak ruang buat bikin konten."

"Oh iya! Aku nonton Live kamu loh kemarin. Nggak dari awal sampai akhir sih, cuma sebentar aja pas kamu nge-hack gitu. Keren banget!"

Kalau dipuji oleh orang lain, biasanya Aaron akan membusungkan dada dan dengan senang hati menerimanya. Tapi rasanya beda lagi kalau Sarah yang memberikan pujian, apalagi secara langsung seperti sekarang. Aaron bingung harus bereaksi seperti apa yang berujung salah tingkah.

"O-oh itu ya. Hehe makasih ya Sarah...."

Kayanya kurang deh kalau makasih doang. Tapi haru gimana lagi dong nggak tau, pikir Aaron dalam hati.

Ian yang sudah mengambil tasnya akhirnya kembali.

Ian tersenyum singkat pada Sarah sebelum beralih pada Aaron dan berkata, "Yuk sekarang."

Aaron merasa bersyukur sekaligus enggan. Dia berterima kasih karena Ian menyelamatkannya dari kecanggungan sebelumnya, tapi dia agak kesal juga kalau harus pergi sekarang. Padahal dia ingin mengobrol lebih lama dengan Sarah.

"Duluan ya, Sar," pamit Aaron sambil masuk ke mobil.

"Hati-hati di jalan, ya," balas Sarah.

Mobil milik Ian melaju konstan ke sisi lain Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Mereka berhenti di depan rumah minimalis dua lantai. Gerbang yang tak begitu tinggi dengan tanda bertulis "Ada CCTV" dibuka oleh seorang pria dewasa dari dalam.

"Satpam?"

Ian tertawa mendengar pertanyaan Aaron. "Bukan lah. Dia bantu-bantu aja buat beresin furnitur."

Setelah mobil terparkir di halaman depan, Aaron dan Ian mulai mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil lalu memasukkannya ke dalam rumah. Isian rumah seperti meja, sofa, TV, bahkan kasur di kamar sudah tertata rapi. Rumah Ian tidak begitu luas, tapi juga tidak kecil. Ada dua kamar yang difungsikan sebagai kamar utama dan kamar tamu, juga satu kamar lagi yang akan Ian gunakan sebagai ruang kerja.

Butuh waktu berjam-jam bagi Ian dan Aaron untuk membereskan seluruh rumah hingga benar-benar siap huni. Ketika sudah selesai, waktu meunjukkan jam dua siang. Sudah lewat jam makan siang, tapi belum terlambat.

"KFC, 'kan?" Aaron mengingatkan hukuman Ian dengan ekspresi wajah jenaka.

"Iya, iya. Ke mobil duluan gih. Nih kuncinya." Ian melemparkan kunci mobil pada Aaron tanpa mengalihkan pandangannya sam asekali dari komputernya. Ian masih harus mengatur tiap kabel yang ada di meja kerjanya dengan rapi untuk mencegah hal buruk terjadi di masa depan.

"Oke." Tanpa pikir panjang Aaron langsung keluar dan menghitupkan mobil Ian.

Ketika Ian selesai dengan urusan kabelnya, notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Ian memang agak kesal karena harus mentraktir Aaron makan karena kalah, bukan karena berterima kasih untuk bantuannya, tapi tak sampai membuatnya kehilangan kontrol atas ekspresi wajahnya. Namum pesan yang baru masuk ini dalam sekejap berhasil mengubah ekspresi wajah Ian. Senyum profesional yang biasanya menghiasi wajah blasteran Indo-Australia Ian luntur, digantikan dengan wajah serius yang jarang ia tampilkan. Sampai Aaron mulai kehilangan kesabaran dan melakukan spam chat, Ian baru beranjak dari tempatnya.

Di restoran KFC terdekat, Aaron sama sekali tidak sungan dalam memesan. Satu paket nasi ayam dan coca cola untuk main dish, extra chicken strips, french fries ukuran besar untuk camilan katanya, lalu ditutup dengan puding susu lembut. Ian curiga kalau Aaron akan memesan es krim setelah pudingnya habis. Di sisi lain, Ian hanya memesan hot cappuccino dan satu buah donat cokelat.

"Wah kenyang banget. Hari ini bakal jadi hari terbaik tahun ini!" ujar Aaron sebelum menyeruput pudingnya.

Ian yang semula perhatiannya tersedot layar ponsel mulai menatap Aaron dengan satu alis terangkat. "Berterima kasihlah pada Yang Mulia Ian."

"Hahaha! Makasih, Bro. Aku kalau bayar sendiri mana mungkin beli sebanyak ini."

"Kamu belum dapet notif dari '00'?" tanya Ian tiba-tiba.

"Oh, iya nih. Nggak tahu kapan." Aaron selesai dengan semua makanannya dan sekarang ia membereskan meja.

Baru saja dibicarakan, Aaron mendapat email berwaktu dari LadyBug. Aaron buru-buru membuka email yang akan hilang dengan sendirinya dalam waktu dua puluh empat jam itu. Di luar dugaan, email itu hanya berisi ucapan selamat dan "Semoga Beruntung" dalam bahasa inggris. Ada satu file PNG sebagai lampiran email. Aaron mengerutkan dahinya, heran. Lezatnya makanan hasil traktiran Ian seolah tak berbekas.

Baik Ian dan Aaron kemudian mendapat notifikasi email lain yang menyatakan kalau "Down There" telah dibuka secara mendadak. Aaron dan Ian saling tatap sebentar, menimbang apakah mereka akan membuka forum itu dengan ponsel masing-masing atau cepat-cepat pulang dan membuka komputer. Bukan berarti mereka tidak bisa mengakses forum tersebut lewat ponsel, hanya saja ponsel mereka sering digunakan untuk keperluan pribadi sehingga resiko mengakses forum seperti "Down There" lebih besar dari pada mengaksesnya lewat komputer.

"Gas?" tanya Ian.

Aaron memilin bibirnya lalu berkata, "Yuk."

Mereka pun akhirnya me-setting ponsel mereka dan akhirnya masuk ke "Down There". "Down There" sudah ramai. Orang-orang di sana membicarakan tes yang LadyBug berikan pada Aaron.

[At] : 00 bilang tes pertama sudah dikirimkan

[Ru] : apa @Em online ? Aku punya pertanyaan

[Ec] : dia tidak akan menjawab pertanyaanmu

[Tv] : tesnya seperti apa ?

[En] mungkin teka-teki internet biasa

[Hf] tidak mungkin biasa

[De] : seperti Cicadas ?

[Ty] : tidak mungkin

[Ol] : @Em di mana kamu ?

Ian membaca singkat pesan-pesan yang berseliweran di sana sebelum memandang Aaron dan bertanya, "Katanya belum dapet?"

"Hm? Baru tadi kok, asli. Tadinya mau seneng gitu kan tapi emailnya aneh."

Dari jawaban Aaron, Ian berpikir keanehan pada email itu yang membuat suasana hati sahabatnya berubah drastis.

"Aneh gimana?" tanya Ian.

"Hm.... Nanti aku tunjukin," Aaron mengambil jeda sebentar sebelum mengubah pikirannya. "Sekarang aja deh. Kamu jangan keluar dari 'Down There', ya. Biar kita bisa pantau di sana juga."

"Oke," jawab Ian singkat.

Aaron pun keluar dari "Down There" dan email sebelumnya. Ia menunjukkan email itu pada Ian.

"Nih cuma gini aja."

Ian memandang layar ponsel Aaron yang menampilkan sebuah email dengan pesan singkat dan lampiran gambar.

"Kamu udah buka gambarnya?" tanya Ian.

"Belum. Tadi mau buka tapi keburu ada notif lain."

"Buka aja."

"Oke."

Aaron mengeklik lampiran tersebut. Beberapa detik kemudian proses mgnunduh selesai. Saatnya memilih aplikasi untuk membuka file. Ketika akan dibuka, ponsel Aaron tiba-tiba menjadi gelap. Lalu animasi merk ponsel Aaron terlihat. Ponsel Aaron ter-restart otomatis.

Aaron bingung dengan peristiwa itu. Begitupun Ian yang sedari tadi memperhatikan Aaron. Mereka kembali saling tatap, bertanya dalam diam apakah salah satu dari mereka mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun tidak satu pun dari mereka yang memahami situasi ini.

Ian buru-buru melihat ponselnya sendiri yang mana masih menampilkan percakapan anggota "Down There", barangkali bisa menemukan sesuatu di sana. Sayangnya tidak ada petunjuk sama sekali. Mereka mulai berhenti membicarakan tentang Aaron karena ia tak muncul sama sekali.

Ruang percakapan "Down There" hanya dibuka selama sepuluh menit di jam dan hari yang tak terjadwal. Untuk itu, sepuluh menit di "Down There" menjadi sangat berharga, apalagi untuk orang-orang dengan kepentingan khusus seperti "00" yang memberikan pengumuman, atau anggota lain yang sekadar ingin menambah relasi dan partner kerja sementara. Jadi tidak mungkin sekelompok orang akan membicarakan kepentingan orang lain terus-menerus selama sepuluh menit.

Sikap Ian yang diam sudah cukup menjelaskan kalau tidak ada petunjuk di ruang percakapan itu.

"Rusak?" Maksud Ian adalah ponsel Aaron.

"Nggak lah. Ini sudah nyala. Aku coba lagi. Mungkin tadi nggak kuat karena habis buka deep web."

Aaron mencoba membuka gambar itu lagi, tapi ponselnya kembali restart. Di "Down There", bot chat AI memberi pengumuman berupa sandi ASCII yang jika diterjemahkan menjadi "00". Tanpa keterangan tambahan apapun.

Sekarang "Down There" ramai dengan pertanyaan seputar pengumuman tersebut.

[Es] : apa maksudnya..

[Ly] : apa ini ?

[Kw] : ada apa ?

[Ed] : huh

[En] : pengumuman apa

[Cb] : @En aku kira kau adalah @Em

[Df] : ke mana dia @Em

[Vn] : sama

[Aa] : mungkin pengumuman itu untuk @Em

Pesan terakhir membuat jeda di forum hening sebentar sebelum satu anggota yang terkenal cerewet memulai kembali keramaian percakapan.

[Wm] : oke panggil dia @Em

[Sf] : diam dasar watermark

[Xd] : jangan berisik nanti @Em tidak bisa melihat pesan @Aa

[Cv] : @Aa sangat jarang muncul, bisa jadi yang dia katakan benar

"Bagaimana menurutmu?" tanya Ian langsung pada Aaron.

Aaron menghela napas panjang sembari menyandarkan punggungnya ke kursi. Matanya menatap ponsel yang kini sudah selesai melakukan restart di tangan.

"Entahlah. Aku juga tidak tahu apa maksudnya."

"Mungkin kamu diminta menghubungi '00' secara langsung?" tebak Ian.

"Mana mungkin. Nggak ada cara untuk menghubungi '00' di luar forum. Tidak ada yang tau nama penggunanya di website lain apalagi identitas aslinya."

Waktu di "Down There" sudah habis. Akun Ian keluar secara otomatis, bertepatan dengan bunyi alarm yang disetel pukul setengah empat sore.

"Ada acara?" tanya Aaron yang ikut mendengar suara alarm Ian.

"Oh, kerja kelompok. Jam empat sih."

"Ya sudah balik aja. Anterin aku dulu tapi."

"Siap. Sorry ya nggak bisa ikut bantu," kata Ian sambil membereskan barang-barangnya.

Di rumah, Aaron mengabaikan ponselnya selama berjam-jam. Aaron memainkan game ringan sampai pukul sebelas malam. Akhirnya Aaron bisa duduk dengan tenang di depan komputernya dan mulai mengecek ponselnya yang telah selesai di-charge.

Ada pesan dari seseorang dengan nama "Manager-Editor Lukas". Pesan tersebut sangat singkat, padat, dan jelas, dikirim dua jam yang lalu.

"'Cek email'?" Aaron bertanya-tanya.

Seingat Aaron, dia tidak pernah memberi tahu Lukas tentang email dari LadyBug.

Email apa? balas Aaron.

Email kerja. XXS lagi cari ambassador. Kamu dapet tawaran.

Tak butuh waktu lama bagi Aaron mendapat balasan dari Lukas. Plus satu stiker yang mengekspresikan rasa sebal dan lelah yang Lukas rasakan sekarang.

Aaron bukan seorang maniak game, tapi bukan berarti dia asing dengan hal-hal semacam itu. Apalagi kalau sudah bawa-bawa uang, Aaron seolah berhasil mengaktifkan seratus persen kemampuan otaknya. Apalagi perusahaan sebesar XXS yang belakangan ini sering jadi bahan perbincangan para gamers.

Tidak perlu bertanya, Aaron langsung tahu kalau dia akan diminta mempromosikan game terbaru mereka, "The Last Island". Game survival zombie yang sudah memiliki banyak penggemar meski baru dirilis bulan lalu.

Aaron membuka email yang Lukas maksud. Email tersebut terlihat seperti email formal biasa dengan banyak lampiran dan proposal. Aaron tidak benar-benar membaca semuanya karena dia yakin itu tugas Lukas. Di sela-sela kegiatan baca cepatnya, perhatian Aaron tertuju pada salah satu poin yang tertera pada lembar proposal.

Batas waktu respon adalah tanggal 30 Juni pukul 23.59.

"Tanggung banget satu menit lagi jadi jam 00," gumam Aaron. Setelah mangakan itu, Aaron terdiam sebentar. Dia merasa telah mengatakan sesuatu yang penting seperti.... 00!

Pengumuman yang dibuat di "Down There" hanya berisi 00. Aaron yakin kalau 00 berarti pukul 00.00 atau dua belas tepat tengah malam. Itulah kenapa ketika Aaron akan membuka gambarnya, sistem pengunci malah memaksa ponsel Aaron untuk melakukan restart. Kurang dari satu jam sebelum pukul 00.00. Tidak lama sama sekali.

Untuk memastikan pendapatnya, Aaron kembali mencoba membuka file itu. Dan yap! Ponselnya restart lagi. Aaron menyetel alarm untuk tengah malam dan menunggu jam dua belas tepat sambil meng-scroll media sosialnya. Dia juga melihat bagaimana perkembangan channel YouTube-nya dan membaca komentar-komentar penonton. Di antara pujian dan hinaan yang ia dapat, satu komentar terlihat mencolok di mata Aaron.

[86] : 1001111

Sama sekali tidak asing, pikir Aaron. Ya, sandi ASCII yang biasa digunakan anggota "Down There" untuk berkomunikasi. Sandi tersebut berbunyi "O". Tapi apa maksudnya? Siapa orang dengan nama pengguna 86 ini?

Alarm Aaron berbunyi. Dengan cepat Aaron kembali mencoba membuka file gambar di email dan hasilnya.... ponsel Aaron restart lagi.

"Hah? Kok...?" Aaron melihat jam dinding dan benar jam dua belas tepat. Lalu kenapa tidak bisa?

Ketika ponsel Aaron selesai restart, waktu sudah meunjukkan pukul dua belas lebih satu menit. Kesal, Aaron melempar ponselnya ke meja di depannya. Dia sedikit panik dan kebingungan. Email akan hilang dalam dua puluh empat jam, begitu pun batas akhir pengerjaan tes pertama ini.

Aaron cukup frustasi sampai mencari bagaimana cara mengembalikan waktu di komputernya. Tentu saja tidak ada jawaban. Yang muncul hanyalah kata-kata mutiara yang terlalu didramatisasi.

Ada satu artikel dari luar negeri yang terselip di halaman pencarian berikutnya. Ketika Aaron membuka artikel itu, isinya adalah konspirasi tentang mesin waktu. Di akhir artikel, tertera penulis dan waktu artikel dibuat. Aaron melihat perbedaan zona waktu di sana.

Posisi duduk Aaron yang semula santai tiba-tiba jadi tegak. Perbedaan zona waktu. Bisa jadi itu adalah jalan keluar yang sedang Aaron cari. Aaron membuka email melalui komputernya karena ia sudah agak kesal dengan ponsel sialan itu. Aaron berharap bisa menemukan setidaknya alamat IP dari email tersebut.

"Haduh!" Aaron menepuk dahinya. "Ya nggak mungkin ada lah!"

Semangat Aaron turun dengan cepat. Tangan kirinya memangku pipi dengan malas. Dia merasa harus mengembalikan uang makan siang hari ini pada Ian. Undangan LadyBug pasti dibatalkan. Gagal di tes pertama, sangat tidak keren. Dia sangat bersyukur ini bukan kompetisi terbuka. Kalau tidak, Aaron yakin dia akan kehilangan banyak subscriber-nya.

Iseng, Aaron mengotak-atik email tersebut. Mengeklik sana-sini, lalu berakhir meng-inspect halaman tersebut. Ratusan baris kode di depan mata Aaron scroll perlahan. Ada beberapa karakter yang tidak seharusnya ada di sana. Satu huruf D, dua O, dua N, dan satu L.

Aaron mengambil kertas dan pulpen terdekat di mejanya. Kertas nota makanan. Tidak masalah, dia hanya akan menulis enam huruf di sana.

D - O - O - N - N - L

"Donel? Donat? Hm...." Aaron mengepalkan tangannya di depan dagu. Itu adalah posisi fokus Aaron. Tidak berubah sama sekali sejak bertahun-tahun yang lalu.

"Elnod? Nodel? Node? Don? Nol? Noldon? London? Lond.... LONDON!?" Aaron berteriak cukup keras. Satu unit yang hanya dia tinggali sendiri menggemakan suaranya.

"Oh!! LONDON! Haha! Ian aku sudah--"

Hal-hal luar biasa seperti ini selalu Aaron bagi dengan Ian. Aaron secara refleks memanggil Ian. Sudah menjadi kebiasaan baginya selama bertahun-tahun dan sekarang dia tinggal sendiri.

Menyadari kalau dia memanggil orang yang tidak ada, Aaron kembali ke komputernya. Dia mencari perbedaan zona waktu antara London dan WIB. Tujuh jam.

"TUJUH JAM!? Hhaah.... Tau gini mending tidur biar besok bisa bangun pagi."

Aaron seketika lemas. WIB lebih cepat tujuh jam. Waktu adalah emas. Aaron harus segera tidur atau dia tidak akan bisa bangun sebelum jam tujuh pagi.

Ternyata kalau tidak menyerah beneran bisa nemu jalan juga ya, ucap Aaron dalam hati sebelum pergi ke alam mimpi dengan perasaan yang lega. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top