Kos Sultan 1.6

“Yo, Taiga. Lo nggak pulang?” sapa Kousuke.

“Nggak. Aku masih ada tugas. Untung Seijuurou bolehin aku izin latihan hari ini,” balas Taiga.

“Kerjain tugas bareng kuy.”

“Skuylah.”

Taiga dan Kousuke berada di gedung fakultas yang sama namun berbeda jurusan. Di perpustakaan, mereka mengerjakan tugas. Jarum jam bergerak dan menunjukkan pukul tujuh malam. Kedua pemuda itu masih berkutat di buku masing-masing, diterangi pencahayaan satu lampu.

Selebihnya lampu perpustakaan dimatikan penjaga, biar hemat listrik katanya.

Kousuke sudah enam tahun kuliah masih saja sibuk dengan skripsi, sedang teman-teman seangkatannya sudah mapan dan memulai hidup baru. Kadang Kouske malu sekelas dengan mahasiswa-mahasiswi yang lebih muda darinya.

“Taiga, lu harus rajin-rajin belajar. Jangan kayak gue udah enam tahun kuliah nggak lulus-lulus,” nasihat Kousuke membaca ulang skripsinya yang sudah direvisi ke yang ... rahasia deh pokoknya.

“Sip, Mas. Hehe.” Taiga menyengir.

Semoga aja gue bisa cepat lulus, pengen cepat-cepat ngasilin duit. Coba aja sekarang gue dibolehin part time, pasti duit gue bisa untuk dipakai emak beli kosmetik, batin Taiga menulis di kertas double folionya.

Taiga harus giat belajar, ia ingin membuktikan pada emaknya bahwa fakultas olahraga bisa membuatnya menjadi orang yang berguna. Sebenarnya keputusan Taiga kuliah sangat ditentang emaknya, namun setelah perhitungan yang agak lama akhirnya Taiga dikuliahkan di Julikarta.

Kousuke yang lemah dalam membuat skripsi, beruntung masih punya teman-teman seperjuangan yang juga sama-sama merangkak lulusnya. Sebut saja Nebuya Eikichi. Sering sekali kedua mahasiswa itu diamuk dosen lantaran nilai yang rata-rata bertuliskan huruf C.

Heran deh mahasiswa semacam Kousuke dan Eikichi kok bisa diterima di universitas terfavorit di Kota Julikarta?

Mengherankan juga Taiga dan Daiki bisa masuk ke universitas sebagus itu.

Tumben anak FK sama anak-anak lain nggak ada, batin Kousuke. Ia mengganti tampilan microsoft word dengan game Mobile Legends di laptopnya.

Mengikuti langkah sang senior, Taiga menaruh pena di atas meja dan mengeluarkan ponsel. Larut dalam dunia free fire-nya. Meski tugas tak dikerjakan, kedua pemuda itu betah di perpustakaan.

Sekalian ngadem. Kos Sultan terlalu ramai. Sumpek dan sesak. Pakai wifi kampus lebih mantap. Di Kos Sultan karena pengguna jaringan wifinya banyak, sering lelet dan loading lama. Pernah Taiga main ff dan ter-AFK dengan sendirinya.

“Eh, Taiga. Kerjain dulu tugasnya,” tegur Kousuke menepuk-nepuk meja.

“Mager, Mas. Hehe,” balas Taiga.

“Oh, sama dong.” Kousuke tertawa garing. Laptop Kousuke dan ponsel Taiga menjadi sumber suara di perpustakaan yang lengang itu.

“Taiga, gue pesenin makanan mau nggak?” tawar Kousuke.

“Boleh, Mas. Boleh.” Taiga menjawab. Mata merahnya yang sipit masih fokus ke ponsel.

Selagi ada makanan gratis untuk apa ditolak?

Nih anak nggak ada basa-basinya, pikir Kousuke. Ia mengulurkan tangan ke sebelah kiri, menggapai ponselnya selagi mata fokus ke laptop.

Bukannya ponsel yang tersentuh oleh tangannya, justru sebuah tangan yang dingin. Kousuke menoleh ke sebelah kiri. Ponselnya diimpit oleh sebuah tangan pucat dan dingin.

Satu tangan doang tanpa pemiliknya.

Kousuke mengambil buku tebal milik Taiga dan memukulkannya ke tangan itu. “Ada apa, Mas?” tanya Taiga kaget.

“Ada kecoa. Langsung lari pas gue mukul meja,” dusta Kousuke menaruh buku tebal itu kembali di meja Taiga. Tangan yang dipukul olehnya lari terbirit-birit ke bawah meja.

Ponselnya menunjukkan tidak ada jaringan, Kousuke pura-pura memesan makanan dan kembali fokus ke permainan.

Sayang, jaringan ke laptopnya terputus. Begitu pula di ponsel Taiga.

“Mas, jaringannya putus,” ujar pemuda itu.

“Udah, biasa aja. Kerjain aja tugasnya.”

Aneh. Dari tadi nggak ada orang di sini selain kita, batin Taiga. Selanjutnya Taiga berusaha cuek.

Kousuke terpaksa memperbaiki skripsinya yang banyak dicoret-coret dosen. Kalau Kousuke tidak lulus tahun ini, bisa-bisa ia di-DO dari kampus.

Taiga menumpu wajah dan malas-malasan menulis di kertasnya. Sesekali matanya hampir terpejam.

Kali ini mata Taiga sudah tertutup sepenuhnya. Ia dikejutkan oleh tangan dingin yang menarik-narik sepatunya.

“Mas, ada tangan narik-narik kaki aku!” seru Taiga. Ia ngos-ngosan memindai keadaan sekeliling. Perpustakaan yang penuh dengan rak-rak buku terlihat seperti ruang hampa yang gelap dan hitam. Satu-satunya sumber pencahayaan dari lampu di atas kepalanya.

Apa yang terjadi?

“Udah ah. Lu mimpi kali. Makanya ngerjain tugas jangan males-malesan,” balas Kousuke.

“Tap-tapi....”

“Bacot kamu.”

Taiga kicep ditatap tajam Kousuke. Menurut, ia kembali mengerjakan tugas. Sesekali ia berteriak saat ada yang menggelitiknya, meniup lehernya, sampai lampu yang hidup mati secara esktrim.

Suhu AC kadang tinggi, kadang mati sendiri. Sesekali Taiga kedinginan merasakan suhu yang dikeluarkan AC, sesekali pula ia mengipasi diri ketika AC mendadak mati.

AC di dekat mereka sudah meledak karena hidup mati secara random.

“MAS! AYO PULANG MAS!”

“Ga mau.”

Kousuke tetap santai padahal Taiga sudah ketakutan. Ia pengin cepat-cepat keluar dari perpustakaan dan BAB di toilet Kos Sultan.

Bodo amat sama bau beraknya yang mengalahkan Daiki.

Ia sudah ketakutan. Takut berlama-lama di kampus.

“M-mas, kita keluar yuk,” ajak Taiga bergetar. Beraknya sudah sampai di ujung dan hampir keluar.

“Keluar aja kalau lo mau mati,” suruh Kousuke masih sibuk mengetik.

Anjir!

“Ta-tapi, Mas....”

Kentut pertama keluar. Kousuke tidak berkomentar apa-apa, sebelah tangannya menjepit hidung dan tangan lain mengetik.

Kentut kedua sampai kentut-kentut seterusnya keluar.

“Wah! Masih ada orang, Shin-chan!”

Pintu perpustakaan terbuka lebar. Terlihat sosok jangkung Midorima Shintarou bersama Kazunari, Atsushi, Daiki, dan Ryouta.

Seluruh lampu di perpustakaan dihidupkan Kazunari. Mengakhiri teror yang dialami Taiga dan Kousuke.

“Kalian ngapain ke sini?” tanya Taiga.

“Kabur ssu,” jawab Ryouta dan berlari masuk ke dalam perpustakaan. Ia mengambil tempat di pojok depan, tepat sekali di depan meja penjaga pustaka.

“Ngadem sama numpang wifi,” jawab Daiki.

“Dicariin Seijuurou mampus lu,” ejek Taiga, “lu juga, Ryouta. Bukan mahasiswa sini ngapain dateng?”

Namanya Taiga, nyawa sudah diujung tetap saja julid. Ia menertawakan Daiki dan Ryouta yang mengalah dan tak membalas bacotannya. Tumben sekali kedua pemuda itu tidak mengajaknya bergelut.

“Ngerjain tugas. Kuy, Shin-chan.”

Shintarou dan Kazunari melangkah di rak-rak buku kedokteran. Daiki dan Ryouta memainkan ponsel mereka, Atsushi juga menonton vlog kuliner dan memakan camilan yang baru ia beli.

“A-aku ke toilet dulu, Mas,” pamit Taiga karena hasrat defekasi yang tak tertahankan.

“Ada yang mau gue omongin, rapikan barang lo,” bisik Kousuke cepat.

Terburu-buru mengemasi barang-barangnya, Taiga menyandang tas dan memegangi perutnya yang semakin sakit. Kousuke juga memasukkan laptop ke dalam tas dan keluar dari perpustakaan.

Satu persatu mahasiswa-mahasiswi lainnya masuk ke perpustakaan. Tentu mahasiswa-mahasiswa itu orang-orang yang Taiga dan Kousuke kenal. Seperti Eren, Jean, Connie, Sasha, Rize, Eto, Ken, Hide, dan teman-teman seangkatan Kousuke.

Anehnya Kousuke disapa teman-temannya dan justru ia hanya diam tanpa membalas.

“Kita harus keluar dari kampus,” titah Kousuke saat mereka keluar dari perpustakaan.

“Tapi, Mas-”

“Nggak ada tapi-tapian.”

Taiga mengaduh dan keringatnya semakin banyak karena menahan rasa sakit perutnya yang melilit. Kousuke berlari duluan, terpaksa Taiga mengikuti. Mengapa seniornya bertingkat sangat aneh?

Mereka keluar dari wilayah kampus dan mampir di kafe terdekat. Di sanalah Taiga melepas seluruh hasrat yang tertahankan. Benar-benar lega.

Keluar dari toilet, Taiga lupa mengerjakan tugasnya dan memesan nasi goreng jumbo spesial beserta segelas soda dingin.

Cih, malah bawa uang dikit, gagal makan banyak. Tapi enak juga nyender di sini, dumel Taiga dalam hati. Ia bersandar di sofa yang mampu menampung empat orang.

“Taiga, ada yang mau gue omongin.” Kousuke memulai ujarannya.

“Apa, Mas?”

Taiga kembali asyik dalam permainannya.

“Jauhin tuh HP dulu.”

“Dikit lagi, Mas.”

Kousuke menunggu. Sekitar lima menit dan pesanan mereka tiba, baru Taiga menaruh ponsel di atas meja.

“Btw aku tadi ambil buku pustaka, belum ngasih tahu penjaga,” ujar Taiga menyuap nasi gorengnya.

“Biarin aja,”--Kousuke menyendok nasi--“btw lo mau tahu kenapa tadi jaringan tiba-tiba mati? Gue mukul meja? Lo diganggu?”

Taiga menggeleng dan memotong selada di piring. “Lo harus tahu,” desis Kousuke meninju meja pelan.

“Ap-apa, Mas?”

Taiga jadi gugup kena marah Kousuke yang menatapnya tajam.

“Tadi portal pembatas dunia manusia dan dunia gaib terbuka.”

“Hah?”

Tunggu ... ini bukan kisah-kisah horor seperti yang dibahas youtuber-youtuber kesukaan Tatsuya 'kan?

“Pas baru di perpustakaan gue mulai curiga. Cuma ada kita di sana. Lampu yang hidup cuma satu. Awalnya sih normal-normal aja, sampai gue mau ambil hp eh yang kepegang malah tangan nggak ada pemiliknya,” cerita Kousuke.

“Serius, Mas?” Taiga nyaris tersedak, ia pikir tadi kecoa asli yang dipukul Kousuke. Tubuhnya mulai menggigil. Bukan karena AC, melainkan cerita yang dibeberkan Kousuke.

“Pas gue mau mesan makanan, jaringan tiba-tiba nggak ada. Gue juga digangguin sama penunggu di sana, ekhem,”--jeda sebentar--“tapi, kalau ditanggepin mereka bakal makin ganggu, makanya gue diam aja.”

Taiga menggigiti sendok, ia mulai ketakutan. Taiga tetap mendengar, ia ingin tahu apa yang terjadi pada dirinya tadi.

Pantas saja Taiga semakin gencar diganggu saat berteriak-teriak mengadu ke Kousuke.

“Tadi yang bukain pintu bukan Kazunari asli. Gue suruh lo buru-buru tadi gara-gara kita mau diseret ke dunia lain.

“Makhluk-makhluk di sana sengaja menyerupai teman-teman kita supaya kita tetap bertahan di sana, sengaja bikin kita ngerasa aman. Nanti mereka berubah wujud dan nyeret kita ke dunia mereka.”

“APAAAAA? IH, SEREM BANGET! TERUS TADI ITU BUKAN RYOUTA SAMA DAIKI ASLI 'KAN?”

Taiga mengabaikan tatapan aneh pengunjung.

“Iyap, bener.”

Kousuke membenarkan ceritanya. Taiga mengatur napasnya yang pendek-pendek, ia menegak soda. Saking takutnya, Taiga mengabaikan sensasi hangus di tenggorokan. Butuh waktu dua menit, Taiga kembali bernapas dengan normal.

Tubuhnya masih bergetar. Ia tak menyangka orang-orang yang dilihatnya adalah makhluk yang sudah mati. Pantas saja sifat Daiki dan Ryouta sedikit berbeda. Mereka lebih banyak diam. Setelah ini Taiga berjanji takkan pergi lagi ke perpustakaan.

Dulu alasannya jarang ke perpustakaan karena Taiga malas belajar. Kini alasannya berubah. Ia takut dibawa ke dunia lain.

“Kok Mas tetap santai tadi?” tanya Taiga. Ia masih takut, terbayang-bayang oleh gelapnya perpustakaan dan gangguan-gangguan yang menimpanya.

“Karena gue salah satu roh di perpustakaan yang belum balik ke dunia gaib.”

Taiga menengok ke bawah, kaki Kousuke tidak menapak di tanah dan di saat itu Taiga ingin terbang ke surga.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top