First Love

"Basahi dulu ujungnya, biar gampang masukinnya."

Dia melakukan apa yang diperintahkan. Setelah ujungnya basah, baru dia memasukannya dengan mudah. Setelah bisa menyatu, dia masukan ujungnya yang lancip itu lebih dalam.

"Ah," desahnya kesakitan.

"Maaf."

"Makanya hati-hati. Itu ujungnya lancip. Kalau mengenai dadaku sakit."

"Iya. Maaf."

"Prilly ...." Suara lembut wanita paruh baya muncul dari ambang pintu.

"Iya, Mi," jawab gadis yang duduk diam sambil memerhatikan Ebie, asisten rumah tangga, memasang kancing baju seragamnya yang tadi lepas.

"Sudah selesai masang kancingnya?" tanya Hesty, mami Prilly.

"Sebentar, Mi."

"Mami tunggu di meja makan, ya?"

"Iya, Mi."

Hesty berlalu meninggalkan kamar Prilly. Ebie sangat hati-hati memasangkan kancing seragam Prilly. Tadi saat Prilly ingin mengancingkan baju, tiba-tiba kancingnya terlepas. Maka dari itu sekarang Ebie membantu memasangkan kancingnya, tanpa Prilly melepas baju seragam karena waktu sudah mepet.

"Sudah selesai, Non," ujar Ebie lalu membereskan benang dan jarumnya.

"Makasih, ya, Bi," ucap Prilly sambil mengecek kancing baju yang tepat berada di dadanya itu.

Prilly tersenyum melihat hasil kerja Ebie yang rapi. Prilly gadis yang selalu menunjukan keceriannya. Dia tak pernah menunjukan kesedihan di depan orang. Dia hanya memiliki dua cara untuk memuntahkan segala perasaannya yang tertahan dan unek-uneknya. Diary dan sahabatnya, Rana.

Prilly hobi menulis. Baginya dengan cara menulis membuat dia mudah untuk mengeluarkan curahan hatinya. Kertas dan pena setiap malam setia menemaninya sebelum tidur. Penanya tak pernah absen menari di atas kertas. Coretan sederhana yang mengisahkan kesehariannya.

"Ayo, Non, kita keluar. Nyonya pasti sudah menunggu di ruang makan," ajak Ebie setelah merapikan alat jahitnya.

Ebie mendahului Prilly keluar dari kamar. Prilly merapikan penampilannya di depan cermin lemari yang lebar. Seragam putih abu-abu sudah rapi melekat di tubuhnya. Rambutnya dikucir kuda, bedak tipis dan lipgloss menyempurnakan penampilannya sebagai remaja yang masih duduk di kelas XI sekolah menengah atas.

Setelah memakai lipgloss, Prilly memonyong-monyongkan bibirnya di depan kaca, seperti ingin mencium. Dia terkikik sambil menutup mulut melihat bayangan bibirnya yang lucu.

"Semangat Prilly! Selalu tersenyum, biar cantiknya nggak luntur. Biar awet muda dan imut terus." Lagi-lagi Prilly terkekeh sendiri saat berbicara dengan bayangannya di depan cermin.

Inilah sosok gadis ceria dan selalu bersemangat dalam kesehariannya. Dari sifatnya itu, dia memiliki banyak teman dan disukai semua orang.

"Prilly!" Panggilan Hesty dari lantai bawah.

"Iya, Mi!" Mendengar suara nyaring dari maminya, Prilly bergegas turun.

"Kalau terlambat masuk sekolah bagaimana? Papi juga mau berangkat ke kantor," omel Hesty setelah Prilly duduk di kursinya.

Hesty bukannya galak, hanya ingin menerapkan kedisiplinan kepada Prilly. Agar Prilly memiliki kesadaran sendiri untuk tanggung jawab.

"Iya mamiku sayang." Prilly merayu agar Hesty tidak mengomelinya lagi.

Hesty mengambilkan nasi goreng ikan teri ke piring Prilly. Segera Prilly menyantap setelah Hesty menaruh di depannya.

"Bagaimana dengan persiapan lomba cerdas cermat kamu? Apa ada kesulitan?" tanya Hans, papi Prilly.

"Sejauh ini masih aman, Pi. Masih bisa Prilly atasi, Rana juga membantu Prilly belajar kok, Pi," jawab Prilly sambil mengunyah makanannya yang ada di mulut.

"Kalau kamu kesulitan bilang sama Papi ...."

"Memang Papi masih ingat sama pelajaran SMA?" sela Hesty sebelum Hans selesai bicara.

"Nggak," jawab Hans ringan sambil menggeleng menatap Hesty yang duduk di sebelahnya.

Prilly yang melihat maminya memutar bola mata malas atas jawaban papinya itu hanya terkekeh. Bagi Prilly orang tuanya adalah pasangan yang serasi dan selaras. Apa-apa selalu bisa kompak, hari-harinya selalu diisi dengan keceriaan. Jika memang ada masalah diantara mereka, tak pernah menunjukan di depan Prilly. Dan jika ada suatu masalah segera mereka mengatasinya bersama.

"Sudah ... ayo, Pi, kita berangkat." Prilly mencium pipi Hesty tanda berpamitan.

"Mi, kami berangkat dulu ya?" pamit Hans berdiri dari tempat duduknya.

Hesty membantu memakaikan jas untuk Hans. Lalu mengantar suami dan anaknya sampai di teras rumah.

"Prilly setelah les langsung pulang ya, Sayang?" pesan Hesty setelah Prilly masuk ke dalam mobil.

"Iya, Mami." Prilly melambaikan tangannya dari pintu mobil yang kacanya terbuka setengah.

Setiap pagi jika Hans pergi ke kantor, dia lebih dulu akan mengantar Prilly ke sekolahannya. Namun, jika Hans sedang tugas ke luar kota atau luar negeri, Prilly diantar oleh driver. Prilly sebenarnya bisa mengemudi, tapi Hans belum mengizinkannya membawa mobil sendiri.

***

Prilly berlari kecil menyusuri koridor SMA Pelita Bangsa. Dia selalu menebar senyuman menyapa teman-teman yang berpapasan dengannya. Saat dia melihat Rana, sahabatnya berjalan memunggunginya, Prilly segera menghampiri. Prilly merangkul Rana dari belakang, hingga Rana terkejut dengan ulah Prilly itu.

"Masyaallah Prilly! Gue bisa sekarat sekarang juga karena jantungan!" Rana mengusap dadanya yang jantungnya berdetak abnormal.

"Maaf." Prilly mengacungkan dua jarinya membentuk huruf 'V' kepada Rana.

"Ke ruang redaksi yuk?" ajak Prilly.

"Oke."

Mereka pun segera berjalan beriringan ke ruang redaksi. Prilly adalah ketua redaksi. Segala urusan mading dan buletin sekolah yang keluar setiap satu bulan sekali, organisasi mereka yang mengurus.

"Pagi semua?" sapa Prilly ceria saat masuk ke dalam ruang redaksi.

"Pagi Prilly," balas orang-orang yang ada di dalam situ.

"Eh iya Pril, ini ada beberapa puisi dari teman-teman kita yang akan di pasang di mading minggu ini." Salah seorang anggota memperlihatkan kertas-kertas yang berisikan puisi.

"Memang tema minggu ini apa mading kita? Kok sudah pada ngumpulin puisi?" tanya Prilly sambil memilah-milah kertas berwarna warni.

"Kita tentukan tema dulu saja, baru nanti pilihi itu puisi yang cocok sama tema kita minggu ini," usulan seorang anggota.

"Oke, kita kumpul nanti jam istirahat pertama ya? Informasikan dengan anggota yang lain," seru Prilly.

"Siap." Semua menjawab patuh.

Bel masuk kelas pun meraung-raung menguasai seluruh penjuru gedung SMA Pelita Bangsa. Prilly dan yang lainnya bergegas masuk ke dalam kelas masing-masing. Sesampainya di dalam kelas Prilly duduk di kursinya bersebelahan dengan Rana.

"Pelajar pertama Bu Ira kan, Pril?" tanya Rana.

"Iya, males pelajaran Biologi." Prilly mulai menyiapkan buku paket mata pelajaran Biologi.

"Males pelajarannya apa males sama kekilerannya?" goda Rana ke arah Prilly sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Kiler karena perawan tua." Prilly dan Rana tertawa keras sehingga menjadi pusat perhatiaan para teman satu kelasnya.

"Woiy, kalian sedang ngetawain apaan sih?" tanya Danu teman satu kelas mereka.

"Perawan tua," jawab Rana asal membuat seluruh orang yang ada di dalam kelas itu ramai gelak tawa.

Saat semua sedang asyik sahut menyahut ejekan dan gurauan, guru Ira pun masuk ke dalam kelas.

"Selamat pagi," sapa Ira berjalan ke arah meja guru yang ada paling depan di ruang kelas itu.

"Selamat pagi, Bu," jawab semua serentak.

Semua duduk di tempatnya masing-masing menghadap ke depan.

"Baiklah, sebelum kita melanjutkan pelajarannya, Ibu ingin memperkenalkan teman baru kalian. Dia pindahan dari sekolah lain."

"Silakan masuk." Ira melambaikan tangan agar seseorang yang berdiri di ambang pintu itu masuk.

Seorang lelaki tampan, beralis tebal, keturunan arab masuk dengan gagahnya ke dalam kelas. Mata memuja dan terpesona para gadis di kelas itu tak luput dari tatapan kepada lelaki itu.

"Ya Allah Prilly ... gue mimpi apa semalam lihat pangeran? Buset dah ... mau nggak ya, tu orang jadi pacar gue?" cerocos rana dengan pandangan kagum kepada lelaki yang saat ini sudah berdiri di depan kelas menghadap mereka.

Karena tak mendapat jawaban dari Prilly, Rana pun menoleh. Rana melihat mulut Prilly yang menganga dan mata tak berkedip memperhatikan lelaki itu.

"Masya Allah Prilly!!!" Rana mengguncangkan lengan Prilly.

Prilly segera tersadar saat merasakan tangannya terguncang.

"Jangan kelamaan melamun. Ayam tetangga gue kelamaan melamun paginya mati," canda Rana.

"Eh ... buset. Kampret, lo pikir gue ayam?" Prilly menjitak kepala Rana pelan.

"Gue tahu dia ganteng, tapi nggak segitunya juga kali lihatnya?" tegur Rana membuat Prilly malu dan pipinya merona.

"Baiklah, perkenalkan diri kamu," titah Bu Ira menepuk bahu lelaki itu pelan.

"Nama gue Zafero Aliandra Putra. Kalian bisa panggil gue Ali." Perkenalan yang sangat singkat, namun membuat para gadis di kelas itu semakin terpesona.

"Baiklah Ali, sekarang kamu bisa duduk di kursi yang kosong," perintah Ira.

Ali menyapu pandangannya mencari kursi yang kosong. Kebetulan kursi di belakang Prilly masih kosong. Ali berjalan stay cool ke arah Prilly. Seketika tubuh Prilly menegang, jantungnya berdetak kencang.

"Aaaaaaa ... Mami ... jantung Prilly mau lepas," pekik Prilly dalam hati saat Ali semakin dekat dengannya.

Rana yang melihat tubuh Prilly menegang, hanya mengulum senyumnya.

"Dasar! Anak mami. Nggak pernah pacaran sih lo. Jadi lihat cowok ganteng, bawaannya jantung mau lepas tuh dari tempatnya," cerca Rana lalu terkekeh pelan.

"Diam lo! Gue sumpel juga tuh mulut sama kaos kaki gue," sahut Prilly dengan wajah yang tak biasa.

Ali berjalan semakin dekat, jantung Prilly juga semakin berdegub kencang seperti suara genderang yang berisik.

"Mami ... dia duduk di belakang aku. Tolong anakmu ini Mi ... Prilly bisa mati di tempat kalau caranya begini." Prilly membatin dalam hati saat Ali sudah duduk di belakangnya.

Apakah ini yang dinamakan cinta?
Apa Prilly merasakan jatuh cinta?
Apa dia adalah cinta pertama Prilly?
Oh ... Tuhan ini jalan-Mu. Ini kisah-Mu. Ini sekenario-Mu. Semua sudah Engkau atur. Segala sesuatu di dunia ini apa yang kami tidak ketahui Engkau lebih mengetahuinya. Masa depan kami seperti apa, Engkau juga sudah lebih dulu mengetahuinya. Kami hanyalah lakon yang harus menjalankan skenario-Mu di panggung kehidupan ini.

Cinta pertama terjadi ketika kita mengalami deg-degan pertama dalam hidup. Cinta pertama terjadi ketika kita bertanya pada diri sendiri tentang apa yang sedang kita rasakan. Cinta pertama terjadi ketika kepala kita, untuk pertama kalinya, memvisualisasikan senyum seseorang yang kita rindukan. Apakah benar itu dapat disebut cinta pertama?
Entahlah ... yang pasti cinta itu memiliki arti sendiri dari kacamata masing-masing setiap orang. Cinta memiliki banyak arti. Tapi bagiku cinta bukanlah masalah kita menemukan orang dalam hidup kita, tapi bagaimana kita tidak bisa hidup tanpanya.

##########

Rex_delmora

Cerita ini dulu pernah di piblish di WP Selviastories hanya sampai kurang lebih 5 atau kalau tidak salah 6 part. Nah, untuk itu sekarang akan saya publisher ulang di sini, yang kami usahakan lebih lengkap dan kami berusaha sampai ending.

Selamat menikmati hasil kolaborasi kami ya?

Cerita kolaborasi pertama saya bersama ketiga anak paling somplak Selviastoriesirastories_ ebiiefebriana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top