3 - MENERIMA KENYATAAN
Hai semua maaf lama. Maklum cerita sebelah belum kelar.. Oke aku cuma mau kasih tau perihal nama Safir.
Safir ini laki-laki pemirsah. Itu aja sih yg mau aku kasih tau. Kemarin msh byk yg keder Safir perempuan. Hahahah
Penampakan mulmed adalah pasangan pertama. Rania dan Aries. Jika kurang cocok di daya visual kalian yah silahkan di cari sendiri castnya. Hehehe. Sekali lagi ini pasangan baper jgn protes kalau sedikit galau.
Sorry for typo.
...
Flashback.
"Hiks.. Mamaa tolong Raniaa..." gadis kecil itu menangis merasakan rasa perih di sekitar kulit rambutnya. Ia baru berumur sepuluh tahun dan sedang duduk di ayunan sekitar taman perumahan keluarganya. Di kejauhan Rania kecil melihat sosok pria yang cukup dikenalnya. Rupanya laki-laki itu berniat bermain bola basket di taman itu. Ia butuh olahraga di tengah sibuknya masa kuliah dan aneka pertandingan beladiri. Usianya baru memasuki kepala dua dan segudang aktifitas banyak dikerjakannya. Aries suka menyendiri untuk menghilangkan penat. Berolahraga adalah pilihannya.
"Kakakk tolong aku." teriak Rania lantang. Pria itu menoleh dan segera mendekati Rania.
"Kak Arieees.."
"Rania?"
"Kak Aries tolong aku. Rambutku kelilit rantai. Bantu aku kak." pinta Rania manja dengan isakan pelan. Perih dikulit kepalanya begitu terasa. Aries remaja mencari cara agar lilitan rambut itu bisa terurai.
"Aw sakit.." ringis Rania saat rambutnya ditarik Aries. "Maaf."
"Ini harus dipotong rambutnya. Kalau tidak susah diurai. Udah terlalu kusut." Aries membuka tasnya mengambil pisau lipat yang selalu ia bawa.
"Kakak mau apa? Jangan potong rambut Rania. Nanti jelek." rengek Rania yang sedikit ketakukan.
"Jangan kak..hiks nanti jelek. Rania mau panjangin rambut." isakan manja seorang anak kecil. Aries menghentikan niatnya memotong rambut Rania. Gadis kecil ini terlihat lemah dan sangat manja, berbeda dengan adik kecilnya yang sangat galak bahkan terkesan berisik di usianya yang tidak berbeda jauh dengan Rania.
"Hiks hiks mama papa kakak.." isakan Rania membuat Aries berjongkok di depannya. Aries menyeka tetesan air mata Rania. Sebenarnya Aries ingin tertawa karena dari hadapannya Rania tampak kusut dengan setengah bagian rambutnya kusut terlilit simpul tak beraturan di rantai. Entah apa sebabnya bisa seperti itu.
"Aku nanti jelek kak.." alasan anak gadis kecil yang menggelikan batin Aries. Gadis kecil di hadapannya ini sudah ia anggap adik perempuannya juga. Rania sering berkunjung ke rumah paman dan tantenya yang memang bertetangga dengan rumah keluarga Aries.
"Percaya sama kakak kalaupun ada yang membantu nantinya solusi terakhir pasti dipotong sebagian rambutnya Rania. Kakak janji Rania tetap cantik." Aries merapikan peluh disekitar kening Rania.
"Rania cantik menurut kakak?" tanya Rania polos, Aries mengangguk. Aries selalu suka saat Rania memanggilnya kakak, karena hanya Rania yang memanggilnya seperti itu. Adiknya dan yang lain memanggilnya abang.
"Rania cantik. Gadis paling cantik yang pernah kakak kenal." rayu Aries, wajah Rania merona lalu secepat kilat ia memangguk menjelaskan kalau ia setuju atas ide kakak kesukaannya.
"Sakit sedikit yah tapi hanya sebentar." jelas Aries pelan kepada adik kecilnya. "Iya kak..." Rania berusaha tenang saat pisau itu seperti menyanyat helaian rambutnya. Rasa perih mulai hilang saat kusut rambutnya mulai bisa dilerai. Rambut Rania terlihat kacau bentuk potongannya. Aries meringis tidak enak kepada Rania. Ia kembali berjongkok, mengibas helaian rambut yang jatuh di pundak Rania.
"Nanti ke salon minta dirapikan yah anak cantik!" Rania mengangguk lemah.
"Kenapa bermain sendiri di sini?" Aries baru sadar Rania seorang diri.
"Semuanya ninggalin aku main sepeda. Rania nggak suka naik sepeda." jawabnya manja.
"Abaaang Ariess.." satu lagi adik perempuan kesayangan Aries. Gadis remaja berusia lima belas tahun itu berlari berhambur mendekati mereka berdua. Aries berdiri menoleh ke arah Alvina.
"Iya Vina.."
"Bang besok temenin Vina ke toko music di dekat tempat latihan abang yah. Kakak kelas Vina ternyata yang punya tempat itu. Vina lagi pendekatan sama dia kak.." cerocos Alvina tanpa ditanya. Aries hanya diam mendengarkan. Alvina lalu melirik Rania karena tampilan aneh pada rambutnya. Berantakan dan kusut.
"Kamu kenapa Ran?" tanya Alvina panik. "Rambutnya terlilit." Rania menangis dipelukan Alvina.
"Rania jadi jelek yah mbak?"
"Nanti sore mbak anterin ke salon yah. Sekarang mbak mau ke rumah tante dulu, laper mau makan."
"Rania jelek yah mbak? Nanti pasti diketawain mirip anjing pudel." Alvina dan Aries sedikit terkikik mendengarnya.
"Rania tetep cantik, yah kan bang Rania paling cantik?" Alvina melirik Aries agar mengangguk. "Iya Rania paling cantik." Rania merasa lega saat Aries berkata cantik untuknya.
"Ayo abang anter pulang, abang juga lapar." Aries menjulurkan tangannya kepada Alvina. "Rania mau ikut pulang juga?"
"Iya..." Rania mengangguk telat karena Aries dan Alvina sudah berjalan lebih dulu. Ia berjalan sendiri di belakang dua kakaknya. Aries dan Alvina.
.....
Masih di malam pertunangan Alvina.
"Kakak..." Aries terkejut karena pundaknya disentuh sebuah tangan. Ia menoleh dan mendapati senyum Rania menyambutnya. Acara pertunangan Alvina dan Dimas masih berlangsung di dalam rumah. Sementara Aries lebih memilih duduk di bangku ayunan di halaman depan rumah keluarga Alvin Pradipta.
"Rania?" tanya Aries tak percaya. Sudah hampir empat tahun dia tidak bertemu dengan Rania. Waktu seolah malas mempertemukan mereka. Setiap acara keluarga yang sering terjadi sang waktu tetap tidak berniat mendekatkan mereka.
Rania bersekolah di asrama yang hanya mengizinkan siswanya pulang sebulan sekali. Jarang sekali Aries melihat Rania di acara keluarga. Sekalipun mereka sama-sama datang tapi waktu kedatangan tidak pernah sama.
"Kakak apakabar?" Rania tahu pertanyaan bodoh baru saja ia keluarkan. Tentu saja kabar pria dihadapannya hancur. Hampir semua orang tidak tahu pria di hapannya memendam rasa dengan calon pengantin wanita di dalam sana, tapi Rania tahu. Sangat tahu hingga akhirnya ia mengalah dan menutup rasa kepada kakak yang selalu hadir dalam mimpinya.
"Kakak baik." Rania mengambil tempat di ayunan sebelahnya. Aries masih asyik menikmati satu batang rokok yang entah kenapa begitu penting ia hisap di malam menyebalkan ini.
"Kamu sudah semakin besar yah." Aries mengatakannya tanpa menatap Rania, saat gadis itu berjalan sekilas di depannya untuk duduk di sebelah ia cukup tahu melihat perubahan tubuh Rania.
Adik kecilnya yang sangat manja sudah berubah menjadi wanita diambang batas menuju dewasa. Rania mengenakan gaun hitam sederhana dengan, kerahnya entah model apa yang jelas bagi Aries sangat tidak bagus, terlebih memamerkan leher jenjang Rania. Rambutnya ia cepol asal dan dihiasi pita emas dipadukan imitasi permata. Rania seperti mengundang pria untuk terus menatapnya, Aries tidak suka perhatian berlebih.
"Kalau bicara sama orang itu ditatap dong kak." sindiran Rania dibalas tawa ringan Aries. Mereka saling menatap.
Aries terpaku, Rania berdandan sesuai usianya. Cantik, memesona. Wajah lembutnya memang selalu jelas tercetak dari kecil. Tetapi bibir dan lelukan tubuhnya terlihat berbeda. Leher dan pundak polos Rania sangat jauh berbeda saat terakhir mereka bertemu. Empat tahun yang lalu Rania anak gadis yang masih kekanak-kanakan. Aries memuji dalam hati. Biar bagaimanapun dia pria dewasa.
"Kenapa?" tanya Rania bingung karena Aries menatapnya lekat tanpa kedip. "Kamu tetap cantik." jantung Rania berdebar kencang.
"Udah nggak takut lagi sama ayunan? Nanti rambutnya makin kusut loh." ledek Aries. "Udah nggak takut, kan ada yang bilang cantik." mereka saling menatap dan melempar senyum, tetapi Aries lebih dulu memalingkan wajah. Ia lebih memilih melanjutkan menghisap rokoknya. Rania tahu tatapan mata Aries sangat kosong.
"Abaaang." panggil Alvin menghampiri mereka. "Kenapa nggak masuk? Vina tadi tungguin sebelum acara dimulai." Aries berdiri dan langsung memeluk Alvina tanpa perduli pertanyaan gadis yang sangat ia sayangi.
"Selamat yah Vina sayang. Maaf abang tadi telat karena jalanan macet dari Bandung. Abang bahagia liat senyum Vina." pelukan yang sangat erat. Rania menatap itu sambil menahan nafas. Ia sudah sering melihat adegan ini empat tahun yang lalu dan sekarang seperti deja vu.
"Abang janji akan segera mengikuti jejak Vina? Kalo nggak janji Vina mau batalin tanggal pernikahan dan menunggu kabar bahagia dari abang." rengekan manja Alvina memang selalu disukai Aries.
"Nanti jangan kaget kalo yang menikah lebih dulu abang." kilah Aries menutupi rasa kecewa.
"Ayo masuk kita berkumpul bersama! Rania ayo." ajak Alvina sambil menggandeng Aries. Dan lagi-lagi adegan ia dibelakang mereka kembali terjadi. Bahkan disaat Alvina sudah mempunyai status Aries tetap tidak terjangkau.
Rania berhenti saat Alvina dan Aries sudah hilang di balik pintu. Ia tidak mau mengulang rasa kecewa yang selalu betah hinggap dikisahnya. Rania berbalik dan kembali duduk diayunan seorang diri. Mengingat perlakuan kakak Ariesnya saat-saat dulu.
"Huuffft.. Selalu tak terjangkau."
"Doorrr.." Rania hampir saja jatuh kalau tidak berpegang pada rantai ayunan. Sikembar Raga dan Raka mengagetkannya dari belakang.
"Hehehe kakak ko di sini." tanya Raka sambil terus tertawa. Sementara Raga sudah berhasil dipegang dan dipeluk Rania. "Kalian sendiri ngapain di sini?"
"Abis bantu tasnya mama. Kita masukin sesuatu." bisik Raga dengan wajah sangat iseng. Rania sudah sangat tahu keaktifan sikembar ini di atas rata-rata.
"Ketauhan Kak Razi dijewer satu-satu loh." ancam Rania sambil menarik Raka dekat dengannya.
"Sekarang Kak Razi mainnya jitakin kita. Kan sakit." gerutu Raga. Rania tertawa.
"Rakaa Ragaa.." teriakan dari arah dalam membuat mereka kembali berlari mencari tempat persembunyian. Entah ulah apa yang mereka lakukan Rania hanya bisa terkikik geli. Masa muda tanpa takut dan tanpa beban.
•••
Di rumah keluarga Satria.
"Raniaaa..." tepukan di pipi membangunkan tidurnya. Ratu membangunkan saudara sepupunya. Kemarin malah setelah selesai acara pertunanganRania menginap di rumah Ratu saudara sepupunya.
"Aku berangkat kuliah yah. Kamu nggak apa-apa sendiri?" Rania menggeleng dan duduk di tengah tempat tidur. Ratu sudah sangat rapi.
"Di rumah ada mama. Bye." sepeninggal Ratu ia kembali merebahkan tubuhnya. Mengingat semalam membuat hatinya kembali bangkit. Ia melihat Aries begitu iba. Saat di kerumuni orang tua dan didesak menikah membuat wajah pria yang setia di hatinya itu serba salah.
Rania tahu jika Aries ingin berteriak jika ia mencintai wanita yang sudah bertunangan di sebelahnya. Rania tahu itu karena hanya dia yang paling mengerti.
"Ran udah makan belum?" panggil Rachel di dapur rumahnya. Setelah mandi dan memakai baju milik Ratu ia berniat pulang. "Udah ma tadi Ratu siapin roti di kamar."
Rachel tersenyum menatap anak dari kakak laki-lakinya. Sifat Rania sangat mirip orangtuanya kalem dan tenang. Bahkan cenderung tertutup.
"Ma Rania pulang yah mau disuruh temanin oma." Rania memeluk Rachel dan segera pamit.
"Minta antar supir saja atau pakai mobilnya Raja. Tadi mama lihat dia pergi pakai sepeda." Rania hanya mengangguk dan berjalan ke luar rumah. Ia sempat melirik rumah sebelahnya. Rumah Aries ada di hadapannya.
Rania hanya tersenyum dan melangkahkan kakinya menuju jalan raya, Rania lebih memilih mencari taxi. Sebuah mobil mendekat dan berjalan pelan di sampingnya. Kaca mobil itu terbuka dan terlihat wajah Kakak Aries yang datar.
"Bareng yuk!" tanpa berfikir panjang Rania membuka pintu mobil dan duduk di sebelah Aries.
"Terimakasih kak." jawab Rania pelan.
"Mau pulang ke rumah?" Rania mengangguk. Aries melajukan mobil dengan tenang. Hening di mobil menjadi saksi bisu kedekatan mereka. Rania tahu suasana hati Aries tidak akan pulih cepat. Merasa suasana sedikit canggung Aries berinisiatif mendengarkan radio. Rania sendiri bingung ingin membahas pembicaraan apa. Dari segi usia mereka terpaut sepuluh tahun. Pembicaraan apa yang bisa menyatukan mereka. Rania hanya tahu dahulu Aries akan mudah mengeluarkan suara jika menyangkut Alvina.
Tapi sekarang? Itu bukan hal yang bagus untuk dibicarakan. Lagupun menemani kesunyian di mobil.
♪Aku tak mengerti
Apa yang kurasa
Rindu yang tak pernah
Begitu hebatnya
Lagu Indonesia berjudul Pupus milik band Dewa ini memang sangat pas di hati mereka masing-masing.
♪Aku mencintaimu
Lebih dari yang kau tahu
Meski kau takkan pernah tahu.
Aries mencengkramkan kemudi dengan kuat. Lagunya sangat mewakili isi hatinya. Cintanya memang tak akan pernah diketahui.
♪Aku persembahkan
Hidupku untukmu
Telah ku relakan
Hatiku padamu
Rela? Aries meringis bercampur tawa remeh mengingat hatinya selalu rela karena Alvina menutup diri untuk dirinya. Alvina menganggap Aries kakak laki-laki selamanya.
♪Namun kau masih bisu
Diam seribu bahasa
Dan hati kecilku bicara
Bisu? Rania memalingkan wajahnya. Ia juga selalu diam seribu bahasa kepada semuanya. Tidak ada keberanian untuk jujur. Pria di sampingnya ini cinta pertamanya yang tak bisa dihilangkan dengan mudah. Orang bilang ini cinta sesaat, cinta anak-anak itu cinta monyet, tapi kenapa begitu membekas di hati. Rania tidak bisa membasuh apalagi membersihkan hingga pudar seiring waktu. Rania tidak bisa berbuat apa-apa. Ia terlanjur menjerumuskan hatinya terlalu jauh.
♪Baru ku sadari
Cintaku bertepuk sebelah tangan
Kau buat remuk seluruh hatiku.
Kedua manusia ini meringis dalam kepedihannya masing-masing. Menikmati rasa cinta sepihak tanpa bisa mencari penyelesaian. Rania sudah lelah terlebih Aries. Mereka ingin berteriak kepada orang tercintanya. Tapi keadaan tidak berpihak pada Aries. Keadaan masih menaruh setengah hati pada Rani.
♪Semoga aku akan memahami
Sisi hatimu yang beku
Semoga akan datang keajaiban
Hingga akhirnya kaupun mau
Keajaiban? Rania menggigit bibirnya. Bisakah hal itu terlaksana?
♪Aku mencintaimu
Lebih dari yang kau tahu
Meski kau takkan pernah tahu
Rania sadar ia bisa berjuang sendiri mendapatkan hati pria disampingnya. Sekedar mencoba sepertinya ide bagus di mata Rania. Bisakah?
♪Baru ku sadari
Cintaku bertepuk sebelah tangan
Kau buat remuk sluruh hatiku.
Tapi sepertinya balasan cinta mereka mustahil di dapat. Baik Rania dan Aries sama-sama miris bercampur risih mendengar lagu itu. Ini tidak bisa dibiarkan.
"Oups." tanpa sadar tangan mereka bersentuhan tepat saat keduanya ingin mematikan tombol untuk lagu pupus itu. Hanya menambah rasa galau jika lagu itu diteruskan. Kali ini mereka satu jiwa dalam urusan cinta bertepuk sebelah tangan.
Rania merasakan rasa hangat di sekitar buku jari tangannya. Sentuhan Aries seolah penawar rindu. Jika seperti ini rasanya jatuh cinta Rania bersumpah ia tidak mau merasakannya dari awal. Ia mau dicintai bukan mencintai seperti ini.
"Ke car wash Raja sebentar mau? Arahnya sama." Aries bersuara. Rania mengangguk karena ia menumpang kepada Aries. "Terserah kakak."
Mereka kembali diam. Menerima kenyataan jika tidak ada yang bisa mereka bicarakan. Tidak bertemu hampir empat tahun lamanya membuat mereka asing. Mungkin.
Hening terjadi hingga mereka sampai di car wash milik Raja. Tempat itu memang sengaja diberikan kepada Raja untuk belajar mandiri dan tahu dunia dewasa dimana pria diajarkan bertanggung jawab. Raja memilih bisnis pencucian mobil karena memang ia menyukainya. Para orangtua memang mendidik anak-anak mereka mencari sendiri keahlian masing-masing.
"Abang." teriak Raja saat Aries turun dari mobil. Di tempat kasir terlihat Raja sedang berdiri memeriksa pembukuan anak buahnya. Hanya sebuah buku kwarto dan kalkulator untuk menghitung. Tidak ada ruangan khusus dan aneka alat penunjang yang canggih. Raja memang sedang di didik dari awal oleh sang papa. Merintis.
"Kamu tunggu di mobil aja." Aries bahkan sangat jarang memanggil nama Rania.
"Aku mau pesan bubur ayam." Rania menunjuk di depan car wash. "Kakak mau?" Aries menggeleng dan langsung meninggalkan Rania. Seolah sudah terbiasa Rania memilih keluar mencari sarapan pagi.
"Gimana?" tanya Aries mendekati Raja. Di sana juga ada Razi yang hendak pergi ke kampus.
"Di ruanganku aja bang." jelas Raja.
"Rania sama abang?" tanya Razi yang melihat Rania keluar dari mobil.
"Sekalian jalan pulang." jawab Aries seadanya. Mereka hanya ber-oh ria.
"Feby gimana?" tanya Aries kepada Razi. Mereka berjalan memasuki ruangan sederhana tempat Raja berkerja.
"Dia yang jual juga. Tapi apartement itu sedikit aneh ada beberapa orang yang curiga sama aku." Razi menjelaskan.
"Safir bilang kemarin di kampusnya ada pengintai. Sesuai yang dibilang klien kali ini pangsa pasarnya anak kampus." Raja menimpali.
"Nanti biar abang tanya sama si boss. Khawatir ini jebakan, mereka masih mengira kita ada hubungannya sama polisi setempat, tetap hati-hati Zi." Razi mengangguk.
"Dan jangan keterusan." sindir Raja dengan tawa menggoda.
Mereka memang masih muda dan punya kehidupan masing-masing tetapi baru beberapa tahun belakangan mereka tertarik dengan perkerjaan rahasia ini. Aries selaku yang paling tua diantara yang lain dengan hati-hati mengajak ke empat adik laki-lakinya ikut belajar. Raja, Rafa, Razi dan juga Safir ikut disuatu perkerjaan rahasia pimpinan Aries. Mereka menamainya Divisi. Perlu diketahui, para orangtua tidak mengetahui pasti, hanya Kevin orang tua dari Safir yang sedikit curiga akan tingkah Aries dan yang lain. Maklum Kevin pernah ada di dunia hitam penuh rahasia saat ia masih muda.
"Nanti jika ada kabar biar abang yang urus. Kalian fokus kuliah saja dulu. Kamu masih libur Raja?" Raja mengangguk. Walaupun tidak mempunyai hubungan darah mereka memang bertetangga sejak lama dan menganggap satu dan yang lainnya keluarga. Nasihat Aries selalu didengarkan.
"Oke.." Aries hendak pergi keluar Raja dan Razi mengekori dari belakang.
"Kakak mau bubur?" Rania sudah menunggu di depan mobil. Aries hanya menggeleng dan masuk ke mobil. Rania melirik kedua sepupu lakinya. "Kalian dicari Oma Ara."
"Abang aku balik dulu yah kerjaan banyak yang harus diperiksa." Raja berkilah pergi meninggalkan pernyataan Rania.
"Aku juga harus kuliah. Dosennya galak." Razipun berlalu. Rania melirik sebal dan masuk ke mobil. Aries tahu Rania selalu menjadi bagian terlemah diantara yang lain. Rania selalu mengalah.
"Dasar, disuruh temenin Oma Ara aja nggak ada yang mau. Padahal Oma selalu memanggil nama cicit-cicit bandelnya itu. Selalu aku yang jadi tumbal." gerutu Rania. Aries melirik Rania dan tersenyum sedikit. Tangannya tiba-tiba mendekati wajah Rania. Mengusap sisa sambal yang menempel di ujung bibir Rania.
"Makannya seru bener kamu sampai ada sisa." kata Aries lembut. Rania diam tak berkutik, inilah yang ia rindukan. Kakak Aries-nya selalu bisa membuat ia merasa disayang dengan cara yang berbeda dari yang lain. Rania selalu merasa pria ini memberi harapan kepadanya. Setitik kemauan kembali bangkit.
Bip.
Mbak Vina : kerumah yah! Oma Ara udah ada yang menemani. Aku butuh bantuan kamu sayang untuk persiapan
Rania melirik Aries sejenak. Jika ia minta diantarkan sudah pasti perasaan pria di sampingnya kembali resah. Tetapi kenyataan ini harus dihadapi. Rania akan berjuang kali ini.
"Kak, aku turun di sini aja. Rania mau ke rumah Mbak Vina dia minta bantuan." sepelan mungkin Rania bersuara. Aries diam sambil menyetir.
"Biar kakak antar. Ini searah." kemudian hening kembali.
"Kakak kapan pergi lagi ke Bandung?" berusaha santai Rania memulai pembicaraan.
"Sebulan lagi. Papa Kevin masih sanggup katanya mengurus di sana." Aries memang tidak sepenuhnya berkeja di resort keluarga. Dia hanya memantau jika diperlukan. Para orangtua masih merasa kuat mengurus resort keluarga turun temurun tersebut.
Aries sendiri memang punya perkerjaan sampingan selain di sana. Ia membuka pelatihan beladiri dimana para anggotanya tidak hanya mendapat pelatihan bela diri tetapi disalurkan nantinya untuk memudahkan mencari perkejaan yang berhubungan dengan keahliannya. Sebut saja jasa keamanan seperti satpam, bodyguard yang memenuhi standar berkualitas. Ada juga yang dimasukan mengikuti kejuaraan, bahkan banyak dari mereka yang ikut di dunia akting menjadi stuntman/ pemeran pengganti artis dimana adegan memungkinkan beraksi. Aries memang mencoba dunia martial art di tempatnya. Sebagai mantan atlit bela diri dia merasa sayang jika kemampuannya hilang tidak berbekas.
"Kakak mau masuk?" mereka sudah sampai di rumah Alvina. Baru semalam ia ke sini dengan perasaan pilu. Rania memegang dengan nekat tangan Aries. "Kakak pria paling kuat yang pernah Rania kenal. Seperti kakak sedang bertanding, lawan akan tahu kelemahan kakak hanya dengan melihat wajah muram kakak. Rania selalu ada di samping kakak." jika dulu Rania berada di belakang sekarang ia memantapkan dirinya ingin berada di samping Aries.
"Ayo." Aries keluar tanpa menjawab.
"Loh ada abang." Alvina ternyata sudah ada di depan rumahnya. Ia sudah bersiap memegang kunci mobil.
"Ia aku tadi menginap di rumah.." belum sempat Rania melanjutkan Alvina memotong. "Abang waktu itu bilang kalo abang juga sudah punya calon. Apa jangan-jangan Rania?"
"Mbak apaan sih!" tegur Rania. Aries hanya diam ia mengacak rambut Alvina. Ia sempat menoleh Rania, "Hati-hati yah." dan pria itupun pergi meninggalkan Rania dengan Alvina.
"Mbak masih curiga nih." selidik Alvina.
"Ayo mbak kita mau kemana. Hari ini aku free."
"Temani mbak ke w.o yah."
"Siap.."
"Kamu bener nggak ada apa-apa sama abang Aries?"
"Nggak." jawab Rania yakin.
Melihat cara Aries menatap Rania, ia sudah bisa menerima kenyataan jika mata spesial Aries masih tertuju untuk Alvina.
Sabtu, 06 Februari 2016
-mounalizza-
Aku akan cepet update klo votmentnya banyak. Terlalu banyak silentreader dicerita ini soalnya.. Bye... Happy weekend...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top