29. Bagian dari Keluarga

"Kabari kalau sudah sampai rumah," begitu pesan Mami pada Sasa. "Kapan-kapan, Mami mau main ke Surabaya buat ketemu ibunya Mbak Sasa, ya."

Gadis cantik di hadapan beliau yang hanya memakai makeup tipis pagi ini mengulum senyum manis, "Boleh, Mi. Ibu saya lumayan akrab sama Bu RT, jadi beliau pasti seneng banget kalau bisa ketemu sama Mami."

"Ya udah, hati-hati ya, semoga selamat sampai tujuan," Mami kembali memeluk calon menantunya untuk ke-sekian kali saat mereka berpamitan. "Mbak Anti nggak bisa datang karena anak sulungnya lagi demam, jadi dia titip salam aja. Makasih buat tasnya, sama Mbak Anti langsung dipakai ke mana-mana." Sasa terkekeh mendengar ucapan beliau.

"Saya kan ngasih ke Mami dan Mbak Anti memang buat dipakai. Saya malah seneng kalau tahu tasnya langsung dipakai gitu," balas Sasa. Ia memang anak perempuan yang manis dan santun, itu sebabnya Mami dan Mbak Anti langsung jatuh hati padanya. Sepertinya, Papi pun menyukainya juga, hanya saja beliau memang tidak terlalu menunjukkan bentuk perhatian tersebut.

Kepada Yasa yang lagi-lagi bertugas untuk menjadi dayang Yaka dan Sasa, beliau menghardik keras. "Hati-hati kalau nyetir. Kowe kemarin bikin mobil Papi baret lho, soalnya nggak teliti pas parkir."

"Ya Allah Mami, itu waktu aku masih kuliah masih diungkit-ungkit aja sampai sekarang," gerutu Yasa. "Aku sekarang udah lebih hati-hati kok kalau bawa mobil."

"Ya udah, Mami nggak akan nahan-nahan kalian lagi , takut telat. Nanti WhatsUp Mami ya, kalau udah di dalam kereta."

"Nggak sekalian minta laporan udah sampai stasiun mana aja, Mi?" sahut Yasa. Dibandingkan Yaka, Yasa-lah yang lebih sering membantah Mami. Mungkin karena dia anak bungsu di rumah ini, jadi Yasa merasa jika semarah apapun Mami padanya, kedudukannya di sini tidak akan bisa digantikan dengan mudah. Tetapi, sekarang sepertinya Yasa harus merasa gentar, sebab Mami punya Sasa yang jauh lebih manis dan membelikan beliau tas mewah.

"Terima kasih sudah mengizinkan saya tinggal di sini selama akhir pekan ini, Mami," ucap Sasa berpamitan pada Mami. Mendengar itu, Mami kembali memeluk Sasa, seolah enggan melepasnya pulang ke Surabaya. "Kita ketemu lagi bulan depan kok, Mami."

"Bener ya? Nanti Mami suruh Mas Yaka buat nyusul Mbak Sasa."

"Saya janji," balas Sasa. Ia orang terakhir yang masuk ke dalam mobil karena berpamitan paling belakang. Sasa juga berpamitan pada Papi yang dibalas dengan usapan di kepala, seperti ketika beliau memperlakukan anak sendiri. Sepertinya Sasa menyukai gestur tersebut dari Papi, mungkin karena ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang figur bapak sejak kecil. Yaka tidak keberatan membagi kasih sayang papinya pada Sasa, sebab Sasa berhak mendapatkan segala perhatian dari orang tua utuh.

Sepanjang perjalanan menuju stasiun, Yasa mengizinkan Sasa untuk menyambungkan ponselnya ke perangkat musik mobil. Sasa menggunakan kesempatan ini untuk memutar lagu-lagu Red Velvet, di mana dia dan Yaka menikmati lagu-lagunya sementara Yasa yang wibu sejati dan anti-kpop hanya memberengut pasrah.

"Mbak Sasa, nanti aku minta daftar putar lagunya ya," ucap Yaka saat berturut-turut lagu kesukaannya diputar; mulai dari Red Flavor, Zimzalabim, lalu dilanjutkan dengan Umpah Umpah. "Selera kita sama nih."

"Boleh!" sahut Sasa. "Nanti kita temenan aja di sana. Kalau lagi sama-sama daring kita bisa Session bareng."

Yasa memutar bola matanya mendengar kemesraan antara mereka berdua. "Kalau sama-sama suka Red Velvet, kalian kenapa nggak ketemu pas Mas Yaka nonton konsernya mereka akhir tahun lalu?" Pandangan Yaka dan Sasa saling berserobok, seolah sibuk mencari siapa di antara mereka yang akan menjawab pertanyaan ini. Namun, keheningan yang tercipta justru membuat hati Yasa semakin panas. "Iya deh, iya. Aku tahu kalian emang udah berjodoh dalam segala hal, tapi bisa nggak sih kalau kalian jangan PDA kalau ada aku?"

"Bukannya kamu memang disuruh Mami buat jadi orang ketiga di antara kami, Yas?" tanya Yaka. Yasa semakin dongkol dibuatnya.

"Kenapa deh bukan aku duluan yang punya pacar, biar Mas Yaka yang jadi bayanganku aja," gerutunya. "Kalau gini kan aku yang susah tiap kali disuruh Mami ngintilin kalian berdua."

Yaka tergelak melihat cemoohan adiknya. Mau bagaimana lagi, memangnya seseorang bisa menentukan kapan mau dipertemukan dengan jodoh mereka, dan seberapa cepat? Meski pertemuan ini terjadi karena kesepakatan dua belah pihak, namun Yaka tidak memungkiri ada campur tangan Tuhan yang besar dalam kelancaran hubungan ini. Sasa sudah seperti belahan jiwanya, di mana Yaka tidak perlu berusaha terlalu keras untuk bisa mengambil hati mereka, atau bahkan berubah menjadi sesuatu yang sama sekali bukan dirinya demi bisa beriringan dengan Sasa. Begitu pula, Sasa tetaplah dia yang dulu, sebelum atau sesudah bertemu Yaka. Bukankah semestinya seperti ini konsep hubungan antara pria dan wanita yang hendak menikah?

Sesampainya di stasiun, Yasa membantu menurunkan koper Sasa dari dalam bagasi lalu berpamitan dengan sang kakak. ia bertanya, jam berapa ia perlu menjemput Yaka, namun Yaka mengatakan tidak perlu. Ia bisa naik ojek dari stasiun menuju rumah. Kereta yang hendak membawa Sasa dan Yaka akan tiba dalam setengah jam, sehingga mereka tidak perlu menunggu terlalu lama. Yaka menawari Sasa untuk membelikannya minuman buat bekal di perjalanan nanti, namun Sasa menolak. Ia bisa beli sendiri, katanya. Meski begitu, diam-diam Yaka membelikan dua botol air mineral untuk mereka berdua dalam perjalanannya menuju ke toilet.

"Mas Yaka nggak langsung balik ke Solo kan?" tanya Sasa setelah mereka duduk di kursi masing-masing sesuai nomor tiket. "Nanti kita sampai Surabaya siang, sih. Tapi kalau mau langsung balik ke Solo lagi nyampenya malem-malem."

Mereka berdua  sekarang menumpang kereta Sancaka yang berangkat dari Solo pukul 7:33 pagi dan akan tiba di Surabaya pukul 10:45 siang. Jika Yaka ingin segera pulang, ia bisa menumpang kereta Sancaka yang sama, yang akan berangkat dari Surabaya jam 11:15 dan akan tiba kembali ke Solo jam setengah 3 sore. Waktunya terlalu mepet, sehingga ia tidak bisa mengantar Sabria persis ke depan pintu rumahnya, namun besok pagi Yaka ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda. Seraya mengusap puncak kepala Sasa, ia menatap kekasihnya dengan sendu.

"Kalau aku naik kereta ini lagi buat balik Solo, nggak kemaleman kok, Mbak."

"Tapi nanti Mas Yaka capek," desak Sasa. Ia tampaknya masih belum rela jika harus berpisah dari Yaka padahal mereka sudah menghabiskan akhir pekan bersama-sama. Yaka mengerti perasaan tersebut. Jika bukan karena persiapan menikah butuh biaya dan kesiapan mental, rasanya ia ingin cepat-cepat berumah tangga dengan sang kekasih. Namun, apa daya mereka harus bertahan sedikit lebih lama untuk menuju ke sana.

"Lain kali aku akan mampir sebentar buat ketemu kamu lebih lama, tapi buat hari ini aku harus langsung pulang. Besok aku harus selesaikan programming dasar buat Glamela dan proyek lain."

Sabria mengerucutkan bibirnya pertanda jika dia sedikit kecewa. Yaka pun tidak kalah kecewa dengan dirinya sendiri. Meski begitu, ia harus berjuang dengan keras demi memenangkan hadiah terbaiknya, yaitu meminang Sasa.

"Maaf ya, Sayang," bujuk Yaka. Seketika wajah Sasa berubah cerah mendengar panggilan khusus dari Yaka yang baru kali ini terlontar dari bibirnya, padahal mereka sudah sebulan pacaran.

"Karena aku dipanggil 'Sayang' jadi dimaafkan. Tapi setidaknya, aku nanti pengin makan siang dulu sama Mas Yaka sebelum Mas Yaka balik lagi ke Solo. Di sekitar stasiun aja, yang deket. Boleh, ya?"

"Boleh banget!" Yaka mendaratkan kecupan singkat di kening Sasa saking gemasnya dengan wanita ini.

***
Halo teman-teman! Tanpa terasa kita sudah masuk setengah jalan dari cerita ini, yang rencananya akan ditulis sampai 60 bab saja di Wattpad. Setelah dua minggu dari tamat, akan aku unpublished karena mau dibuat ebook. Aku sama sekali nggak menyangka tulisan receh seperti ini bakal ada yang baca, terima kasih buat antusiasme kalian, aku terharu banget tiap kali buka aplikasi Wattpad terus ada banyak notif dari JdTBRT.

Spin-off setelah mereka menikah di NBJ juga udah 1/3 jalan, karena rencananya ada 30 bab dari keseluruhan cerita, sedangkan yang sudah di-posting ada 9 (menuju 12, besok atau lusa diposting di NBJ). Setelah JdtBRT tamat, aku akan melanjutkan cerita lain seperti: The Best Man and The Maid of Honor, Wallflower Blooming, Breadcrumbing, dan sekuel dari JdTBRT yang menceritakan tentang adiknya Mas Yaka. Jangan lupa mampir ke cerita-ceritaku yang lain kalau kalian suka dengan JdTBRT, ya!

Selanjutnya, aku ada sedikit spin-off lain waktu Sasa dan Yaka belum ketemu satu sama lain dan dipostingnya di NBJ. Pendek aja sih, masing-masing cuma 10 bab. Sebelumnya, aku mau trigger warning dulu karena versi Sasa bakal ada pria berengsek tukang manipulatif, sedangkan Yaka ditinggal meninggal (mantan) kekasihnya. Tapi, kalau kalian nggak suka dengan genre yang agak berat kayak gitu, enggak dibaca juga nggak apa-apa. Cukup kenang mereka sebagai pasangan yang gemes dan green flag.

Karena sebentar lagi tamat, aku update-nya pelan-pelan aja ya, sehari sekali atau dua hari sekali karena aku bakal kangen banget nulis kisah mereka kalau udah bener-bener tamat nanti. Jangan lupa komen yang banyak karena komentar dari kalian bikin aku semangat buat lanjut nulis, meski cuma emot doang. Matur nuwun!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top