18 | Flexing
“Ih, nanya dia mulu! Ini kan live gue!” Nirmala menatap layar ponselnya dengan tatapan tidak suka. Matanya sibuk melihat deretan komentar yang terus-menerus muncul menanyakan hal yang sama; ‘Mana Nathan’.
Nettidzengalak
Nathan mana kak?
Nettidzengalak
Ajak Nathan live ngapa?
Grrrgge333
@ nathantjoeaon
Firdaushope
Halo kaaakk.
Firdaushope
Nathan-nya mana kak?
Fannycantik
Lagi di mana kak cantik?? Mau liat Nathan-nya dong.
Mamadinaa
Nathan sini muncul, nak @ nathantjoeaon Pacar kamu lagi nge-live tuh.
“Kata gue juga apa? Udah umumin sono!” Suara Amel terdengar dari sampingnya.
Nirmala mendengkus dan menaruh kembali ponselnya di meja. Menyorot dirinya dan setengah tubuh Amel yang sedang makan di salah satu restoran di CCM.
“Kak, punya rekomendasi lisensi diving gak?” Nirmala membaca salah satu komentar yang akhirnya related dengan bidangnya.
“Mel, lu ada info tentang lisensi diving gak?” tanya Nirmala seraya menepuk pundak sahabatnya itu.
Amel menoleh dan mengingat-ingat. “Ada. Yang di pulau Tunda, sama yang di pulau Pramuka. Kalau di pulau Tunda langsung belajar di pulaunya, kalau yang di pulau Pramuka kalian ngikut kelasnya dulu di IPB, nanti lanjut praktek di lautnya. Infonya bisa search aja sih di google. Jangan males, ya adik-adikku!”
Untung yang ngomong Amel. Bukan Nirmala.
“Yah, Kak. Aku di Semarang. Bukan di Jakarta,” ucap Nirmala membaca komentar lainnya.
“Oh yaudah, itu sih DL. Derita lu. Coba cari informasinya di google atau Instagram. Banyak kok!” balas Amel.
Lagi-lagi, beruntung yang ngomong Amel. Kalau Nirmala, bisa abis kena rujak!
Nirmala kembali meng-scroll komentar yang didominasi oleh pertanyaan tentang Nathan. Amel yang penasaran alhasil ikut melihat dan mengerutkan keningnya. “Buset! Ini mah orang-orang yang follow berkedok nyari info tentang cowok lu anjir!”
“Mel!” Nirmala melotot. Amel kalau ngomong sudah kayak keran bocor.
“Nih yang pada nanya Nathan terus gue blok, ya!” ucap Amel seakan-akan itu adalah akun Instagramnya.
Drrtt drrtt drrtt!
Tiba-tiba muncul pop-up notifikasi dari pesan WhatsApp.
Nathan Chu 🖤: Liefje.
“Tuh, panjang umur! Lagi diomongin orangnya tiba-tiba nge-chat!”
Astaghfirullah. Amel cocot lu rasanya pengen gue geprek!
Nirmala buru-buru meraih ponselnya dari jangkauan Amel dan menghentikan live-nya saat itu juga. “Puki!” umpatnya.
Amel seperti biasa hanya nyengir gak tau malu. Kalau Amel bukan sahabatnya, sudah Nirmala panggil satpam buat depak dia dari mall.
“Lu tuh, bisa gentle dikit gak sih, mulutnya?”
Akhirnya ucapan itu keluar dari mulut Nirmala setelah menaruh ponselnya di meja. Dia menatap kesal ke arah sahabatnya yang dengan santai mengabiskan es teh manisnya.
“Lu-nya yang kurang agresif, Nir! Jangan terlalu baik sama netizen. Mereka dibaikin malah ngelunjak!”
“Ngelunjak gimana?” tanya Nirmala menaikkan salah satu alisnya.
Amel menghela napas seraya memutar bola matanya. Lalu tiba-tiba dia menyentuh kepala Nirmala dan mengusap-usapnya ubun-ubunnya. “Nih ya, Nirmala Lazuli yang nanti otw jadi Nirmala Tjoe A On! Lu tuh udah gede, otaknya dipake dikit! Isinya jangan mangrove sama Nathan doang!”
Nirmala mendengkus dan menyingkirkan tangan Amel. “Thanks atas pujian sekaligus ejekannya!”
“Lu kalo perhatiin, orang-orang yang ngehujat lu adalah followers lu juga, Nir. Mereka masang dua topeng!” Amel meraih tasnya untuk mengeluarkan cermin dan lip cream. “Di depan lu aja mereka muja-muja, lepas itu mereka hate speech soal lu! Brengsek emang orang kek gitu!” lanjutnya yang kemudian memoles ulang bibirnya dengan pewarna merah tersebut.
“Kalo itu gue juga tau, Mel. Gue mah bodo amat!” ujar Nirmala yang langsung dihadiahi oleh tatapan tidak setuju dari Amel. “Selama mereka gak ganggu karir Nathan dan support Nathan, gue gak masalah!”
“Buset! Nirmala bucin era is come back!” ujar Amel.
Respon Nirmala hanya berdecak. “Ini bukan soal bucin atau gimana. Tapi ini emang realistis. Kalau misal gue dihujat dan gak ada abis-abisnya, seenggaknya income utama gue gak terancam. Sedangkan Nathan? Income utama dia di karir sepak bola yang siapapun liat terkadang gak begitu meyakinkan!”
“... Bener juga sih.”
“Gue yang lu kira bego ini juga bisa mikir visioner, keles!” Ada rasa bangga di dalam diri Nirmala saat Amel mengakui pendapatnya. Soalnya kalau mereka lagi ngobrol, cewek itu keliatan banget dongo-nya.
“Ya udah, syukur kalau lu bisa menghadapi mereka. Jangan sungkan-sungkan buat minta tolong ke gue.”
Nirmala mengangguk. Menggulung rambutnya dengan jedai sebelum akhirnya berdiri dari kursi. “Cabut yuk.”
* * *
Mau tahu apa yang paling menyenangkan di hari Jumat?
Yak. Betul.
Besoknya weekend.
Nirmala sudah berencana akan pulang ke Bogor di Jumat malam. Dia sudah request ke Mamanya untuk buatkan dia ayam goreng, tempe bacem dan sambel terasi. Dia juga sempat minta Devi buat bersihin kamarnya dengan sogokan es krim Mixue varian boba. Jadi, nanti sesampainya di rumah dia bisa langsung rebahan.
Namun sayang seribu sayang, ada pesan masuk dari Mamanya.
Mama
|Kak, si Risma lamaran.
|Kita diundang. Semua keluarga besar juga diundang.
|Ih, males banget.
|Aku gak ikut ah.
|Mau di rumah aja sama Beru.
|Nggak enak kalau gak dateng, Mala!
|Dia kan, sepupu kamu!
|Ibu juga males sih, ketemu sama mamanya.
|Nah, yaudah.
|Aku males ketemu anaknya.
|Mama males ketemu emaknya.
|Tapi harus tetep dateng!
|Mama nggak enak, sama keluarga besar!
|Kamu waktu itu lamaran mendadak nggak ngundang mereka, kan.
|Baru juga lamaran buset dah!
|Sapa tuh yang ngomong?
|Udah, mending kamu dari Jakarta langsung ke Ciseeng aja.
|Jemput Sania dulu, katanya dia naik Woosh.
|🙄🙄🙄
|Nanti aku disindir, Mah.
|Males ah!
|Udah tenang. Ada Sania sama Papa.
|Biar mereka yang selepet congor orang-orang!
|Yaudah.
Akhirnya di Sabtu pagi, Nirmala bukannya bertolak ke rumahnya yang berada di pusat kota, dia justru malah melipir ke pinggiran Kabupaten Bogor yang terkenal dengan panasnya. Cewek itu menyeruput es matcha latte-nya seraya membelokkan setir kemudi dengan slay.
Gimana ya, tsay ... Megang setir Rubicon berasa jadi anak konglomerat.
Sania yang duduk di sampingnya, menatap kakaknya dengan sinis. Sebab kakaknya itu memakai pakaian semi-formal yang terkesan kurang cocok untuk acara lamaran yang diadakan di kampung. Celana blue straight jeans, kemeja strip putih dan biru yang sengaja tidak dia kancingkan agar menampilkan tank top hitam yang melekat pas di tubuhnya. Kakaknya pun juga tak lupa mengenakan kacamata hitam, anting besar yang lebih cocok jadi gelang, serta bibir merah marun yang selalu menjadi andalannya.
Sebab bagi Nirmala, warna merah maroon sangat cocok untuk meningkatkan undertone kulitnya yang berada di antara kuning langsat dan sawo matang.
“Lu lebih cocok pergi ke acara makan siang sama klien dibandingkan ke acara lamarannya Teh Risma!” sindir Sania.
“Bodo amat!” sahut Nirmala. Cewek itu melirik sejenak penampilan adiknya. “Lah, lu sendiri kagak ngaca? Outfit lu terlalu Senopati buat Cibentang yang isinya para ngabers!”
Sania berdecak. “Gue bawa jaket. Seenggaknya mereka gak liat udel gue!” ucapnya.
Nirmala hanya mencurutkan bibirnya. Dia sadar, gaya berpakaian adiknya lebih ganas dibandingkan dirinya.
“Lagian gue juga heran, kenapa lu tiba-tiba pake mobil Kak Nathan sih, Kak? Si Ijo masuk bengkel bukan?” tanya Sania.
Benar. Nirmala memang memutuskan pinjam mobil Nathan. Cowok itu emang sudah bilang buat sering-sering pakai Rubicon-nya agar tidak rusak karena jarang digunakan. Makanya Nirmala menambah sewa parking port di basemen apartemennya untuk mobil tunangannya itu. “Sengaja. Biar bungkam orang-orang kalau Nirmala Lazuli meski telat nikah, tapi isi dompet tebel!”
“Yaelah!”
“Lu tau sendiri tahun lalu gue abis disindir di banding-bandingin sama sepupu-sepupu lain yang udah pada punya pacar, udah pada nikah, udah pada punya anak?! Padahal kan umur gue aja baru 24 tahun, bjirrr!”
Sania mengangguk-angguk. Tiba-tiba setuju dan teringat kejadian lebaran tahun lalu yang di mana kakaknya itu dipermalukan dengan dibilang perawan tua lah, kagak laku lah, lebih sibuk sama pekerjaan, dan masih banyak lagi. Padahal kalau bukan karena kakaknya yang workaholic, Sania gak akan bisa kuliah dengan fasilitas yang lebih dari cukup.
“Oke. Kalau untuk flexing gue setuju. Tapi lo tau sendiri, jalanan di sana kan sempit! Pasti markirnya juga susah!”
Nirmala melambaikan tangannya tidak peduli. “Ah, gampang! Papa udah siapin parkiran khusus buat si Bison!”
“Bison?”
“Ini. Mobilnya Nathan.”
* * *
Acaranya tidak terlalu menarik. Di pikirannya sekarang, yang menarik baginya hanya semangkuk bakso dan mie ayam yang dijual di warung yang berada di belakang rumah Nenek. Di mana lokasinya perlu masuk ke jalan setapak yang dikelilingi oleh pemukiman warga.
Sepatu heelsnya dia ganti jadi sendal jepit, rambut panjangnya yang sudah dia styling sedemikan rupa pun dia gulung dan dijepit dengan jedai kesayangannya. Akhirnya bukannya membersamai acara, Nirmala malah nyangsang di warung bakso bersama Devi. Sedangkan Sania hanya minta dibungkuskan saja, sebab baginya sangat seru melihat orang-orang saling julid satu sama lain.
Akhirnya tidak sampai 15 menit, bakso dan mie ayam sudah terhidang di meja warung tersebut. Mereka berdua asik menikmati makanan mereka masing-masing, hingga tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk. Dari Nathan.
Sekarang pukul 1 siang WIB, artinya jam 8 di Austria. Nathan pasti baru selesai mandi setelah melakukan rutinitas work out-nya. Cowok itu baru kembali ke clubnya setelah serangkaian pertandingan di Riyadh 2 minggu yang lalu.
Nirmala mengangkat panggilan tersebut dan mendekatkannya ke telinganya.
“Liefje?” Panggilan dari seberang sana sukses membuat dirinya tersenyum.
“Good morning, Sayang.”
Suara terkekeh terdengar tak lama kemudian. “Good morning, where are you?” tanya Nathan.
“Cibentang. At engagement event of my cousin.”
“Oh ... Did I disturb you?” tanyanya.
“No. I’m fine.” Nirmala meneguk sejenak es teh manisnya. “So, what are you gonna do, today?”
“I don’t know. Go to the laundry, cleaning up my apartment and going to training center. There are some quick interview.”
“With English or Deutsch?”
“I don’t know. Probably we used both.”
Nirmala mengangguk-angguk. Kemudian dia teringat ingin mengatakan sesuatu. “Naith.”
“Hm?”
“My family ask me about you. They really want to see you.”
Nathan terkekeh. “I would love to see them too. I feel sorry that I didn’t have any chance to introduced myself ... in your big family.”
“Nee, you better not to do it. They are really troublesome,” ucap Nirmala seraya memutar bola matanya jengah. Mengingat-ingat perkataan bibi dan budenya yang kepo banget sama tunangannya itu. “They want to see you because you’re popular.”
Balasan Nathan hanya terkekeh. Hingga akhirnya dia kembali mengambil topik pembicaraan lain. “Sayang, let’s get married!”
Nirmala mengernyit. Tiba-tiba banget. “Yes, we will. What do you mean?” Nirmala mengerutkan keningnya.
“I miss you all the time. I can’t wait to be with you again! Let’s get married in December. Like you ever told me, we can married in KUA.”
“Naith! It’s too early for us!”
“Why? We love each other. We both are stable. What are we waiting for?”
Nirmala menghela napas. Bingung dengan sikap Nathan yang mendadak aneh seperti ini. “My Papa give you permission to take me after one year since you proposed me! Remember?”
“Yeah I know. But it’s the same thing right?”
“It’s different, Sayang!” suara Nirmala sedikit naik beberapa oktaf. Beberapa orang di sekitar warung, bahkan Devi sekalipun langsung menoleh menatapnya. Ditambah percakapannya yang menggunakan bahasa Inggris.
Hening sejenak. Terdengar suara helaan napas di ujung sana. “I’m sorry.”
“Naith—”
“I’ll call you later.”
“Tunggu bentar—”
“I said, I call you later!” ucap Nathan, sedikit terdengar membentak. Membuat Nirmala bungkam sebab tidak paham dengan situasi. “I need to go!” lanjut cowok itu
Sambungan pun seketika terputus.
Nirmala menatap layar ponselnya dengan kening yang mengkerut. “Apaan sih? Tiba-tiba banget?!” gerutunya. Merasa belum puas, Nirmala beralih mengirimnya pesan.
Nathan Chu 🖤
|Jangan begitu, Nathan.
|Kamu kebiasaan suka cut off conversation between us when we’re talking something that you unlike!
|Tuh kan di-read doang!
|Awas kalau kamu gak nelpon aku!
|I’m waiting you!
Send a picture
|On the way to training center.
|I’ll call you later.
|I love you.
|Bodo amat.
* * *
Sayang dibuang:
Nirmala’s Random Archive
Januari, 2027 — Ubud, Bali.
“Mel, nyarap dulu gak sih?” tanya Nirmala. Kamera fokus menyorot wajahnya yang ditutupi helm dari angel bawah. Mereka sedang naik motor menuju salah satu beach club yang memiliki pantai bagus.
“Hah?! Sarap? Siapa yang sarap?!” sahut Amel yang sibuk megang setang motor.
“Nyarap gob***! Bukan sarap!” kalimat Nirmala barusan kena sensor.
“Oh. Hayu lah.”
Akhirnya mereka berhenti di warung pinggir jalan yang menjual aneka jajanan pasar. Kamera yang Nirmala pegang menyorot makanan-makanan tersebut yang dijajakan di meja. Kemudian tak lama scene berubah memperlihatkan Amel yang tengah memakan lontong yang barusan dia beli.
“Hmm enak, nih! Murah lagi cuma 2 rebu!” katanya, melakukan review dadakan.
Nirmala tiba-tiba berceletuk, “Bedanya lontong ini sama lontong yang itu apa Bu?” Sebab matanya tak sengaja melihat dua jenis makanan dengan bentuk dan bungkus yang sama.
“Oh kalo yang ini isinya ayam suwir. Kalo yang mbaknya makan tadi isinya babi.”
Mendengar hal tersebut, sontak membuat Nirmala dan Amel memekik terkejut. Refleks kamera langsung berhenti merekam.
Scene berlanjut menyorot Amel yang sedang misuh-misuh perkara tidak sengaja sudah menelan dua bungkus lontong babi beberapa menit yang lalu.
“Yaudah, lah! Kan gak sengaja!” timpal Nirmala yang kini gantian, cewek itu yang mengendarai motor. “Lagian salah lu sendiri makan udah kayak vacuum cleaner!”
“Lah, lu enak baru makan segigit! Gue dua bungkus, Cok! Mana enak lagi! Pantesan orang-orang bilang daging babi enak!”
Nirmala tertawa. “Udah kepalang, Mel—ANJIR!” Cewek itu menarik rem dadakan kala motor di depannya tiba-tiba memotong jalan untuk berbelok tajam tanpa ada aba-aba sen. Kalau semisal Nirmala tidak refleks nge-rem, mereka bisa keserempet.
“BULE EDAN!” maki Amel.
*
Note:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top