-13⚡-

Julia buru-buru melangkah ke arah kamar mandi begitu memasuki kamar Kaira sambil melepaskan resleting celananya.

"Jangan ditutup rapat, ntar kekunci lo," kata Kaira. Gadis itu membuka tas dan menaruhnya di meja belajar. Meraih remote AC dan mengatur suhu ruangan.

"Iya, tau. Kayak gue baru sekali aja ke sini," ucap Julia dari dalam kamar mandi.

Kaira tidak sering tidur memakai piyama, tetapi karena ada Julia dan juga karena ingin, tangannya mengeluarkan dua pasang piyama dari dalam lemari pakaian. Memakai salah satunya yang berwarna abu-abu, sementara yang coklat ia taruh di tempat tidur.

Saat Kaira sudah akan naik ke atas kasur, barulah Julia keluar dari kamar mandi. "Lagian kenapa gak diperbaiki, sih, pintunya?" tanya perempuan itu, membahas pintu kamar mandi Kaira yang memang rusak.

"Hm, nanti." Kaira yang memainkan ponsel hanya menjawab seadanya.

Julia mengambil piyama dari atas kasur dan menggantinya. "Nanti terus, lo. Giliran kekunci baru tau rasa," omel Julia. Ia kini sedang menyisir rambut dan memakai pelembab bibir di depan cermin sebelum ikut bergabung dengan Kaira yang sudah nyaman di dalam selimut.

"Btw, lo tadi kenapa?" tanya Kaira tiba-tiba.

"Kapan?" Julia mengalihkan pandangan dari ponsel dengan kening berkerut. Memikirkan kapan 'tadi' yang dimaksudkan temannya itu.

Kaira mematikan ponsel dan merubah posisi tidurnya menghadap Julia. "Yang pas gue sama Ka Esa baru datang. Di kamar Jiro."

Raut wajah Julia tiba-tiba berubah lain. Membuat Kaira semakin yakin ada sesuatu dengan gadis itu. Julia terdiam sebentar, seperti sedang mengingat ulang apa yang sedang dipikirinnya tadi sore.

"Kayaknya ...," Julia menoleh. "Kak Yoandri lagi deket sama orang, deh." Gadis itu kembali melihat ke arah lain. "Maksudnya, gue juga nggak tahu, cuman pikiran gue terus mikir kayak gitu," katanya cepat.

"Lo ngerti, kan?" tanya Julia lagi setelah mereka terdiam dua detik.

Kaira mengangguk. "Tapi kenapa lo bisa ngira gitu?"

Julia menggigit ujung kanan bibir bawah, menandakan kalau ia sedang gelisah. Kejadian tadi sore di ruang rawat inap Jairo kembali terputar.

"Gue duduk sampingan sama Kak Yoandri tadi. Trus kan dia lagi main hp. Pas gue gak sengaja nengok, dia kaya senyum kecil gitu sambil ngeliatin layar hp-nya. Karna gue kepo, gue dekatan gitu duduknya." Julia menarik napas panjang sebelum melanjutkan ceritanya. "Dia lagi chattingan sama orang, Kai. Manggilnya pake sayang-sayang gitu, pake emoji cium juga."

"Lo baca namanya?" tanya Kaira hati-hati.

Julia menggelengkan kepalanya. "Kontaknya cuman dikasih emoji hati."

Kaira mendesah. Sama sekali tidak bisa memikirkan kalimat apa pun untuk bisa mengembalikkan mood temannya ini.

"Sorry, Jul, tapi gue gak tau mau ngomong apa, beneran," cicit Kaira dengan raut bersalah.

Julia menarik sudut bibirnya sedikit, menoyor pelan pelipis Kaira. "Apaan, sih, Kai! Nggak ada yang salah, ah. Orang gue nggak papa, kok."

"Yakin lo?" Kaira mencibir, sebenarnya tahu kalau Julia hanya mengelak saja.

"Nggak juga, sih." Julia tertawa. "Udah, ah, ngantuk gue."

Sedetik kemudian Julia membalikkan badan. Ponsel yang sudah ia ubah ke dalam mode diam diletakkan di bawah bantal. Menarik selimut sampai hampir menutup sebagian wajahnya lalu memejamkan mata.

Hal yang sama juga dilakukan Kaira. Tetapi sebelumnya gadis itu menyetel alarm–yang sudah menjadi kebiasaannya sebelum tidur, walaupun sebenarnya itu tidak akan berguna.

Jarum pendek jam dinding di kamar Kaira menunjuk angka sepuluh. Dan di detik berikutnya, Kaira seperti teringat sesuatu. Sehingga ia membalikkan badan dengan gerakan kuat, mengakibatkan guncangan di tempat tidur.

"Jul, lo inget nggak waktu kita buat video di cafe minggu lalu?"

Julia tidak memutar tubuh sepenuhnya, hanya kepala yang menengok untuk menanggapi pertanyaan Kaira. "Inget, kenapa?"

"Gue nggak paham, deh, sama yang dibilang Jake waktu itu."

"Emang dia bilang apa?"

"Intinya, Jiro batu banget pas dibilangin ada hujan deres dan tetep maksa keluar. Trus dia bawa-bawa kata bucin gitu," ungkap Kaira.

"Ah, iya!" Mata Julia terbuka lebar dan kini  tubuh rampingnya seratus persen menghadap Kaira. "Gue belum ceritain lo 'kan, ya? Katanya Si Shaun, waktu Jiro sakit itu semalem dia sempet hujan-hujannan ke tempatnya Clara. Ya, nggak pasti, sih. Cuman siapa lagi coba yang bisa buat Jiro langsung kek orang kesetanan nembus hujan setelah nerima telpon?"

"Jadi yang dibilang Jake, itu maksudnya?"

Julia mengangguk. "Pas banget di sana ada Ka Yoandri, Ka Esa, sama Jake. Kata Shaun, sih, dia denger dari Jake."

Sejurus kemudian air muka Julia menunjukkan kekhawatiran, lebih kepada reaksi Kaira atas apa yang akan ia katakan selanjutnya. "Masih ada satu lagi, dan kayaknya lo gak bakal percaya, deh. Tapi, pas malam Jiro kecelakaan, sebelumnya dia lagi bareng Nat latihan buat project cover mereka. Pas di tengah-tengah latihan, Jiro minta udahan dan bilang mau ke rumah Clara," jelas Julia. Diam-diam membaca raut muka Kaira yang perlahan mulai berubah.

"Dan lo tau 'kan Shaun sama Nat sedekat apa? Nat auto langsung ceritain sama Shaun, lah."

Bisa dibilang berlebihan tetapi Kaira benar-benar speechless. Sama seperti tadi, ia sama sekali tidak bisa memikirkan apa pun. Pikirannya dipenuhi segala macam pertanyaan dengan dasar amarah. Dadanya sesak, karena kesal juga tak habis pikir dengan Jairo. Walaupun pasti ada alasan khusus akan tindakan Jairo, tetapi Kaira hanya ingin melampiaskan rasa gondoknya sekarang.

Jairo sudah terlalu dibutahi perasaannya. Melakukan apa pun demi orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri. Padahal orang yang dipedulikan sama sekali tidak memberikan timbal balik, atau sebenarnya ia sadar hanya berpura-pura mengabaikan itu? Dan, ya, ini bukan hanya terjadi satu dua kali. Terlalu sering sampai membuat Kaira muak.

Namun itu bukan hanya salah orang lain. Jika saja Jairo cukup pintar dan sadar akan apa yang dialaminya selama ini, mungkin sahabatnya itu tidak harus berakhir seperti ini. Mengetahui dan menyadari itu membuat Kaira rasanya ingin berteriak dan memukul sesuatu.

"Lo ... oke kan?" tanya Julia tiba-tiba.

Kaira menarik napas panjang. Tidak berniat memaksakkan senyum seperti yang biasa ia lakukan ketika sedang tidak baik-baik saja dan tidak ingin orang lain khawatir. "Bohong kalo gue bilang oke. Thanks, Jul. Tapi keknya gue harus tidur sekarang."

🌍


Ini Glen ya gengs, harusnya di-up kemarin tapi aing lupa, hehe

Kalo ini Natsuo atau biasa dipanggi Nat

Selamat membaca gess
Jan lupa divomment, eheh
luv, zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top