-11⚡-

Kaira menopang dagu menggunakan tangan kanannya. Satu tangan yang lain memutar-mutar bolpoin. Istirahat kedua dihabiskan cewek itu dengan duduk diam di dalam kelas. Julia sedang pergi mengembalikan buku yang dipinjamnya dari murid kelas sebelah. Sementara chairmate-nya sudah pasti sedang berkumpul dengan teman-temannya. Sendirian seperti ini dan tidak ada yang harus dilakukan, membuat pikiran Kaira melayang. Masih penasaran dengan hal apa yang membuat Jairo mati-matian harus keluar rumah di malam hari padahal hujan sedang deras-derasnya.

Kaira mendesah. Sama sekali tidak menemukan dugaan yang meyakinkan.

Julia muncul dari pintu. Perempuan itu berjalan santai dengan hoodie merah muda. Tangan sebelah dimasukkan ke dalam saku dan tangan satunya memegang gelas plastik minuman dingin.

"Perasaan sekolah kita ada aturannya, deh. Dilarang pake jaket–"

"Ini hoodie."

"Sama hoodie." Kaira tersenyum. Sementara Julia memutar bola matanya. Gadis itu mengeluarkan sekaleng susu dingin dari saku hoodie dan menaruhnya di atas meja Kaira. "Thank you," kata Kaira, sengaja menarik nada ucapannya.

"Oh, iya, Kai. Video kemarin gimana?" tanya Julia yang sekarang sudah duduk di bangkunya. Matanya menatap lekat pada salah satu es batu berukuran sedang di dalam gelas plastik yang kini cairan berwarna coklatnya sudah nyaris habis.

"Eh, iya, deng, video! Anjir gue–"

Serhan–yang entah kapan datangnya, menaruh flashdisk putih di atas meja. "Udah gue rapiin," katanya. Menatap Kaira sebentar sebelum duduk di samping gadis itu.

"Gue yang pegang ya, gengs!" seru Julia yang langsung memasukkan benda kecil itu ke laci di dalam tasnya.

Kaira dengan tatapan memuja belum sedetik pun mengalihkan wajahnya dari Serhan. Sehingga cowok itu menoleh dengan pandangan datar.

"Apa?"

"Thanks, banget, Ser. Lo emang ... Pangeran Penyelamat gue," kata Kaira dramatis. Serhan yang mendengarnya hanya melirik gadis itu lantas mulai sibuk dengan ponselnya.

"Hola!" sapa seorang cowok cantik yang langsung mendudukkan diri di kursi samping Julia. Ia memeluk  makanan ringan di tangannya. Tidak berniat menaruh beberapa kemasan itu di atas meja, takut seandainya Serhan menyuri–walaupum sebenarnya itu tidak akan terjadi.

Lelaki yang warna kulitnya sama seperti Serhan itu, mulai membagikan Julia dan Kaira makanan ringannya–masing-masing satu–dengan kesusahan.

"Makasih!" seru Kaira, berlagak ceria. Diam-diam ia ingin mengalihkan perhatian dan pikirannya pada teman seangkatan berwajah baby face di depannya ini.

"Tumben lo nggak sama Jake, Shaun," ucap Julia. Berbeda dengan Kaira yang memang sedang tidak berselera makan, perempuan itu tampak sangat menikmati snack pemberian lelaki yang duduk berhadapan dengannya, Shaun.

"Ke perpus dia."

"Hem, gak heran gue. Bisalah si Jake kalo dibilang masuk perpus. Tapi kalo yang modelan kayak Jiro, mah, gak percaya gue," tukas Kaira menanggapi ucapan Shaun, tetapi seperti berbicara sendiri.

"Hush!" tegur Shaun, terlihat ingin mengibaskan satu tangannya, tetapi ia urungkan karena tak ingin makanan yang masih dipeluknya berhamburan. "Orangnya lagi sakit, jangan ngomongin yang jelek-jeleknya."

"Berarti kalo udah sembuh boleh, dong?" tanya Julia dengan polos. Shaun hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Entar, anak-anak pada mau jengukin Jiro," kata Shaun. Ia memajukan tubuhnya untuk melihat layar ponsel Serhan. "Hadeh, ML mulu lo!"

Pandangan Shaun beralih pada Julia yang sudah selesai memakan jajannya. Gadis itu meremukkan bungkusan makanan, lantas memasukkannya ke dalam gelas plastik bekas minumannya tadi.
"Lo harus ikut–"

"Emang gue mau ikut," potong Julia.

"Kak Yoandri juga ikut katanya. Dandan yang cantik lo, biar dia terpesona."

"Seriusan lo?" Julia mengerjap, wajahnya terlihat berseri-seri sejak Shaun menyebut nama orang yang sudah lebih dari setahun membuatnya jatuh hati untuk pertama kalinya. Shaun pun mengangguk.

"Gue nyusul, ya, nanti." Perkataan Kaira disambut tatapan kompak dari Julia dan Shaun. Jangan tanyakan Serhan, karena dia terlalu serius dengan permainan online-nya. "Udah  lima tahun, dan akhirnya Oma gue balik dari Swiss. Jadi, ya, mau nggak mau gue musti hadir di sana," jelas Kaira.

🌍

"Kamarnya VIP, kan, ya, kemarin?" Kaira yang mendapat anggukan sebagai jawaban, memilih untuk kembali diam.

Gadis itu berjalan bersisian dengan pemuda yang lebih tinggi beberapa centi darinya. Pakaian mereka. terlihat sangat serasi. Kaira tampak cantik dengan jeans dan kemeja crop tee. Sementara lekaki yang kini tengah sibuk melihat benda persegi di tangannya, terlihat keren dengan kemeja dan beanie yang berwarna senada. Hal paling mencolok adalah atasan dua remaja itu yang sama-sama berwarna hitam dan bercorak kotak-kotak, membuat siapa pun yang melihat akan meyakini bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih.

"Kayaknya yang lain udah sampe duluan. Kita langsung masuk aja," katanya. Ia pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

Kaira dan lelaki itu memasuki lift, diikuti beberapa orang yang juga sedang menunggu di depan kubus canggih itu. Kamar rawat inap Jairo berada di lantai 4, yang berarti mereka harus berhenti di dua lantai terlebih dulu.

Saat lift berhenti di lantai tiga, lebih dari lima pengunjung lelaki masuk dengan tidak beraturan sehingga ruangan dengan ukuran yang tidak terlalu besar itu menjadi penuh dan sedikit sesak. Lelaki di samping Kaira pun dengan sigap langsung menarik gadis itu agar berpindah tempat dengannya.

Saat sudah sampai di lantai empat dan pintu lift terbuka, lelaki tadi memberi isyarat pada Kaira untuk berjalan duluan. Ia yang dari belakang, memegang kedua bahu Kaira selagi mereka berusaha keluar dari himpitan orang-orang.

Kaira berjalan mantap ke arah ruangan di sisi sebelah kanan koridor, sudah hafal dengan letak kamar Jairo walaupun baru sekali ke sana. Langkahnya yang panjang dan cepat membuat lelaki yang datang bersamanya nyaris tertinggal di belakang. Alhasil, ia harus menunggu temannya itu sebelum membuka pintu ruangan.

Gadis itu memang sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Jairo semenjak tadi siang Ibu cowok itu mengabari Kaira bahwa anaknya sudah sadar.

"Ji–" seruan Kaira terpotong saat mendapati perempuan–yang sedang duduk di kursi samping tempat tidur, langsung berbalik karena mendengar suaranya. Jairo yang juga duduk bersandar di tempat tidurnya ikut mengalihkan pandangan pada Kaira.

Senyuman cerah Kaira tergantikan dengan eskpresi canggung yang sama sekali tidak bisa ditutupi. "Eh, hai, Clara."

"Hai," balas Clara dengan senyum yang juga terlihat canggung.

Pintu yang memang baru dibuka sedikit oleh Kaira, akhirnya didorong oleh lelaki di belakangnya sehingga ia bisa melihat ke dalam ruangan.

Wajah datar lelaki itu disambut dengan ekspresi terkejut bercampur heran yang terlihat sangat jelas di wajah Jairo. "Kak Esa?"

🌍

Shaun

Ootd-nya Ka Esa & Kaira🤟
(anggap aja itu warna item ya ges wkwk :v)

Annyeong!
Itu gambar Jay di atas, mukanya pas nyadar kalo Kaira datang bareng Ka Esa🤣
Keep vomment!
zypherdust💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top