-09⚡-
"Diginiin, ah!" Julia memiringkan ponsel yang ada di tangan Jake menjadi horizontal. Ia lantas kembali bergabung bersama dengan Serhan dan Kaira yang sudah siap di balik meja. Berbagai peralatan dan bahan tersusun rapi di meja lebar berpernis coklat muda itu.
"Satu ... Dua ... Tiga!" Jake memberi aba-aba lantas menekan ikon bulat berwarna merah di sisi bawah layar ponsel. Ia mengangguk sekali pada ketiga remaja di depannya.
"Selamat malam–"
"Pagi, Serhan!" sambar Kaira dan mendecakkan lidahnya. Wajah yang merengut itu terlihat kesal menatap lelaki di sampingnya. Serhan bergantian menatap ke arah langit di luar yang menggelap dan Kaira. Seolah menjelaskan kalau ia sama sekali tidak salah. Tetapi Kaira tidak menggubris itu dan mengalihkan pandangan ke arah Jake. "Ulang!" perintahnya sambil merapikan rambutnya.
Jake membuang napas dan memaksakan senyumnya. Lantas mengikuti intruksi Kaira.
"Selamat pagi. Perkenalkan kami kelompok 5, dari kelas 11 Mipa 2. Saat ini kami akan melakukan percobaan sederhana untuk membuktikan Teori Asam-Basa. Saya Serhan Adikusuma."
"Saya Kaira Ramadani."
"Dan Saya, Julia Almaria."
Entah ini sudah take ke berapa. Yang Jake tahu, kakinya sudah terasa kesemutan dari dua menit lalu dan kedua tangannya yang mulai pegal. Diam-diam tidak habis pikir dengan Serhan. Setahunya pria itu mempunyai tripod, tetapi kenapa ia tidak membawanya? Apa Serhan sudah tahu kalau Julia memang menyuruhnya datang dan sengaja untuk menyiksa dirinya seperti ini? Memikirkan itu membuat Jake tanpa sadar memberikan tatapan tajam pada cowok tinggi yang ada di layar ponsel yang sedang dipegangnya sekarang.
"Di depan kami ada beberapa larutan, antara lain ...," Kaira mulai menunjukkan dan memperkenalkan beberapa bekas gelas aqua dengan berbagai isi larutan ; air gula, air garam, alkohol, dan sebagainya.
"Serta, dua kertas lakmus, merah dan biru," tambah Julia setelah Kaira selesai dengan gilirannya. Jake merasa kagum karena gadis itu sama sekali tidak merasa gugup di depan kamera, bahkan ia terlihat sangat santai seolah sudah seperti ahli. Padahal sebelum rekaman tadi, gadis itu sempat meributkan hal-hal kecil seperti bagaimana ia akan berkespresi di depan kamera atau pun nada suaranya.
Hampir 30 menit semenjak Jake menekan ikon merah pada ponsel Julia–yang tanpa diduganya menjadi kali terakhir dari kerja kerasnya hari ini–ketika Kaira dan Julia ber-highfive dengan senyum puas mereka.
Jake menyerahkan ponsel Julia lantas meregangkan tangannya. Segelas mocca fluet di meja diteguknya hingga menyisakan beberapa bekas krim putih di kedua sudut bibirnya. Hal itu malah membuat wajahnya terlihat menggemaskan.
Sedang Kaira dan Julia asik menonton dan mengomentari hasil rekaman Jake, Serhan tanpa banyak bicara membereskan meja dan membuang bahan-bahan bekas yang mereka gunakan di tempat sampah yang terletak di sudut ruangan dekat kamar mandi. Tentu saja sebelumnya ia menyatukan semua itu ke dalam kantong plastik hitam agar tidak berceceran.
"Nanti biar gue yang edit," kata Kaira.
"Oke." Julia tampak mengotak-atik ponselnya sebentar.
"Minta tisu dong," kata Jake. Menunjuk sekotak tisu putih yang ada di dekat gelas minuman milik Julia.
Julia memberikan tatapan sengitnya pada Jake dan membuang asal kotak tisu pada si lelaki ber-hoodie coklat itu.
Jake menaikkan sebelah alisnya bingung dengan reaksi yang diberikan Julia. Setelah selesai menggunakan dua tisu yang ia tarik untuk membersihkan mulutnya, Jake kembali menoleh pada Julia.
"Kenapa lo?"
"Gue?" Kaira mendongak dari ponselnya.
"Nggak, Julia." Jake menatap Julia yang kali ini juga sedang melihtnya dengan bibir terangkat sebelah. "Kenapa, sih?"
"Tau ah! Gue males sama lo! Orang gue nyuruh ngajak Ka Yoandri juga." Julia berdecak.
"Ya, elah, Jul. Gue kan udah bilang dia nggak bisa."
"Ya, lo kan bisa maksa. Atau nggak kasih alasan apa, kek."
"Dia lagi jalan sama Mamanya."
Julia sebelumnya terlihat akan terus mendebat ucapan Jake, tetapi setelah mendengar itu ia terpaksa bungkam dengan wajah yang ditekuk.
"Btw, Kai. Jiro emang beneran sakit ya?"
"Kenapa?"
"Ya, nggak papa, sih. Gue pikir tipe cowok kek dia nggak gampang sakit."
Serhan yang sedang asik memakan kentang gorengnya berucap, "Jiro juga manusia kali."
"Lagian dia batu banget, udah gue bilangin di luar hujan deras, masih aja makasin keluar. Emang ya, bucin banget, asli." Jake mulai menyuapkan nasi goreng pesanannya yang baru saja diantar pelayan.
"Maksud lo?" Kaira mengangkat wajah. Merasa ada yang janggal dengan perkataan temannya itu.
"Eh, itu bukannya gebetannya Jairo?" celetuk Julia.
Sontak seisi meja itu langsung mengikuti arah pandang Julia. Kecuali Serhan, tentu saja. Lewat lima detik, barulah ia menoleh, mengikuti teman-temannya.
Julia mendesah, mencoba mengingat nama perempuan itu.
"Clara," kata Kaira sambil melirik Kaira. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Nah, iya, Clara."
Mata mereka semua terus bergerak hingga kedua pasang remaja yang ditatap menghilang ke lapangan parkir.
"Heran, deh. Kenapa, sih, namanya selalu gue lupa. Fix, berarti dia emang bukan jodohnya Jiro."
"Hubungannya apa, Neng?" sahut Kaira.
"Tapi cowok yang di sebelahnya siapa 'tuh?" tanya Julia penasaran, tidak memedulikan ucapan Kaira barusan. Ia memandang sahabatnya itu meminta penjelasan.
"Andre, temen sekolahnya Clara. Rivalnya Jiro," Serhan yang menjawab. Julia mengangguk paham, tampak memikirkan sesuatu. Sementara Serhan beralih pada Jake. "Cepetan habisin makananya, udah mau jam 7."
Keempat remaja itu memang sudah memesan tiket bioskop. Dan rencananya setelah selesai dengan tugas merekam video, mereka akan menonton bersama.
🌍
"Thanks, ya, Ser."
Serhan mengangguk. Ia sekarang berhadapan dengan Kaira di depan pagar rumah gadis itu. Serhan mengedikkan dagu ke arah pintu. "Masuk, sana. Gue pulang dulu," katanya, tetapi ia tidak langsung kembali masuk ke mobil.
"Besok ulangan Matematika. Jangan lupa belajar lo, gue nggak mau nerima perimintaan contekan." Setelah berkata demikian, Kaira berbalik dan berjalan ke rumahnya.
Tangan gadis itu belum sampai pada gagang pintu, ketika ponselnya berdering. Refleks ia mengobrak-abrik tas dan menjawab panggilan itu.
Kaira membulatkan mata dan wajahnya menjadi pucat saat mendengar ucapan seseorang di seberang telepon. Dan tidak sampai dua menit, panggilan itu dimatikan. Kaira yang semula ingin masuk ke dalam rumah, malah berbalik dan berjalan tergesa-gesa keluar pagar. Ia menghampiri Serhan.
Serhan yang masih di posisinya memang tadi sempat merasa ada yang salah saat Kaira menerima telepon, walaupun ia hanya bisa melihat punggung gadis itu. Dan pergerakan Kaira sekarang yang terlihat panik semakin membuatnya bingung.
"Jiro ... kecelakaan." Kaira berusaha sekuat tenaga untuk mengatakan hal itu agar dapat didengar Serhan. Tanpa diduga, cairan bening mengalir dari sudut matanya.
🌍
mon maap saia telat :)
keep vomment😘
zypherdust💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top