HEY CRUSH || 20
Assalamualaikum...
Walau telat sehari but... selamat hari raya Idul Fitri temen semua, mohon maaf lahir batin, minal aidin wal faidzin yaaa 🤗✨
***
Shabira menatap lesu pada layar ponselnya yang baru saja berdenting, tentu lesunya berasalan karena pesan yang masuk ke ponselnya bukan pesan dari calon ayang.
"Udah dua minggu padahal nggak pernah chat, nggak kangen apa?" keluhnya frustrasi.
Sudah sejak dua minggu terakhir pertemuan mereka, keduanya tidak saling berkomunikasi. Hari itu, setelah makan bersama dengan Mama Arumi, Elzio lantas mengantarnya pulang dan setelahnya mereka tidak lagi bertukar kabar.
Shabira sudah tahu alasan Elzio tidak pernah mau mengirim pesan padanya. Dan Shabira juga mencoba untuk menahan diri agar tidak mengirim pesan lebih dulu karena ingin menerapkan apa yang Elzio lakukan.
Tapi ternyata, rasanya sesulit ini.
"Astagfirullahaldzim," gumam Shabira saat tidak sadar jemarinya membuka ruang chatnya dengan Elzio. Hampir saja dia mengirimkan pesan pada lelaki itu, untung saja ucapan Elzio waktu lalu berdengung di telinga.
"Kalau kangen ngadunya sama Allah aja," ucapnya pada diri sendiri lantas Shabira bangkit dari rebahannya tepat saat adzan subuh berkumandang.
Turun dari ranjang Shabira bergegas masuk ke kamar mandi untuk bersiap menunaikan shalat subuhnya.
"Kakak!" Suara Bunda Khadijah melengking nyaring bersamaan dengan ketukan yang tidak santai. "Kak bangun Kak, subuh!"
"Iya bun, udah bangun!" Shabira menjawab sama berteriak selagi berjalan mengenakan mukena. Di bukanya pintu kamar dan terpampanglah sosok Bunda yang amat dia sayangi. "Bun, kan, kakak udah bilang. Kalau bangunin tuh jangan teriak gitu."
"Kalau nggak teriak, kakak nggak akan bangun!" dengkus Bundanya. "Tapi udah dua minggu ini kakak cepet bangun loh. Shalat subuhnya udah nggak pernah ketinggalan. MasyaAllah anak Bunda, pasti lagi ada maunya ya?"
Shabira nyengir, gadis itu keluar dari kamar lantas menutup pintu dan mulai berjalan menuju mushola yang memang di bangun Ayah Ridwan khusus untuk istri dan anaknya Shalat berjamaah.
"Kakak lagi ngencengin doa sama Allah," celetuk Shabira sembari mengamparkan sejadah. "Kira-kira, Allah bosen nggak ya, dengar doanya Kakak, Bun?"
Bunda Khadijah memicing mata. "Emang doanya kakak apa?"
"Mau Elzio jadi imam di hidup kakak. Hehe."
***
"Assalamualaikum!"
Mama Arumi, dengan senyum sumringah menyambut kedatangan Elzio yang baru saja pulang dari masjid setelah shalat subuh berjamaah dengan warga kompleks.
"MasyaAllah anak mama Shaleh ganteng sekali," cetus Mama Arumi, menatap Elzio dari atas hingga bawah. Anaknya semakin tampan dengan kemeja koko hitam dan sarung berwarna senada, kepala tertutup peci serta tangan yang memegang tasbih tidak berhenti bergerak membuat wanita itu tahu anaknya masih saja berdzikir.
Di pandanginya anak tampannya itu dengan mata berbinar menggoda dan senyum yang kelewat lebar.
Elzio yang semakin lama semakin risi dengan tatapan sang Ibu lantas menghentikan dzikirnya dan bertanya. "Kenapa Ma?"
"Sejak kapan kamu suka sama Shabira, El?" tanya Mama Arumi. Waw, pertanyaan tak terduga yang lumayan membuat Elzio terkejut.
"Kenapa memang?" Elzio menjawab dengan tanya, menggiring sang mama yang masih mengenakan mukena untuk masuk ke dalam dan duduk di sofa.
"Jawab loh El, malah nanya balik," decak Mama Arumi.
Elzio memicing mata. "Karena Mama aneh tiba-tiba nanyanya begitu."
"Soalnya Mama nemu ini di kamar kamu," ucap Mama Arumi. Menyengir lebar sembari memperlihatkan badge name bertuliskan Shabira Farahani W. "Di lihat dari design badge name nya sama font nya ini, kayaknya ini barang lama."
Elzio berdeham canggung, mengambil alih barang itu dan memerhatikannya dengan senyum kecil.
"El! Malah senyum-senyum ih! Jawab dong, sejak kapan kamu suka sama Bira?"
Elzio menatap mama Arumi lantas kembali menatap badge name Shabira lagi. Mengelusnya dengan ibu jari lembut. "Kayaknya sejak pertama kali aku eja nama dia, Ma. Aku suka sama Shabira sebelum tau yang mana orangnya."
"Jadi, kamu suka duluan sama namanya sebelum suka sama orangnya?" tanya Mama Arumi tak percaya. "Kapan itu?"
Elzio tersenyum. "Satu tahun setengah yang lalu."
***
"Haaaccciihhhhh!!" Shabira menutup setengah mukanya dengan tangan seraya menundukan kepala. Hendak mengangkatnya lagi namun. "Huuuaaccciihhh!" Dia bersin lagi.
Shabira menghentikan langkah kakinya diam sebentar dan bersin itu kembali datang dengan suara amat besar. "Alhamdulillah," ucapnya pelan saat bersinya selesai.
"Yarhamukallah," balas sebuah suara di belakangnya.
Shabira sontak menoleh, dan tersenyum malu saat ternyata mendapati Elzio lah orangnya. Uhuyy, calon ayang datang!
"Yahdikumullah," sahut Shabira.
Elzio terkekeh pelan melihat wajah putih Shabira kemerahan, gemas tak tertahan lelaki itu rasakan, ingin sekali mengelus pipi gadis itu agar rona merahnya hilang namun tentu saja tidak bisa dia lakukan.
"Flu?" tanyanya saat berhenti tepat di depan Shabira.
"Iya El. Cuacanya dingin banget, daritadi di motor nggak berhenti bersin."
"Kamu naik motor?" Elzio bertanya dan Shabira mengangguk. "Sama siapa?"
"Mamang ojek. Soalnya mobil ayah mogok tadi, jadi aku diantar ojek," jelas Shabira tanpa di minta. Elzio tampak mengangguk-angguk. "Baru datang El?"
"Iya. Aku duluan ya, mau ke basecamp Rohis dulu. Nggak apa-apa?"
Shabira tertawa. "Ya nggak apa-apa, El. Gih."
Elzio pergi setelah pamit dengan salam sementara Shabira tetap diam memerhatikan punggung lelaki yang dia cintai sampai menghilang di balik belokan.
"Alhamdulillah, kangen hari ini kebayar," gumam gadis itu kembali melanjutkan langkah menuju kelas.
Sebenarnya, setiap hari di sekolah, Shabira selalu bertemu Elzio. Tapi pertemuan mereka terjadi tanpa janjian. Maksudnya, beberapa kali mereka berpapasan di koridor atau tidak di masjid bahkan di kantin.
Sebalnya, mereka selalu berpapasan di waktu yang tidak tepat. Maksud Shabira, selalu saja ada teman-teman diantara mereka. Membuat Shabira tidak berani menyapa begitu juga Elzio. Jadi mereka hanya akan saling tatap beberapa detik dan melempar senyum dan selesai.
Baru kali ini, Elzio menyapa dan berbicara padanya. Walau tidak lama, tapi setidaknya rindu Shabira mendengar suara lelaki itu sudah terobati.
Shabira masuk ke dalam kelas dan melewati bangku Alef begitu saja. Sejak kejadian dua minggu kemarin, pertemanan mereka memang berjarak. Hanya bertegur sapa jika di butuhkan saja.
Tentu saja, Shabira yang lebih sering menghindari Alef. Entahlah, rasanya sekarang dia tidak nyaman jika berteman terlalu dekat dengan lelaki lain termasuk Shaga.
Dan bicara soal teman, ada suatu hal yang membuat Shabira mengganjal. Yakni perubahan sikap Nadia terhadapnya.
Entah perasaannya saja atau tidak, Shabira rasa Nadia menghindarinya sejak hari ulang tahun gadis itu dua minggu lalu.
"Heeeyy ceu haji!" Karina menyambut heboh seperti biasa saat Shabira sampai di bangkunya. "Ceu, lihat PR pak Budi ceu!"
Shabira memutar bola mata, pasrah saja saat ranselnya di buka paksa. "Chealse sama Nadia belum datang?"
"Udah," jawab Karina mulai fokus menyalin tugas. "Tapi lagi ke toilet, lagi betulin kerudung."
"Kerudung?" beo Shabira bingung. "Siapa yang di kerudung?"
"Nadia. Lo belum lihat, ya? Cantik banget tau!"
Shabira bergeming, otaknya mulai berpikir. Kenapa Nadia mendadak berkerudung? Bukannya tidak boleh, hanya saja Shabira penasaran, hal apa yang membuat Nadia memutuskan hal sebesar itu padahal sebelumnya tidak ada tanda-tanda Nadia ingin merubah cara berpakaiannya.
Lamunan Shabira buyar saat suara tawa Chealse terdengar, mendongak, Shabira dapati kedua sahabatnya berjalan menuju bangku.
Refleks, Shabira perhatikan Nadia. Gadis itu tampak anggun dan cantik dalam balutan seragam panjang dan jilbabnya.
"MasyaAllah cantik banget, Nad," puji Shabira tulus.
Nadia hanya tersenyum kaku lalu duduk di bangkunya. "Bir boleh minta nomornya Elzio?"
"Nomornya El? Buat?"
Nadia tampak kesal entah karena apa. "Ya buat di chat. Boleh?"
"Itu, si Nadia mau kasih hadiah buat mamanya Elzio. Kan, pas dia ultah kemarin dia di kasih kerudung. Nah, sekarang si Nad mau balas kebaikan mamanya," urai Chealse paham akan kebingungan Shabira.
"Oh... nanti gue ijin dulu sama Elzio, ya? Nggak enak kalau kasih tanpa ijin," ujar Shabira berusaha meredam rasa tak nyaman yang mendadak hadir dalam hatinya.
Wajah Nadia tampak keruh saat mendengar ucapan Shabira itu. "Nggak usah, deh. Biar nanti gue ke kelasnya aja buat titip hadiah ke Mama nya."
Sebenarnya, Nadia sudah mencoba mengirim pesan pada Elzio dari beberapa minggu lalu lewat instagram, namun, Elzio tidak sekali pun membalas pesannya walau lelaki itu sering terlihat online.
Shabira mengangguk kaku atas ucapan Nadia. Gadis itu akan mendatangi Elzio ke kelasnya ya? Menitipkan hadiah untuk Mama Arumi, ya? Kok, Shabira merasa sesak begini, sih?
"Astagfirullah... astagfirullah... astagfirullah..." gumam Shabira pelan.
"Assalamualaikum!" Suara tenang yang mengalun berat membuat seisi kelas menoleh kearah pintu.
Jantung Shabira berdegup kencang saat melihat sosok Elzio berdiri di sana dengan senyum terarah padanya.
"El?" Shabira berdiri, hendak menghampiri lelaki itu namun seseorang lebih dulu mengahalangi jalannya.
Nadia, berlari kecil menghampiri Elzio dengan tangan menjinjing paperbag. "Waalaikumssalam, El!"
Elzio tampak bingung, namun tersenyum juga demi kesopanan. "Shabir—"
"El. Gue mau titip sesuatu buat Mama lo," sela Nadia cepat.
"Titip apa?"
"Ini." Nadia mendekat, di detik Elzio memundurkan badan untuk menghindar, Nadia meringis malu. "Sorry," bisiknya. "Ini buat mama lo, El. Hadiah dari gue."
Tidak baik menolak pemberian dari orang lain, maka Elzio terima itu. "Thankyou, nanti gue kasih ke Mama," ujarnya. "Bisa lo—"
"Kalau gue minta nomor mama lo, boleh?" sela Nadia lagi.
Elzio menghela napas. "Mama gue sebenarnya nggak gampang akrab sama orang asing. Tapi nanti gue coba ijin dulu, kalau memang boleh nanti biar Shabira yang kirim nomornya ke lo."
"Kok Shabira?"
"Dia yang sering chat atau telepon mama gue akhir-akhir ini."
Nadia tersenyum. "O-oh ya udah. Padahal sebenernya lo bisa kirim sendiri pribadi ke gue."
"Gue nggak punya nom—"
"Lo bisa save sekar—"
"Dan gue males buat save nomor cewek." Lanjut Elzio menyela. Lelaki itu mengangguk samar lalu masuk ke dalam menuju bangku Shabira. "Hey..."
"El? Kenapa?" tanya Shabira, namun matanya tertuju pada Nadia yang mengikuti Elzio dari belakang.
"Udah sarapan belum tadi?"
"Udah."
"Ini tinggal minum." Elzio meletakkan satu strip obat yang Shabira kenal sebagai pereda flu lengkap dengan sebotol air kemasan. "Kamu bersin terus, itu..."
"Apa?"
"Hidung kamu lucu, merah." Elzio tertawa kecil, menunjuk hidung Shabira dari jarak jauh.
Shabira mendengkus. "Makasih. Aku kayak badut ya?"
"Nggak. Tetep cantik."
"Aaahaaayydeehh! Bisa nggak kalian uwu nya pindah ke Mars? Gue males ngungsi, nih," celetuk Karina di sertai tawa menggoda.
Elzio hanya diam berdeham sementara Shabira terkekeh melihat ujung telinga lelaki itu memerah. "Makasih obatnya."
"Hmm. Ya udah aku ke kelas dulu. Terus ini," lelaki itu menyimpan paperbag yang di berikan Nadia di meja Shabira. "Titip dulu, nanti pulangnya aku ke sini. Kita pulang bareng."
"P-pulang bareng?!"
Elzio mengangguk. "Ayah barusan nge whatsapp, minta tolong aku anterin kamu soalnya ayah nggak bisa jemput, mobilnya baru bisa di di service nanti sore," urainya.
Shabira hanya mampu mengangguk-angguk dengan wajah bodohnya. Barulah saat Elzio pamit keluar kelas, gadis itu tersadar dan langsung berlari mengejar Elzio.
"HEY CRUSH!!" teriaknya lantang, menggema di selasar kelas yang cukup ramai.
Elzio yang hapal betul suara Shabira, langsung menoleh ke belakang dan seketika tersenyum salah tingkah saat gadis itu memberikan finger heart dengan dua tangan yang diacungkan ke atas.
Ya Allah, gadis itu... benar-benar minta di lamar sekarang juga sepertinya.
***
Bersambung....
Selasa, 03 Mei 2022.
Dua bab ke depan kita bakal masuk konflik utama dan mungkin konflik terakhir. Aku nggak tahu kapan update lagi, tapi doain semoga cerita ini ramai sesuai harapanku supaya aku semangat mengerjakan naskahnya sampai selesai.
Bantu share dong cerita ini ke temen kalian 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top