Bab 2 : Dunia Belum Berakhir
Di hari kedua Arisha sebagai sekretaris, tidak begitu berjalan dengan baik. Namun sepertinya Kevin masih memberikan toleransi.
"Aris, nanti malam ikut saya gathering di Kelapa Gading, jam 19.30 saya jemput kamu," ujar Kevin pada Arisha yang sedang mengambil berkas di ruangan Kevin.
Oh, gathering? Berarti Arisha bisa makan enak sepuasnya, kan?
Tapi, tunggu dulu! Dia kan pergi bersama bosnya, mana mungkin bisa makan sebanyak-banyaknya. Jaga image, dong.
"Rumah kamu di mana?" tanya Kevin lagi, membuyarkan bayangannya yang sedang menikmati makan enak di gathering nanti.
"Saya nge-kost di Setiabudi, Pak. Nanti saya shareloc," jawab Arisha.
"Dress code kamu nanti malam, dress hitam sopan, tidak terbuka, tidak vulgar, dengan high heels yang bagus," jelas Kevin.
"Baik, Pak."
***
Malam ini, Arisha datang ke acara gathering bersama Kevin. Sesuai request, gaun malam Arisha benar-benar sopan dan elegan.
Arisha terbelalak begitu memasuki hotel bintang lima di mana acaranya berlangsung. Ini bukan gathering biasa yang diisi dengan makan-makan dan ngobrol ala bos-bos. Si tuan rumah membuat ini semakin menarik.
Ini adalah fine dining restaurant beserta drinking bar dan jangan lupakan, para wanita seksi yang menyapa para tamu yang datang.
"Jalan di samping saya, Aris. Hadang setiap wanita yang mendekat. Bilang saja kamu pacar saya," ujar Kevin tegas.
Arisha yang bingung dengan ucapan Kevin, masih mencernanya dengan baik. Namun belum tercerna dengan baik, seorang wanita sudah datang mendekat. Mereka kini sudah duduk bersama beberapa pengusaha muda dan senior. Beberapa memang kolega Kevin, mereka sedang mengobrol dengan seru.
Seorang wanita tionghoa datang mendekati Kevin.
Ia bertanya kabar pada Kevin dengan bahasa mandarin. Yang lebih parahnya, wanita tersebut sudah duduk di samping Kevin dengan dada besarnya menempel di lengan Kevin.
Arisha langsung menaikkan sebelah alisnya tidak senang. Ini tugas pertamanya, menghalau para nenek lampir.
"Jangan ganggu saya Lili, ini ada pacar saya." Begitulah jawaban Kevin pada wanita tersebut dengan bahasa mandarin.
Wanita tersebut menoleh ke Arisha, memandang remeh dan ia tak gubris ucapan Kevin. Ia malah semakin menempelkan buah dadanya. Dan ia mengucapkan kalimat merendahkan pada Arisha.
"Dia kuno sekali, Kevin. Seperti ibu-ibu, lihat saja bajunya sangat norak."
Seperti itulah kira-kira artinya.
Semua di meja itu terdiam saat nenek lampir bernama Lili berkata seperti itu.
"Heh, nenek keriput! Jangan asal ngomong, gue pacarnya Kevin. Jangan dekat-dekat!"
Arisha mengatakan itu dengan bahasa mandarin ala preman.
Semua di sana terbelalak sesaat dan kemudian tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Arisha. Tidak lupa, Kevin juga sempat terkejut dengan ucapan Arisha.
"Oh, maaf. Jangan salah paham, saya kira kamu tidak mengerti ucapan saya." Begitulah si Lili menjawab Arisha, nadanya berubah menjadi sopan dan lembut.
Tak lama kemudian, nenek lampir itu pergi dari sana dengan wajah malu.
"Saya tidak tahu, kamu bisa mandarin," ujar Kevin.
"Maaf, Pak kalau bahasanya enggak formal. Saya pernah kursus mandarin, tapi sembari ngantuk. Jadinya begitu hasilnya," jawab Arisha jujur.
Kevin tersenyum seraya menggeleng.
Selanjutnya, Arisha benar-benar menjalankan tugasnya menjaga Kevin dari para nenek lampir yang menginginkannya.
Siapa yang tidak meleleh melihat Kevin?
Pria lajang, mapan, dan matang, dengan tubuh tinggi tegap atletis. Saat ini usianya 34 tahun, ia meraih kesuksesannya diusia 31 tahun. Semua proyek yang ia pegang, berhasil dan berkembang pesat.
Namun, tidak dengan Arisha. Arisha tidak akan tergoda dengan bosnya, ia sedang fokus demi kelangsungan hidupnya.
Ya, kita lihat saja nanti.
***
Sudah seminggu Arisha menjabat sebagai sekretaris. Apakah berjalan lancar?
Tentu saja tidak, Marimar!
Kesalahan demi kesalahan Arisha lakukan. Contohnya, ia lupa membuat jadwal harian Pak Kevin, dan di hari itu semua urusan Pak Kevin berantakan.
Lalu, ia tidak menyelesaikan pengiriman email ke perusahaan lain yang menjadi suplier mereka, dan masih banyak lagi.
"Aris, saya bingung sama kamu, kamu sudah tiga bulan lebih bekerja sebagai sekretaris saya. Seharusnya, hal-hal dasar tidak kamu lupakan begitu saja." Kevin sudah habis kesabaran.
Kini mereka berdua sedang berada di ruangan Kevin. Arisha hanya bisa menunduk, ia menyadari dan mengakui kesalahannya.
"Percuma, dong, punya kamu, kalau jadwal saja saya yang masih handle?" Kevin sudah tidak ingin berkata halus lagi pada Arisha.
"Maaf, Pak. Saya memang pelupa," ujar Arisha.
"Saya juga heran, kenapa saya bisa terima kamu di sini?" Kevin menghela napas panjang.
"Aris, ini hari terakhir kamu bekerja di sini." Ucapan Kevin selanjutnya mampu mengangkat kepala Arisha dan menatap lurus tepat di mata Kevin yang gelap itu.
"Tapi, Pak ... kasih saya kesempatan lagi. Saya akan berusaha lebih keras lagi," pinta Arisha dengan wajah memelas.
"Selesai jam kerja, kamu bisa ke HRD mengambil gaji kamu. Bulan ini saya tetap menggaji kamu dengan utuh."
"Pak..."
"Aris, kamu bisa keluar dari ruangan saya. Selesaikan saja email ke suplier hari ini," perintah Kevin tanpa memandang ke Arisha.
Arisha terdiam, dan pada akhirnya menyerah. Sepertinya memang tempatnya bukan di sini. Ia tidak cocok dengan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian super seperti ini.
Ia bangkit dari kursi, dan pamit dengan Kevin.
Kevin sama sekali tidak berniat melihat ke arahnya. Hingga pintu ruangannya tertutup, barulah Kevin melihat ke pintu. Ia menyenderkan punggung ke kursinya dan memejamkan matanya, memijat keningnya, ia tak habis pikir, kenapa ia memiliki sekretaris se-ceroboh itu?
Hingga jam makan siang, Kevin sama sekali tidak menghubungi Arisha lewat intercom-nya. Arisha makan siang bersama karyawan lainnya di area foodcourt.
Wajahnya tampak lesu. Hingga jam kerja kembali, Kevin tetap tidak melakukan interaksi apapun. Setelah jam kantor selesai, Arisha bertekad ke ruangan Kevin. Ini terakhir kalinya ia menemui Kevin.
"Permisi, Pak. Saya pamit dulu, maaf dan terima kasih untuk pengalamannya," ucap Arisha lemah di hadapan Kevin yang masih bergelut dengan laptopnya. Entah sibuk beneran atau hanya menyibukkan diri agar ia tidak menatap Arisha.
"Ya. Semoga kamu bisa mendapat pekerjaan yang lebih cocok di tempat lain," ujar Kevin seraya menatap ke Arisha.
Arisha pamit dan segera keluar dari ruangan Kevin. Tidak ada lagi harapan, tadinya ia harap Kevin akan berubah pikiran. Namun, ternyata tidak.
Arisha turun lantai menuju ruangan HRD, ia mengambil gajinya di bulan ini yang belum genap.
Sisi baiknya, Kevin tidak pelit soal gajinya. Arisha tetap mendapatkan haknya secara penuh. Paling tidak, uang ini bisa membuatnya bertahan sampai ia mendapatkan pekerjaan baru lagi.
'Dunia belum berakhir, Arisha!' batinnya bergumam. Ia melangkah pasti keluar dari gedung perkantoran yang tadinya ia pikir, akan lama kerja di sana. Kini Arisha harus mengirim CV lagi pada perusahaan lain.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top