12. Mereka yang Memiliki Banyak Uang (bagian 2)
Kelanjutan dari Mereka yang Memiliki Banyak Uang (cerita ke-11)
---
Kalender di ponselku menunjukkan bahwa sekarang ini masih hari kelima di bulan September. Kemarin, aku baru pergi ke bank untuk mengirim uang bidik misiku ke Ibu yang segera mengatakan bahwa uangnya akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari karena adik-adikku tak memiliki banyak keperluan bulan ini, selain itu uang sekolah adik pertamaku sudah dibayar oleh pemerintah.
Masalahnya sekarang uang di dompetku sudah hampir ludes, meninggalkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan yang akan habis selama beberapa hari. Kebutuhan seperti print, foto copy, bensin, dan makanan jelas membutuhkan uang.
Aku menghela napas, berpikir bagaimana caranya agar aku bisa menghadapi bulan ini. Aku membutuhkan bensin untuk pergi dari satu rumah anak didikku ke rumah anak didikku yang lain, aku juga butuh bensin untuk mengirim kosmetik yang kujual atau mengambilnya dari suplier. Aku juga butuh makan.
Aku melirik ke arah satu tas plastik yang kini berdiri di depan lemari pakaianku, aku belum sempat membuka isinya dan menatanya. Tapi, di dalam sana sudah ada sweater berharga tiga ratus ribu yang kubeli kemarin ketika pergi bersama yang lain. Mereka meminta sweater kembar, dan kebetulan mereka menemukan sweater lucu di H&M. Aku ingat mataku melebar ketika melihat angka yang tertera di bagian harga. Aku tak pernah menghabiskan tiga ratus ribu untuk sweater sebelumnya.
Pada akhirnya, aku membeli sweater tersebut. Mereka terlihat senang dan mulai membuat rencana untuk foto bersama dengan sweater itu. Di sepanjang perjalanan pulang, aku terus menerus memikirkan tentang tiga lembar uang seratus ribu yang kukeluarkan dari dompetku, dan juga lembaran-lembaran uang lain yang kukeluarkan untuk makan hanya dalam sehari.
Aku menggelengkan kepalaku, mengatakan pada diriku sendiri untuk melupakannya. Menyesali apa yang terjadi bukanlah hal yang berguna.
Aku segera bangkit berdiri dan menuju ke kampus, kali ini dengan berjalan. Aku harus menghemat bensin, lagi pula letak indekos tidaklah jauh dari kampusku berada.
Aku sampai di kampus lima belas menit sebelum kelas di mulai dan segera menuju ke arah Tina yang tengah memainkan iPhone terbarunya yang merupakan hadiah ulang tahun dari ibunya, sedangkan ayahnya memberikan tiket konser penyanyi kesukaanny.
"Ibumu ngasih apa?" Aku ingat Tina bertanya sedemikian. Kami berulang tahun di bulan yang sama, hanya terpaut seminggu dan aku adalah yang pertama kali berulang tahun.
Aku hanya tersenyum, tidak menjawab. Tidak ingin berbohong mengenai kado, dan di saat yang bersamaan tidak ingin mengatakan sejujurnya. Kado dari Ibu adalah cerita panjang mengenai salah satu orang yang menagih hutang kepadanya--lebih tepatnya hutang ayah yang sekarang tak lagi ada di dunia. Jelasnya bukan sesuatu yang ingin aku katakan begitu saja pada teman-temanku.
"Hey, Dan, lo kenapa? Kok kelihatan kayak lesu gitu?" Tina bertanya setelah ia mengangkat kepalanya dari ponselnya.
"Hmm nggak apa kok." Aku tidak bisa mengatakan bahwa uangku sudah habis di awal bulan, bukan?
"Yakin?"
"Iya."
"Oke, oh ya gue mau ke Starbuck nanti, bakal ada diskon. Lo mau nggak?"
Aku menggeleng. "Gue harus ngerjain tugas. Yang tugas kelompok itu loh, bagian gue udah ditagih sama yang lain," bohongku, aku sudah mengerjakan bagianku sejak lama hanya saja aku belum mengirimkannya pada siapapun, lagi pula yang lain juga terlihat belum mengerjakan bagian mereka.
Tina mengangguk. "Oke," katanya, ia kemudian menundukkan kembali kepalanya, menghadap ke arah ponselnya.
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top