BAB 06

Pagi-pagi sekali Yuju sudah siap berangkat ke sekolah. Dalam hati ia ingin cepat bertemu Yoseob. Entah kenapa pikirannya dari semalam tak bisa lepas dari pria itu. Ketika menggeser pintunya, gadis itu bertemu Yoseob yang kini masih memakai pakaian rumahan. Dengan bersiul-siul, pria itu sedang mencuci motornya. Kenapa waktunya sangat tepat?

"Kau tidak pergi ke sekolah?" Ucapnya seraya berbasa-basi sembari meletakkan tangan di pinggang.

"Bolos." Ucapnya singkat dan cuek, tetapi matanya tetap fokus pada motor yang sedang dicucinya.

"Kenapa begitu?"

"Hey! Memang kau itu guru Bp, harus menanyakan kenapa aku mau membolos?"

Yuju kesal, sifat Yoseob yang menyebalkan kini terbangunkan. Ia pun pergi menjauh dari Yang Yoseob, lebih baik ia pergi ke sekolah saja, daripada harus memulai berdebatan tak jelas.

"Choi Yuna....!" Suara Tuan Choi memanggil dari dalam rumah.

"Ya, Ayah. "

Tuan Choi menghampiri Yuju yang masih berdiri di ambang pintu. Ada yang ingin ia katakan pada Yuju, tetapi Ia memperhatikan perbedaan dari penampilan Yuju hari ini. Tidak biasanya Yuju seperti ini.

"Kau memakai parfum?"

"Yak, Ayah? Bukankah aku setiap hari memakainya?"

"Tapi biasanya tak sewangi ini." Tuan Choi mendekat dan menghirup aroma Yuju. Kemudian ia memperhatikan Yuju, "kau juga tumben memakai aksesoris?" Giliran rambut Yuju yang kini menjadi pusat perhatian. Yuju sudah terbiasa pergi ke sekolah dengan style rambut lurus terurai yang cenderung sepi dari penjepit rambut.

"Memangnya tidak boleh aku menjadi wanita yang sesungguhnya?" Yuju mencibir Ayahnya.

"Tentu saja boleh, kau sangat cantik. Tapi Ayah tidak terbiasa melihatmu seperti ini."

"Ayah, kau tidak suka dengan perubahan penampilan putrimu!" Yuju menarik kebawah bibirnya.

"Tentu saja suka, tapi Ayah jadi teringat waktu Ibumu ketika masih muda. Saat dia pertama kalinya jatuh cinta dengan Ayah. Ibumu melakukan hal yang sama persis denganmu. Merubah penampilan dari biasanya."

Wajah Yuju merona, terlebih Ayahnya mengatakan ini di depan Yoseob. "Siapa yang jatuh cinta, Ayah kau ini ada-ada saja."

"Tentu saja kau. Astaga... siapa yang membuat putriku jadi seperti ini?"

"Ayah jangan membuatku malu!" Yuju menyuruh sang ayah untuk tak terus membahas jatuh cinta atau apapun itu. "aku harus berangkat dulu." Pamitnya pada Ayahnya.

"Hey! Choi Yuna...!"

Yuju berhenti ketika Ayahnya memanggil. Ia sudah ingin cepat-cepat pergi. Ia takut bagaimana jika Yoseob menyadari raut wajah Yuju saat ini.

"Ada apa lagi?" Ucapnya sedikit kesal.

"Kau ini mau kemana?"

"Tentu saja pergi ke sekolah."

"Kau lupa jika hari ini adalah sabtu kedua di bulan ini?"

"Sabtu kedua?" Yuju tertegun. Ia semakin malu ketika Yoseob menertawainya. Di sekolah Yuju selain libur musim semi, juga ada libur dihari sabtu kedua disetiap bulan.

"Dasar sok rajin, memang siapa yang mau mengajar kalau lagi libur seperti ini?" Yoseob terpingkal, ia sebenarnya sudah tau sejak tadi kalau Yuju salah fokus pada hari.

"Paman bilang dia sedang jatuh cinta, dia itu terlalu semangat ke sekolah karena dia ingin bertemu dengan pujaan hatinya."

Yoseob dan Tuan Choi terpingkal dengan kompak, hal itu membuat Yuju kesal ketika menatap mereka bergantian.

"Terus saja menertawaiku! Dasar menyebalkan!" Yuju langsung pergi meninggalkan kedua pria itu.

"Hey! Mau kemana lagi?" Tuan Choi meneriaki Yuju lagi.

"Ke rumah Eunha."

"Setidaknya kau ganti seragammu!" Ucapnya pada Yuju, Yuju kembali ke dalam sembari melototi Yoseob yang masih terpingkal.

"Kau mau bermain catur bersamaku?" Tawarnya pada Yoseob.

"Itu tidak terlalu buruk, Paman."

*****

"Jadi kau sekarang bertetangga dengan Yang Yoseob?" Ucap Eunha yang kini duduk di kursi di sisi kasur. Yuju mengangguk, ia baru saja menceritakan kekesalan ketika dalam hidupnya bertemu dengan pria menyebalkan. Gadis itu mengangkat boneka Doraemon ke atas langit-langit kamar. Berebahan di atas kasur luas milik Eunha.

"Ini sangat menyebalkan, kau tau duduk sebelah bangku dengannya, kemudian bertetangga dengannya membuatku selalu bertemu dengan kesialan setiap hari."

"Tapi sepertinya kau sekarang banyak menghabiskan waktu dengannya?"

"Iya, tapi setiap bersamanya aku tidak pernah merasa senang."

"Tapi aku melihat kau tersenyum waktu dia menarik tanganmu. Kau ingat waktu kau menang olimpiade?"

"Siapa? Siapa yang tersenyum?" Yuju mengelak, wajahnya merona. "Aku tersenyum karena senang sudah menang lagi di olimpiade itu."

"Tapi senyum antara senang dan jatuh cinta itu berbeda, Nona Choi Yuna...."

"Aku tidak jatuh cinta dengan Yoseob."

"Astaga, siapa yang bilang kau jatuh cinta dengan Yoseob?" Eunha sudah tak tahan untuk tidak tertawa.

Yuju semakin merona, bisa-bisanya bibirnya terpeleset mengucap kata itu. Untuk apa pula ia menyebut nama Yoseob. Benar-benar memalukan.

"Jadi kau menyukai pria itu?" Eunha mendekati Yuju, naik ke atas kasur, menggelilitik pinggang Yuju dengan jemari tangannya.

Yuju tertawa histeris karena rasa geli. "Siapa yang menyukai pria menyebalkan seperti itu.. awww!" Eunha tak henti menggelitik Yuju.

"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau mengaku, tetapi tanganku tidak akan lelah menggelitik semua anggota tubuhmu."

"Hey! Eunha.... hentikan!"

"Tidak akan."

Yuju menyerang kembali perlakuan Eunha, kini kedua gadis bersahabat itu saling menggelitik dan tertawa hingga mereka lelah.

*****

Matahari sudah hampir tumbang di ufuk barat. Akan berganti dengan sinar redup rembulan yang menerangi malam.

Ketika Yuju pulang ia keheranan, Ayahnya dan juga Yoseob masih betah bermain catur sejak tadi pagi. Dalam hati Yuju mengkapokkan Yoseob. Ayahnya pantang berhenti sebelum dia benar-benar puas dengan permainan caturnya. Apalagi sudah lama tak ada yang menemaninya bermain. Dan ia merasa memiliki kesempatan emas akan adanya Yoseob yang tadi dengan suka rela mau di ajaknya bermain. Yang belum pernah diketahui Yoseob akan semenyiksa ini.

Apalagi Tuan Choi tak menggubris protes kecil dari Yoseob yang bilang bahwa ia lelah. Dia malah berkata Yoseob itu tidak sopan dan tidak menghargai orang Tua. Hingga seterusnya Yoseob tidak berani memprotes demi sopan santun.

"Anak dan Ayah sama-sama merepotkan." Rutuk Yoseob dalam hati. Ia bersumpah tidak akan kembali terjebak dalam situasi semacam ini.
"Aku pulang.... " teriak Yuju. Yoseob memandang Yuju dengan mata memohon. Ia sudah sangat lelah sejak tadi bermain catur yang sangat membosankan. Besok-besok ia tidak akan mau. Entah ia benar-benar tak punya alasan untuk menghindar

"Ayah, aku lelah. Aku harus tidur dulu." Ucap Yuju pada Ayahnya. Tetapi ia menyadari wajah kesal Yoseob. Rasanya pria itu sudah hampir menangis. Menatap Yuju seolah berkata Yuju tak berperasaan.

"Rasakan! Memangnya cuma kau yang bisa membuatku kesal!" Ucapnya dalam hati.

Yuju masuk dan menutup pintu kamarnya. Kemudian gadis itu terpingkal-pingkal di atas kasur. Pasti Yoseob sangat kesal dan ia tak bisa untuk pergi dari tempat ini. Yuju sangat tahu bahwa Ayahnya sangat Antusias jika ada teman yang bisa diajak untuk bermain catur. Bahkan kejadian semacam ini Yuju sampai hafal melihatnya. Banyak tetangga atau teman pria Yuju yang mengalaminya. Sekarang giliran Yoseob yang menjadi korban.

Tetapi lama-lama Yuju menaruh kasihan pada Yoseob. Sudah cukup pria itu tersiksa dengan rasa bosan dan hanya duduk sampai pantat hampir menipis seperti kerupuk.

"Ayah, antarkan aku ke supermarket!" Ucapnya beralasan.

"Memang kau mau mencari apa?"

"Benang Woll untuk prakarya."

"Ayah sedang serius, besok saja, ya?"

"Tapi aku butuh sekarang. Kalau begitu aku pergi sendiri saja!" Ucap Yuju.

"Tunggu! Kau ini tidak sabaran sekali."

Yoseob lega kini ia bisa berdiri. Kini wajahnya terlihat sedikit berseri. "Paman, aku pamit."

"Ah, iya. Lain waktu kita bermain catur lagi ya?"

Yoseob mengangguk dengan berat. Dalam hati dia tak akan pernah mau melakukan hal itu lagi. Ia tidak menyangka rasanya akan semenyiksa ini.

Yuju mengantar sampai depan pintu. Sementara Yoseob kini memegangi pinggangnya karena lelah.

"Kenapa tidak sejak tadi kau lakukan itu? Kau pasti puas melihatku kesal?"

Yuju cekikikan. Ia memang puas melihatnya. Sekali-kali dia coba mengerjai pria itu biar tahu rasa. Jika tadi pagi Yoseob yang menertawainya, kali ini giliran ia yang tertawa karena Yoseob.

"Kau tau, kejadian seperti ini sudah berkali-kali terjadi. Tapi untuk kali ini rasanya lebih lucu."

"Dasar, gadis idiot tentu saja senang melihat penderitaan temannya."

"Sejak kapan? Memangnya kita berteman?" Yuju hanya bisa cekikikan.

"Memangnya kau ingin kita punya hubungan lain selain menjadi teman?" Yoseob mendekatkan tubuhnya pada Yuju. Membuat jantung Yuju tiba-tiba berdebar-debar tak karuan. Rona merah wajahnya sangat jelas.

"Hey,Yang Yoseob! Jauhkan tubuhmu dariku!" Yuju mendorong tubuh Yoseob, "tentu saja kau itu rivalku!"

"Oh... tidak sopan sekali. Kau ini lebih muda satu tahun dariku. Berani sekali memanggil namaku secara langsung."

"Memang siapa yang peduli itu?"

"Mana ponselmu?"

"Untuk apa?"

"Berikan saja!" Yoseob memaksa, gadis itu terlihat merogoh saku jaketnya. "Kau harus menyimpan nomerku dengan nama Oppa Handsome." Yoseob berucap sembari mengetikkan kontaknya pada ponsel milik Yuju.

"Hah, kekanakan sekali." Yuju terkekeh pelan.

Yoseob berlalu pergi, Yuju mengernyit dan tersenyum menatap punggung Yoseob. Lagi-lagi ia tak tahan untuk tak tersenyum karena pria itu.

****

Gelombang ombak itu terus bergulungan ke sana kemari, seolah mengejar kaki kaki yang bermain riang dan memijak pada pasir yang terus tersirami oleh air yang membiru dengan alami.

Kedua gadis itu menyongsong cahaya matahari dan menghirup dalam-dalam angin laut yang terasa sepoi masuk ke pori-pori kulitnya. Sudah lama sekali Yuju tak pergi ke pantai, alasanya adalah karena Ayahnya yang selalu melarang Yuju untuk jauh dari pengawasan Sang Ayah. Tetapi Yuju sekarang bukanlah bocah SD yang ceroboh dan tak bisa menjaga dirinya, yang ingin melakukan apa yang ingin ia lakukan.

"Wah .. segar sekali...."teriak Yuju senang. Sementara Eunha memainkan pasir itu dengan telapak kakinya,melompat-lompat riang.

Pantai itu tidak terlalu ramai pengunjung kala senja akan turun di kaki langit. Tak banyak orang yang ingin melihat cahaya kemuning itu turun tenggelam dengan indahnya.

Yuju dan Eunha berlarian ke sana kemari, bekejar-kejaran persis seperti gelombang ombak yang di sana. Mereka tertawa riang sembari melempari yang lainnya dengan pasir.

Ketika kakinya memain-mainkan pasir, Yuju menemukan sesuatu yang terpendam di sana. Terasa dingin serta licin menyentuh telapak kakinya.

Yuju memungutnya, itu adalah sebuah botol gelas transparan yang terpendam tidak terlalu dalam di dalam pasir. Pasti ini adalah ulah manusia yang iseng mengkotori pantai dengan sampah seperti itu. Tetapi botol itu tak kosong, di dalamnya nampak selembar kertas yang digulung begitu saja.

Tetapi tangan Yuju tak tahan untuk tak membuka lembaran kertas yang ada di dalam botol sana. Mungkinkah ini adalah peta harta karun? Pikir Yuju dalam hati. Bukankah hal itu hanya ada di dalam dunia dongeng?

08-04-2013

Seperti laut yang terbentang dengan luasnya, namun laut itu tak sesepi hatiku yang kini tak berpenghuni. Masih ada ikan-ikan yang berenang, masih ada perahu yang melaju di atas air, masih ada mutiara dalam kerang.

Akankah hatiku juga akan seperti laut itu jika aku ingin?

Laut... aku akan datang kala senja akan terbit, di tempat yang sama menatap cahaya kuning muncul dengan indah, menunggu seseorang mengganti lembaran kertas ini dengan kertas yang lainnya.

Mr.WhyLove

To be continued...

Note: fanfiksi ini berjumlah lebih dari 20 chapter. Aku harap kalian gk bosen nungguin next post, dan rela memberikan dukungan dan tetap menjadi penyemangat untuk Author. Untuk saeng mdina1909 terimakasih selalu jadi yang pertama yang dan membaca, voment dan tetap membuatku tak patah semangat 😘😘😘😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top