Bab 11. Teman Lama

Tiba di sebuah titik sesuai dengan peta. Tak disangka Misaki, tempat ini dipadati oleh tenda dari pemerintahan setempat. Jelas kalau di sini sedang ada penelitian mengenai patahan di depan sana. Beberapa penjaga menjaga ketat pintu masuk. Misaki, Aiken, dan Nara saling melirik memandang kebingungan. Sekarang bagaimana cara mereka masuk?

Tak yakin dengan kartu anggota Magical Starz. Misaki memilih mengurungkan niat untuk menunjukkannya. Apa langsung saja mengaku kalau mereka adalah staf Profesor Harry? Sempat berpikiran seperti itu. Semula menganggap mudah, justru saat tiba jadi terasa sulit. Sikap seperti ini menyebalkan juga.

"Baiklah, kita akan coba sejenak." Misaki merogoh tas ransel, meraih dompet. Di dalamnya, diselipkan kartu anggota Magical Starz. Semoga saja berhasil. Misaki pun mendekati para penjaga yang tengah bertugas. Menunjukkan kartu anggota Magical Starz.

Para penjaga bersenjata itu saling melirik kebingungan. Misaki memasang senyum kecut. Ternyata tidak bisa ya?

Salah satu staf datang menghampiri pintu gerbang. Merupakan seorang perempuan dengan topi dan jaket. Saat melihat kartu anggota Magical Starz milik Misaki. Dia melompat mundur.

"J-jangan-jangan kamu ke mari untuk menyelidiki anomali gempa?" tanyanya.

Misaki mengangguk perlahan. "Memang itulah tujuan kami kemari. Walau hanya aku yang mewakili Magical Starz, tapi dua adik kelasku mewakili Magical Academy."

Perempuan itu semakin tercengang. "M-Magical Academy? Kalian sedang tidak bercanda 'kan? Astaga kalau begini akan lebih cepat selesai menemukan jawaban mengenai anomali ini." Perempuan itu terlihat kegirangan. "Baiklah kalian boleh masuk."

Dalam sebuah tenda yang tengah dibangun, Profesor Harry dan Rudi tengah menikmati secangkir kopi hangat. Hawa dingin mulai menusuk Harry, ditambah dia tak terbiasa dengan keadaan dingin seperti ini.

"Harusnya kamu tidak bilang pada wartawan kalau ini anomali. Kita bisa merahasiakannya sampai menemukan jawaban," kata Rudi menyeruput kopi.

"Kurasa warga setempat perlu tahu. Percuma kita menenangkannya kalau mereka ujung-ujungnya akan panik. Tidak ada salahnya juga memberitahunya." Harry menyeruput kopi. "Meski begitu, bekerja selamanya di balik bayang-bayang juga tidak selamanya benar."

Rudi tertunduk, mendengar ucapan Harry. Meski ucapan terakhir lebih terkesan menyindir gerakang GoB yang tak pernah menunjukkan wajah. Meski bangunannya ada, tetapi siapa saja yang bergerak sama seperti mata-mata pada umumnya. Tak terlihat bagaikan bayangan.

"Terlalu mencolok pun juga tidak selamanya baik." Rudi menyeringai, membalas sindiran Harry.

Kedua pria itu tertawa melemparkan sindiran. Tawa mereka terhenti ketika seorang perempuan menghampiri Harry. "Ada yang ingin menemui anda, profesor."

Harry mengangguk, dia berbalik. Sosok Misaki tengah berdiri bersama Nara dan Aiken yang berdiri di belakang.

"Misaki." Harry menyapa.

"Profesor Harry lama tidak jumpa, sebenarnya tidak lama juga sih." Misaki berjabat tangan.

"Kamu kemari pasti ingin menyelidiki anomali gempa. Tidak mungkin siswa yang dikirim Magical Academy datang kemari tanpa tujuan, benar 'kan?"

Misaki mengangguk. "Sebenarnya ini ide adik kelasku." Aiken dan Nara melangkah maju. Berjabat tangan dengan Harry. Memperkenalkan diri mereka masing-masing.

Sembari memandang patahan, mereka mulai menganalisis. Cahaya kelap-kelip di bawah sana masih terpancar. Drone yang semula sudah dikirim, hancur lebur ketika memasuki area itu.

"Ada penghalangnya," gumam Aiken menyentuh dagu. Masih dugaan semata, kecuali kalau melihat langsung dengan mata sendiri. "Ternyata itu portal pembatas ya."

"Jadi, apa maksudmu?" tanya Nara memiringkan kepala.

"Ada penghalang yang membatasi kedua dunia. Dunia atas dan dunia bawah. Sama halnya seperti dinding. Saat kita berhasil menembus pintu tersebut kita akan tiba di dunia bawah."

Harry mengangguk paham. "Sepertinya begitu."

"Ada kemungkinan juga teknologi kita tak kuat menghadapi sesuatu hingga membuatnya hancur," lanjut Aiken.

Aiken berbalik kembali ke tenda untuk mengambil tas. Teori itu semakin dekat, kecuali jika memang bisa turun kenapa tidak. Banyak yang masih tidak yakin dengan kondisi di bawah sana. Boleh jadi ada hal-hal yang tak terduga yang justru mengancam nyawa mereka.

Saat tengah duduk, membaca kembali salinan dari perkamen. Terdengar decitan ban mobil di luar. Segera Aiken bangkit dari tempat duduk yang berada di dalam tenda berwarna hijau tua itu.

Mobil jazz berwarna hitam terparkir di dekat tenda. Fani, Shigure, dan Alden turun berbarengan. Menghampiri Harry menyampaikan informasi yang ada di lokasi wisata The Great Asia Africa.

Informasi buruk beredar. Sebelum Fani benar-benar berbicara, Harry sudah membaca pikiran gadis itu. Sesuatu yang buruk tengah terjadi, sebelumnya sempat terjadi gempa, dan kini patahan yang berada di dekat mereka menjalar menuju lokasi wisata.

"Tiga korban jatuh ke dalam patahan. Namun, kita belum bisa mengonfir—" ucapan Alden terputus.

"Tidak, mereka belum mati," potong Harry. "Seperti katanya Aiken, yang di bawah sana adalah portal menuju dunia bawah. Keberadaan Bumi Berongga semakin jelas. Kita harus turun ke sana dan mencari tahu apa yang terjadi. Jika ada peradaban, berarti ada sesuatu yang terjadi."

"Tapi itu mustahil, Profesor. Bagaimana jika di bawah sana tidak ada apa-apa? Pemerintahan pun masih kerepotan membangun tempat." Rudi mengangkat tangan.

"Kita lakukan sendiri."

Kerumunan itu bubar seketika, saat ini memilih langkah yang tepat untuk mencari tahu. Terlebih lagi, di bawah sana Aiko dan lainnya masih hidup. Semoga saja begitu, karena tidak ada yang tahu bagaimana kondisi di bawah sana.

"Anomali yang menjengkelkan."

Kembali ke tenda, Aiken membuka kembali salinan perkamen untuk memahaminya. Terlalu abstrak, bagaimana mereka semua bisa masuk ke bawah sana? Pikiran itu mulai bergelung di kepalanya. Selang beberapa saat, Nara memasuki tenda, duduk di samping Aiken.

"Mereka akan melakukan ekspedisi pribadi dengan turun ke bawah sana. Apakah itu aman?" tanya Nara sembari melirik salinan perkamen.

Aiken tak berkutik, pandangan masih fokus pada salinan. Terlebih kalau sudah fokus seperti ini, dia enggan membalas pertanyaan itu. Setidaknya dia masih mendengar sampai kesadarannya kembali. Nara sudah mengenal sikap Aiken kalau sudah terlalu fokus. Di saat-saat seperti ini, dia jelas menemukan jalan buntu.

Sampai menghela napas, menoleh menuju Nara yang duduk di samping. "Ini agak sedikit menyebalkan sekaligus aneh," kata Aiken melipat perkamen memasuki ke dalam tas.

"Apa maksudmu?"

"Portal itu masih tertutup, jadi mereka tidak bisa menembusnya ke dalam. Memang benar ini adalah pintu, sampai gempa yang terjadi membuka permukaan dan menghancurkan pintu lain."

"Jadi...."

"Kita harus turun ke bawah."

Perjalanan ekspedisi baru dilakukan keesokan harinya. Namun, untuk memecahkan rasa penasaran, Aiken dan Nara diam-diam menyelinap ke patahan. Meski tampak dalam, mereka tetap ragu sampai tindakannya pun diketahui oleh Misaki.

Menepuk pundak, membuat mereka reflek berbalik. Sembari melipat kedua tangan, Misaki memasang muka datar. "Tidak kusangka adik kelasku selalu saja main sendirian."

"T-tapi kami hanya melihat-lihat saja kok." Aiken menggaruk kepala yang tidak gatal itu.

"Benar sekali, kak Misaki, kita cuma lagi lihat-lihat saja," lanju Nara terkekeh.

Tak menanggapi, Misaki masih memasang muka datar. Kali ini tak bisa bergerak di belakang layar seperti sebelumn-sebelumnya. Tindakan gegabah ini yang sebenarnya membuat Misaki enggan membawa apa lagi ikut mengurusi kekacauan.

"Baiklah, tapi kami harus memastikan kembali sebelum melakukan ekspedisi besok. Kak Misaki tahu sendiri 'kan saat rapat tadi nama kita tidak disebut," kata Aiken.

Beberapa saat yang lalu, tengah diadakan rapat untuk melakukan ekspedisi ke dasar patahan. Namun, nama-nama dari Magical Academy tak masuk. Biasanya Misaki akan menolak, namun kali ini dia menerimanya.

"Bukannya kak Aiko ada di bawah sana dan sedang terjebak. Kenapa kak Misaki masih diam dan menerimanya?" kini Nara melempar pertanyaan.

"Ada kalanya kita bergerak dan diam. Kali ini aku memilih diam karena ini berbahaya. Aku yakin mereka baik-baik saja di bawah sana," balas Misaki sedikit tertunduk. "Kembalilah ke tenda, aku akan memikirkan caranya sendiri."

Sebenarnya Misaki sudah menyadari satu halpenting portal itu terkunci oleh daya sihir. Dia bisa merasakannya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top